Kanjeng Susuhunan Pakubuwono V / Sunan Sugih (Raden Mas Sugandi) b. 1785 d. 5 September 1823 - Keturunan (Inventaris)

Dari Rodovid ID

Orang:26155
Langsung ke: panduan arah, cari
Generation of a large tree takes a lot of resources of our web server. Anonymous users can only see 7 generations of ancestors and 7 - of descendants on the full tree to decrease server loading by search engines. If you wish to see a full tree without registration, add text ?showfulltree=yes directly to the end of URL of this page. Please, don't use direct link to a full tree anywhere else.
11/1 <?+?> Kanjeng Susuhunan Pakubuwono V / Sunan Sugih (Raden Mas Sugandi) [Pakubuwono V]
lahir: 1785, Surakarta
perkawinan: <1> Raden Ayu Sosrokusumo / Ratu Kencana [Martani]
perkawinan: <2> Ratu Mas / Kanjeng Ratu Ageng [?]
gelar: 10 Februari 1820 - 5 September 1823, Surakarta, Bergelar Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwono V
wafat: 5 September 1823, Surakarta
Sri Susuhunan Pakubuwana V (lahir: Surakarta, 1785 – wafat: Surakarta, 1823) adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1820 – 1823.

Kisah Hidup Nama aslinya adalah Raden Mas Sugandi, putra Pakubuwana IV yang lahir dari permaisuri Raden Ayu Handoyo putri Adipati Cakraningrat bupati Pamekasan. Ia naik takhta pada tanggal 10 Februari 1820, selang delapan hari setelah kematian ayahnya.

Pakubuwana V juga dikenal dengan sebutan Sunan Sugih, yang artinya “Baginda Kaya”, yaitu kaya harta dan kaya kesaktian. Konon, ia pernah membuat keris pusaka dengan tangannya sendiri, bernama Kyai Kaget, yang berasal dari pecahan meriam pusaka Kyai Guntur Geni saat terjadinya pemberontakan orang Cina tahun 1740.

Pakubuwana V juga memerintahkan ditulisnya Serat Centhini berdasarkan pengalaman pribadinya semasa menjabat Adipati Anom. Yang menjadi juru tulis naskah populer ini ialah Raden Rangga Sutrasna.

Pakubuwana V hanya memerintah selama tiga tahun. Ia meninggal dunia pada tanggal 5 September 1823. Raja Surakarta selanjutnya adalah putranya, yaitu Pakubuwana VI, yang telah ditetapkan pemerintah Indonesia sebagai pahlawan nasional.

SRI SUSUHUNAN PAKUBUWANA V, BUKAN HANYA RAJA dari Karaton Surakarta Hadiningrat, melainkan beliau juga seorang maecenas besar yang pernah dimiliki Indonesia. Meski kekuasaannya berlangsung sangat pendek (1820-1823), namun jasa dan gagasannya terukir panjang. Dari gagasan, dan tentu donasi beliau (yang bahkan telah dimulai ketika masih sebagai putra mahkota bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Amangkunagara ing Surakarta, seorang putra Kanjeng Susuhunan Pakubuwana IV), lahirlah pada awal abad 19 itu, Suluk Tambangraras yang kemudian lebih dikenal sebagai Serat Centhini. Serat Centhini, ditulis tahun 1815 oleh tiga pujangga Karaton Surakarta. Yakni, Ki Ngabei Ranggasutrasna, Raden Tumenggung Sastranegara, dan Ki Ngabei Sastradipura. Sebagai sebuah karya sastra, memenuhi syarat sebagai sebuah mahakarya yang memiliki pengaruh luas. Sampai banyak orang bisa berkomentar dan menilai, sekali pun sama sekali belum pernah membacanya, sampai hari ini. Begitu hebatnya ia, sampai-sampai karya ini muncul dalam banyak versi. Setidaknya ditengarai ada 12 versi Serat Centhini, dan itu sudah cukup menunjukkan kelasnya. Daerah tebanya begitu luas. Ia mengenai apa saja. Bukan hanya mengenai sastra atau seni, melainkan juga tentang adat-istiadat, obat-obatan, makanan dan minuman (jaman sekarang disebut kuliner), pengetahuan tentang hewan, tanaman, agama, sejarah, dan bahkan tentang seks. Tentang yang terakhir itulah, Serat Centhini antara lain dikenal luas. Karena Serat Centhini-lah karya sastra Jawa pada waktu itu, yang berbicara berterus-terang perihal seks. Penjabarannya, bukan hanya verbal tetapi kadang liar. Dalam Serat Centhini, juga dikisahkan bagaimana terjadi anal seks atau pun praktik homo-seksualitas. Dan bahkan, seks massal,... Pada bagian-bagian yang berkait dengan seks itu, konon Pakubuwana V sendiri yang turun tangan, menulis langsung. Itu terjadi setelah tiga penulisnya dirasa tidak memuaskannya. Tidak nges, dan kurang lugas. Kurang mak nyus, kata almarhum Prof. Dr. Umar Kayam (yang kemudian ditirukan atau dipopulerkan oleh pakar kuliner Bondan Winarno). Maka, Serat Centhini jilid 5 s.d 10 yang ditulis sendiri oleh sang Raja, sebagaimana kemudian bisa dibaca dalam kitab Serat Centhini sekarang ini. Ia mendapat banyak sebutan, sebagai karya korpus, monumental, sastra kanon yang begitu lengkap dan mencengangkan, karena cakupan isinya yang ensiklopedis, gaya bertuturnya, serta ketebalannya. Bayangkanlah, pada abad 19 itu, lahir karya sastra yang secara liris dan intens, ditulis sebanyak 12 jilid, dengan 722 pupuh tembang (jenis puisi Jawa). Satu pupuh tembang, tak jarang terdiri dari ratusan kuplet (bait), bahkan ada beberapa yang mencapai lebih dari 300 kuplet. Dan masing-masing kuplet terdiri antara 6 hingga 12 baris. Bisa dibayangkan, kepiawaian bahasa para penulisnya. Karena masing-masing pupuh tembang diikat oleh guru wilangan (jumlah suku kata yang terukur dan terhitung pasti), dan guru lagu (akhir suku kata masing-masing baris yang baku, untuk mendapatkan pola pantunnya). Karena itu, kata-kata dalam bahasa Jawa yang dipakai para penulisnya begitu lentur karena mengejar rima dan bunyi. Karena itu ketika Serat Centhini itu dilisankan (ditembangkan) siapa pun sepanjang mengetahui cara menyanyikan pupuh tembang itu, Centhini menjadi komunikatif, mudah untuk diapresiasi, dan mudah untuk disosialisasikan. Bahkan terbuka ditafsirkan dan punya kecenderungan bias, karena faktor pendengaran, pengertian, atau ingatan. Hal ini menjadi mudah terjadi, karena tembang sebagai sastra lisan yang jamak dilakukan pada waktu itu, terjadi dalam berbagai bentuk pertemuan banyak orang, ketika berada dalam upacara sunatan, pengantin, atau berbagai pertemuan-pertemuan rutin, yang diselenggarakan oleh berbagai kelompok masyarakat, dalam berbagai waktu dan tempat. Karena itulah Centhini bisa muncul dalam banyak versi. Seperti Centhini Pegon. Centhini Jalalen. Centhini versi Madura. Dan lain sebagainya. Tidak dalam niat menyamakan, demikian pulalah ketika para sahabat Muhammad SAW hendak mengumpulkan hadist nabi, yang tentunya disampaikan secara lisan. Maka ketika hadist itu hendak dikumpulkan dan dituliskan, dibutuhkan para perawi hadis yang sahih, yang bisa menjamin tingkat kebenarannya. Apalagi, untuk kasus penulisan Alquran, yang dilakukan setelah nabi wafat. Demikian pula dengan kasus penulisan Injil, yang ditulis berdasar penuturan sahabat-sahabat Jesus seperti Lukas, Paul, Johannes dan lain sebagainya. Percontohan dalam karya sastra Indonesia, mungkin bisa ditemui pada novel “Para Priyayi” (1992) Umar Kayam, yang pembagian bab-nya ditulis menurut sudut pandang “aku” tokoh-tokohnya. Atau pada lahirnya novel kwarternarius “Bumi Manusia” (1980) Pramoedya Ananta Toer. Yang konon sebelum dituliskan, justeru dilisankan. Didongengkan terlebih dulu kepada sesama napi di Pulau Buru, untuk kemudian baru ditulis.

Serat Centhini (1815) berada dalam nasib berbeda, karena ia “hanya” sastra Jawa, yang tentu tidak segawat kasus penulisan kitab agama yang membutuhkan kesahihan dan kecanggihan. Demikian pula, ia bukan sastra teks Indonesia yang “mulia”, yang mempunyai para ahli kritiknya masing-masing. Sehingga perlu ada studi perbandingan atau studi kritis, sebagaimana dialami oleh Umar Kayam atau Pramoedya.

2

21/2 <1+1> Kanjeng Susuhunan Pakubuwono VI / Raden Mas Sapardan (Sinuhun Bangun Tapa) [Pakubuwono VI]
lahir: 26 April 1807, Surakarta
perkawinan: <3> Ratu Mas [?]
perkawinan: <4> Ratansari [?]
gelar: 15 September 1823 - 1830, Susuhunan of Surakarta
wafat: 2 Juni 1849, Ambon, Pakubuwana VI meninggal dunia di Ambon pada tanggal 2 Juni 1849. Menurut laporan resmi Belanda, ia meninggal karena kecelakaan saat berpesiar di laut. Pada tahun 1957 jasad Pakubuwana VI dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri, yaitu kompleks pemakaman keluarga raja keturunan Mataram. Pada saat makamnya digali, ditemukan bukti bahwa tengkorak Pakubuwana VI berlubang di bagian dahi. Menurut analisis Jend. TNI Pangeran Haryo Jatikusumo (putra Pakubuwana X), lubang tersebut seukuran peluru senapan Baker Riffle. Ditinjau dari letak lubang, Pakubuwana VI jelas bukan mati karena bunuh diri, apalagi kecelakaan saat berpesiar. Raja Surakarta yang anti penjajahan ini diperkirakan mati dibunuh dengan cara ditembak pada bagian dahi.
Sri Susuhunan Pakubuwana VI (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, 26 April 1807 – meninggal di Ambon, 2 Juni 1849 pada umur 42 tahun) adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1823 – 1830. Ia dijuluki pula dengan nama Sinuhun Bangun Tapa, karena kegemarannya melakukan tapa brata.

Sunan Pakubuwana VI telah ditetapkan pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional berdasarkan S.K. Presiden RI No. 294 Tahun 1964, tanggal 17 November 1964.

Asal-Usul Nama aslinya adalah Raden Mas Sapardan, putra Pakubuwana V yang lahir dari istri Raden Ayu Sosrokusumo, keturunan Ki Juru Martani. Ia dilahirkan pada tanggal 26 April 1807.

Pakubuwana VI naik takhta tanggal 15 September 1823, selang sepuluh hari setelah kematian ayahnya.

Hubungan dengan Pangeran Dipanegara Pakubuwana VI adalah pendukung perjuangan Pangeran Diponegoro, yang memberontak terhadap Kesultanan Yogyakarta dan pemerintah Hindia Belanda sejak tahun 1825. Namun, sebagai seorang raja yang terikat perjanjian dengan Belanda, Pakubuwana VI berusaha menutupi persekutuannya itu.

Penulis naskah-naskah babad waktu itu sering menutupi pertemuan rahasia Pakubuwana VI dengan Pangeran Diponegoro menggunakan bahasa simbolis. Misalnya, Pakubuwana VI dikisahkan pergi bertapa ke Gunung Merbabu atau bertapa di Hutan Krendawahana. Padahal sebenarnya, ia pergi menemui Pangeran Diponegoro secara diam-diam.

Pangeran Diponegoro juga pernah menyusup ke dalam keraton Surakarta untuk berunding dengan Pakubuwana VI seputar sikap Mangkunegaran dan Madura. Ketika Belanda tiba, mereka pura-pura bertikai dan saling menyerang. Konon, kereta Pangeran Diponegoro tertinggal dan segera ditanam di dalam keraton oleh Pakubuwana VI.

Dalam perang melawan Pangeran Diponegoro, Pakubuwana VI menjalankan aksi ganda. Di samping memberikan bantuan dan dukungan, ia juga mengirim pasukan untuk pura-pura membantu Belanda. Pujangga besar Ranggawarsita mengaku semasa muda dirinya pernah ikut serta dalam pasukan sandiwara tersebut.

Penangkapan oleh Belanda Patung Pakubuwana VI di keraton SurakartaBelanda akhirnya berhasil menangkap Pangeran Diponegoro pada tanggal 28 Maret 1830. Sasaran berikutnya ialah Pakubuwana VI. Kecurigaan Belanda dilatarbelakangi oleh penolakan Pakubuwana VI atas penyerahan beberapa wilayah Surakarta kepada Belanda.

Belanda berusaha mencari bukti untuk menangkap Pakubuwana VI. Juru tulis keraton yang bernama Mas Pajangswara (ayah Ranggawarsita) ditangkap untuk dimintai keterangan. Sebagai anggota keluarga Yasadipura yang anti Belanda, Pajangswara menolak membocorkan hubungan rahasia Pakubuwana VI dengan Pangeran Diponegoro. Ia akhirnya mati setelah disiksa secara kejam. Konon jenazahnya ditemukan penduduk di sekitar Luar Batang.

Belanda tetap saja menangkap Pakubuwana VI dan membuangnya ke Ambon pada tanggal 8 Juni 1830 dengan alasan bahwa Mas Pajangswara sudah membocorkan semuanya, dan kini ia hidup nyaman di Batavia.

Fitnah yang dilancarkan pihak Belanda ini kelak berakibat buruk pada hubungan antara putra Pakubuwana VI, yaitu Pakubuwana IX dengan putra Mas Pajangswara, yaitu Ranggawarsita.

Pakubuwana IX sendiri masih berada dalam kandungan ketika Pakubuwana VI berangkat ke Ambon. Takhta Surakarta kemudian jatuh kepada paman Pakubuwana VI, yang bergelar Pakubuwana VII.

Misteri Kematian Pakubuwana VI meninggal dunia di Ambon pada tanggal 2 Juni 1849. Menurut laporan resmi Belanda, ia meninggal karena kecelakaan saat berpesiar di laut. Pada tahun 1957 jasad Pakubuwana VI dipindahkan dari Ambon ke Astana Imogiri, yaitu kompleks pemakaman keluarga raja keturunan Mataram. Pada saat makamnya digali, ditemukan bukti bahwa tengkorak Pakubuwana VI berlubang di bagian dahi. Menurut analisis Jend. TNI Pangeran Haryo Jatikusumo (putra Pakubuwana X), lubang tersebut seukuran peluru senapan Baker Riffle.

Ditinjau dari letak lubang, Pakubuwana VI jelas bukan mati karena bunuh diri, apalagi kecelakaan saat berpesiar. Raja Surakarta yang anti penjajahan ini diperkirakan mati dibunuh dengan cara ditembak pada bagian dahi.
32/2 <1+2> Raden Ayu Sekarkedhaton [Pakubuwono V] 43/2 <1> Gusti Pangeran Haryo Suryoningrat [Pakubuwono V] 54/2 <1> Gusti Pangeran Haryo Sinduseno [Pakubuwono V]

3

81/3 <4+6> Bendoro Raden Mas Sukirman (Bendoro Pangeran Haryo Cokronagoro) [Pakubuwono V]
perkawinan: <7> Raden Ayu Rogasmoro [Rogasmoro]
penguburan: Astana Gunungsari, Kartasura, Sukoharjo
92/3 <4+6> Bendoro Raden Mas Okotdiyat (Bendoro Pangeran Haryo Cokrodiningrat) [Pakubuwono V]
63/3 <2+3> Kanjeng Susuhunan Pakubuwono IX / Pangeran Prabuwijaya (Raden Mas Duksino) [Pakubuwono IX]
lahir: 22 Desember 1830, Surakarta
perkawinan: <12> Raden Ayu Kustiyah [Amangkurat IV]
perkawinan: <13> Raden Ayu Pujokusumo [Pujokusumo]
gelar: 30 Desember 1861 - 16 Maret 1893, Surakarta, Susuhunan Surakarta IX bergelar Pakubuwono IX
wafat: 16 Maret 1893, Surakarta
Sri Susuhunan Pakubuwana IX (lahir: Surakarta, 1830 – wafat: Surakarta, 1893) adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1861 – 1893.

Kisah Pemerintahan Nama aslinya adalah Raden Mas Duksino, putra Pakubuwana VI. Ia masih berada di dalam kandungan ketika ayahnya dibuang ke Ambon oleh Belanda karena mendukung pemberontakan Pangeran Diponegoro. Ia sendiri kemudian lahir pada tanggal 22 Desember 1830.

Pakubuwana IX naik takhta menggantikan Pakubuwana VIII (paman ayahnya) pada tanggal 30 Desember 1861. Pemerintahannya ini banyak dilukiskan oleh Ronggowarsito dalam karya-karya sastranya, misalnya dalam Serat Kalatida.

[[Hubungan antara Pakubuwana IX dengan Ronggowarsito]] sendiri kurang harmonis karena fitnah pihak Belanda bahwa Mas Pajangswara (ayah Ronggowarsito yang menjabat sebagai juru tulis keraton) telah membocorkan rahasia persekutuan antara Pakubuwana VI dengan Pangeran Diponegoro. Akibatnya, Pakubuwana VI pun dibuang ke Ambon. Hal ini membuat Pakubuwana IX membenci keluarga Mas Pajangswara, padahal juru tulis tersebut ditemukan tewas mengenaskan karena disiksa dalam penjara oleh Belanda.

Ronggowarsito sendiri berusaha memperbaiki hubungannya dengan raja melalui persembahan naskah Serat Cemporet. Saat itu karier Ronggowarsito sendiri sudah memasuki senja. Ia mengungkapkan kegelisahan hatinya melalui Serat Kalatida, karyanya yang sangat populer.

Dalam Serat Kalatida, Ronggowarsito memuji Pakubuwana IX sebagai raja bijaksana, namun dikelilingi para pejabat yang suka menjilat mencari keuntungan pribadi. Zaman itu disebutnya sebagai Zaman Edan.

Pemerintahan Pakubuwana IX berakhir saat kematiannya pada tanggal 16 Maret 1893. Ia digantikan putranya sebagai raja Surakarta selanjutnya, bergelar Pakubuwana X.
114/3 <2> Gusti Raden Ayu Cokrodiningrat [Pakubuwono VI]
wafat: 1882
125/3 <2> Gusti Raden Ajeng Sapariyem (Gusti Raden Ayu Cokrodiningrat) [Pakubuwono VI] 76/3 <2> Raden Ayu Chodidjah [Pakubuwono]
107/3 <2> Gusti Raden Ayu Cokrodiningrat [Pakubuwono VI]
138/3 <5> Bendoro Kanjeng Pangeran Tumenggung Brotokusumo [Pakubuwono V]

4

281/4 <8> Raden Mas Ngabehi Wirosoekirno [Pakubuwono V]
penguburan: Astana Gunungsari, Kartasura, Sukoharjo
292/4 <8> Raden Ajeng Suharti (R. A. T. Boedjonagoro) [Pakubuwono V]
perkawinan: <14> K. R. M. T. Boedjonagoro [Boedjonagoro]
penguburan: Astana Gentan
313/4 <9+8> Raden Mas Honggosuroyo (K. R. M. H. Honggodiningrat) [Pakubuwono V]
perkawinan: <15> Nyai Lurah Sastrowanodya [Sastrodipuro]
penguburan: Kartasura, Sukoharjo
KRMH. Honggodiningrat meninggal tanpa memiliki keturunan.
324/4 <9+8> Raden Mas Honggosurasto (R. M. P. Tjondrodiningrat) [Pakubuwono V]
penguburan: Astana Jambon, Surakarta
335/4 <9+9> Raden Ajeng Suciyat (R. A. Joedoprodjo) [Pakubuwono V]
perkawinan: <16> Raden Mas Ngabehi Joedoprodjo I [Joedoprodjo I]
penguburan: Astana Sondakan, Surakarta
346/4 <9+10> Raden Mas Sunu (R. M. P. Tjokroatmodjo) [Pakubuwono V]
penguburan: Kartasura, Sukoharjo
RMP. Tjokroatmodjo tidak memiliki anak.
357/4 <9+9> Raden Ajeng Sutami (R. A. Darpopranoto) [Pakubuwono V]
penguburan: Astana Mlaten, Semarang
RA. Darpopranoto menikah dan tidak memiliki keturunan.
368/4 <9+9> Raden Mas Syarif Saparkun Ali Muntoho (Raden Mas Djojosapoetro) [Pakubuwono V]
perkawinan: <17> R. A. Djojosapoetro [Joyodiningrat]
perkawinan: <18> Raden Nganten Setijoningsih [Roto]
penguburan: Astana Turiloyo, Surakarta
379/4 <9+11> Raden Mas Sarju (R. M. P. Brodjosasono) [Pakubuwono V]
penguburan: Kartasura, Sukoharjo
3810/4 <9+9> Raden Ajeng Kusmirah (R. A. Mangkoedirdjo) [Pakubuwono V]
perkawinan: <19> Raden Mas Ngabehi Mangkoedirdjo [Mangkoedirdjo]
penguburan: Astana Tejabang, Simo, Boyolali
3911/4 <9+9> Raden Ajeng Sukamsiyah (R. A. Singoprono) [Pakubuwono V]
perkawinan: <20> Raden Mas Ngabehi Singoprono [Singoprono]
penguburan: Pajang, Laweyan, Surakarta
4012/4 <12+9!> Bendoro Raden Ajeng Surtiyem (B. R. A. Praboeningrat) [Pakubuwono V] 4113/4 <12+9!> Bendoro Raden Ajeng Sumartinah (B. R. A. Tjokrosapoetro) [Pakubuwono V]
penguburan: Astana Laweyan, Surakarta
BRA. Tjokrosapoetro menikah dan tidak memiliki anak.
4214/4 <12+9!> Bendoro Raden Ajeng Sumartiyah (B. R. A. Wirowirjono) [Pakubuwono V]
perkawinan: <21> Raden Mas Ngabehi Wirowirjono [Wirowirjono]
penguburan: Astana Manang Kaonderan, Grogol, Sukoharjo
4315/4 <12+9!> Bendoro Raden Mas Sutejo (R. M. H. Notoningrat) [Pakubuwono V]
penguburan: Kartasura, Sukoharjo
RMH. Notoningrat menikah dan tidak memiliki anak.
4516/4 <12+9!> Bendoro Raden Ajeng Suskandani (B. R. A. Brotodipoero) [Pakubuwono V]
perkawinan: <22> Raden Ngabehi Brotodipoero [Brotodipoero]
penguburan: Kadilangu, Demak
4617/4 <9+12!> Bendoro Raden Mas Susmadi (R. M. H. Diponingrat) [Pakubuwono V]
penguburan: Kartasura, Sukoharjo
RMH. Diponingrat meninggal saat muda dan belum menikah.
1418/4 <6+12> Kanjeng Susuhunan Pakubuwono X / Sunan Panutup (Raden Mas Malikul Kusno) [Pakubuwono X]
lahir: 29 November 1866, Surakarta
perkawinan: <23> Ratu Mandayaretna [Pakubuwono III]
perkawinan: <24> B. R. A. Soemarti [Mangkunegara IV]
perkawinan: <25> R. A. Pandamroekmi [Pandamroekmi]
perkawinan: <26> R. A. Tranggonoroekmi [Tranggonoroekmi]
perkawinan: <27> B. R. A. Retno Poernomo [Rejodipuro]
gelar: 30 Maret 1893 - 1 Februari 1939, Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwana X
perkawinan: <28> Gusti Kanjeng Ratu Hemas [Hb.7.61] [Hamengku Buwono VII] d. 28 Mei 1944, Yogyakarta
wafat: 1 Februari 1939, Surakarta
Sri Susuhunan Pakubuwana X (lahir: Surakarta, 1866 – wafat: Surakarta, 1939) adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah tahun 1893 – 1939.

Kisah Kelahiran Nama aslinya adalah Raden Mas Malikul Kusno, putra Pakubuwana IX yang lahir dari permaisuri Raden Ayu Kustiyah, pada tanggal 29 November 1866. Konon, kisah kelahirannya menjadi cermin ketidakharmonisan hubungan antara ayahnya dengan pujangga Ranggawarsita. Dikisahkan, pada saat Ayu Kustiyah baru mengandung, Pakubuwana IX bertanya apakah anaknya kelak lahir laki-laki atau perempuan. Ranggawarsita menjawab kelak akan lahir hayu. Pakubuwana IX kecewa mengira anaknya akan lahir cantik alias perempuan. Padahal ia berharap mendapat bisa putra mahkota dari Ayu Kustiyah.

Selama berbulan-bulan Pakubuwana IX menjalani puasa atau tapa brata berharap anaknya tidak lahir perempuan. Akhirnya, Ayu Kustiyah melahirkan Malikul Kusno. Pakubuwana IX dengan bangga menuduh ramalan Ranggawarsita meleset.

Ranggawarsita menjelaskan bahwa istilah hayu bukan berarti ayu atau "cantik", tetapi singkatan dari rahayu, yang berarti "selamat". Mendengar jawaban Ranggawarsita ini, Pakubuwana IX merasa dipermainkan, karena selama berbulan-bulan ia terpaksa menjalani puasa berat.

Ketidakharmonisan hubungan Pakubuwana IX dengan Ranggawarsita sebenarnya dipicu oleh fitnah pihak Belanda yang sengaja mengadu domba keturunan Pakubuwana VI dengan keluarga Yasadipuran.

Masa Pemerintahan

Kereta khusus untuk mengangkut jenazah Pakubuwana X ke Yogyakarta menuju pemakaman raja-raja Mataram di Imogiri.Malikul Kusno naik takhta sebagai Pakubuwana X pada tanggal 30 Maret 1893 menggantikan ayahnya yang meninggal dua minggu sebelumnya. Masa pemerintahannya ditandai dengan kemegahan tradisi dan suasana politik kerajaan yang cenderung stabil, di samping itu juga merupakan penanda babak baru bagi Kasunanan Surakarta dari kerajaan tradisional menuju era modern.Pakubuwono X menikah dengan Ratu Hemas (putri Raja Hamengkubuwono VII) dan dikaruniai seorang putri yang bernama GKR Pembajoen

Meskipun berada dalam tekanan politik pemerintah kolonial Hindia Belanda, namun melalui simbol budayanya Pakubuwana X tetap mampu mempertahankan wibawa kerajaan. Pakubuwana X sendiri juga mendukung organisasi Sarekat Islam cabang Solo, yang saat itu merupakan salah satu organisasi pergerakan nasional Indonesia.

Pakubuwana X meninggal dunia pada tanggal 1 Februari 1939. Ia disebut sebagai [[Sunan Panutup]] atau raja besar Surakarta yang terakhir oleh rakyatnya. Pemerintahannya kemudian digantikan oleh putranya yang bergelar Pakubuwana XI.
1519/4 <7+?> Raden Ayu Supadmi Nitisatimin [Majapahit]
1620/4 <6> Gusti Bendoro Raden Ayu Moerjati [Pakubuwono IX]
perkawinan: <29> Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat [Djojoadhiningrat] b. 13 September 1904 d. 17 Maret 1962
1721/4 <6> Gusti Pangeran Haryo Purbodiningrat ? (G.r.m. Abadi) [?]
1822/4 <6+13> G. P. H. Mlojokoesoemo [Pakubuwono IX] 1923/4 <6> G. P. H. Koesoemodiningrat [Pakubuwono IX] 2024/4 <6> G. P. H. Notokoesoemo [Pakubuwono IX]
2125/4 <6> Gusti Raden Mas Adamadi [Pakubuwono IX] 2226/4 <6> Gusti Raden Ajeng Samsikin [Pakubuwono IX]
2327/4 <6> Gusti Raden Mas Imam Dawut [Pakubuwono IX] 2428/4 <6> Gusti Raden Mas Sutindro (G. P. H. Praboeningrat) [Pakubuwono IX] 2529/4 <6> Gusti Raden Mas Kanapi (K. G. P. H. Mataram) [Pakubuwono IX]
2630/4 <6> Gusti Raden Mas Janoko (G. P. H. Notodiningrat) [Pakubuwono IX]
2731/4 <6> Gusti Raden Ajeng Samsinah (G. R. A. Adipati Sosrodiningrat) [Pakubuwono IX] 3032/4 <8+7> Raden Mas Suhardi (K. R. M. H. Tjokroatmodjo) [Pakubuwono V]
4433/4 <12+9!> Bendoro Raden Mas Sayidiman [Pakubuwono V]
BRM. Sayidiman meninggal di usia muda dan belum menikah.

5

781/5 <28> Raden Ajeng Sukinah (R. A. Tirtoprodjo) [Pakubuwono V]
perkawinan: <37> Raden Mas Ngabehi Tirtoprodjo [Tirtoprodjo]
penguburan: Astana Ngendhen
RA. Tirtoprodjo meninggal tanpa memiliki keturunan.
832/5 <29+14> Raden Ajeng Menik (R. A. Prodjoprawiro) [Boedjonagoro]
perkawinan: <38> Raden Mas Ngabehi Prodjoprawiro [Prodjoprawiro]
penguburan: Astana Ngendhen
843/5 <29+14> Raden Mas Suharto (Raden Mas Ngabehi Atmokoemoro) [Boedjonagoro]
penguburan: Astana Gentan
854/5 <29+14> Raden Mas Hartono (Raden Mas Ngabehi Dwidjopranoto) [Boedjonagoro]
perkawinan: <39> Kenjosarojo [?]
penguburan: Astana Gentan
865/5 <29+14> Raden Ajeng Minah (R. A. Mangkoesapoetro) [Boedjonagoro]
perkawinan: <111!> Raden Mas Besar (R. M. Lr. Tarpohartono) [Mangkoedirdjo]
penguburan: Astana Tejabang, Simo, Boyolali
876/5 <29+14> Raden Ajeng Menuk (R. A. Mangoenatmoko) [Boedjonagoro]
penguburan: Astana Gentan
897/5 <29+14> Raden Ajeng Menah (R. A. Worosoegondo) [Boedjonagoro]
perkawinan: <40> R. M. P. Worosoegondo [Worosoegondo]
penguburan: Astana Bibis Luhur, Surakarta
928/5 <29+14> Raden Ajeng Sulastri (R. A. Tarpohartono) [Boedjonagoro]
penguburan: Astana Tejabang, Simo, Boyolali
949/5 <32> Raden Mas Sumadi (Raden Mas Bekel Wignjopanembang) [Pakubuwono V]
penguburan: Astana Jambon, Surakarta
9510/5 <32> Raden Mas Saban [Pakubuwono V]
penguburan: Astana Jambon, Surakarta
5311/5 <14+27> Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Kusumoyudo [Pb.10.5] (Bendoro Raden Mas Abimanyu) [Pakubuwono X]
lahir: 17 Januari 1884
perkawinan: <41> Gusti Kanjeng Ratu Hangger II [Hb.7.33] [Hamengku Buwono VII] , <42> R. A. Setiopoespito [Setiopoespito] b. 1894? d. 16 Mei 1985
wafat: 16 Januari 1956
penguburan: Imogiri, Bantul
4712/5 <14+23> Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XI [Pakubuwono XI]
Sri Susuhunan Pakubuwana XI (lahir: Surakarta, 1886 – wafat: Surakarta, 1945) adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah pada tahun 1939 – 1945.

Riwayat Pemerintahan Nama aslinya adalah Raden Mas Antasena, putra Pakubuwana X yang lahir dari permaisuri Ratu Mandayaretna, pada tanggal 1 Februari 1886. Ia naik takhta sebagai Pakubuwana XI pada tanggal 26 April 1939.

Pemerintahan Pakubuwana XI terjadi pada masa sulit, yaitu bertepatan dengan meletusnya Perang Dunia Kedua. Ia juga mengalami pergantian pemerintah penjajahan dari tangan Belanda kepada Jepang sejak tahun 1942. Pihak Jepang menyebut Surakarta dengan nama Solo Koo.Ia digantikan Pakubuwana XII
4913/5 <14+28> Kanjeng Pangeran Haryo Djatikusumo [Pb.10.23] (Bendoro Kanjeng Pangeran Haryo Purbonegoro) [Pakubuwono X]
lahir: 1 Juli 1917, Solo
perkawinan: <50> Bendoro Raden Ayu Jatikusumo [Hb.7.78] (R. A. Soeharsi Widianti) [Hamengku Buwono VII] , Yogyakarta
lahir: 1 Juni 1946 - 1 Maret 1948, Rembang, Panglima Divisi V Ronggolawe
pekerjaan: 1948 - 1949, Jakarta, Kepala Staf TNI Angkatan Darat I
pekerjaan: 1958 - 1960, Singapura, Duta Besar RI untuk Singapura
pekerjaan: 1959 - 1960, Jakarta, Menteri Muda Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon Kabinet Kerja I
pekerjaan: 1960 - 1962, Jakarta, Menteri Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon Kabinet Kerja II
pekerjaan: 1962 - 1963, Jakarta, Menteri Muda Perhubungan Darat dan Pos, Telegraf dan Telepon Kabinet Kerja III
wafat: 4 Juli 1992
6114/5 <14+28> G. K. R. Pembajoen [Pakubuwono X]
lahir: 25 Maret 1919
perkawinan: <51> R. A. A. M. Sis Tjakraningrat [Cakraadiningrat II] d. 24 September 1992
wafat: 10 Juli 1988, Ciputat, Tangerang Selatan
penguburan: Imogiri, Bantul
5415/5 <14> Kanjeng Pangeran Haryo Suryohamijoyo [Pb.10.32] [Pakubuwono X] 4816/5 <14> G.p.h.k. Suryo Suman [Pakubuwono X] 5017/5 <15> Raden Ayu Suparmi M. Mulyadi [Majapahit]
5118/5 <14+27> Gusti Bendoro Raden Ayu Retno Puwoso [Pakubuwono X] 5219/5 <14> Bendoro Raden Ayu Suryodiningrat [Pb.10.?] (Bendoro Raden Ajeng Kusatima) [Pakubuwono X] 5520/5 <16+29> Raden Ayu Srioerip [Pakubuwono IX]
5621/5 <16+29> Raden Ayu Sri Noerwati [Pakubuwono IX]
5722/5 <17+?> Ratu Kemalasari ? (G.p.h. Purbodiningrat) [?] 5823/5 <14> Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hadiwidjojo Maharsi Tama [Pakubuwono X]
KGPH. Hadiwidjojo merupakan pendiri Universitas Saraswati, Surakarta
5924/5 <18+30> B. R. M. P. Mlojosoeripto [Pakubuwono IX] 6025/5 <18+30> Raden Mas Prijokoesoemo [Pakubuwono IX]
Tinggal di Bekonang, Sukoharjo
6226/5 <19> K. R. M. T. Harjo Soerjoningrat [Pakubuwono IX]
6327/5 <20> Raden Mas Ngabehi Padmoprodjo [Pakubuwono IX]
6428/5 <14> G. P. H. Poespokoesoemo [Pakubuwono X]
6529/5 <23+33> Raden Mas Suleman [Pakubuwono IX]
6630/5 <23+33> Raden Mas Salaman [Pakubuwono IX] 6731/5 <23+33> Raden Mas Salamun [Pakubuwono IX] 6832/5 <23+33> Bendoro Raden Mas Sumarmo [Pakubuwono IX]
6933/5 <14> G. R. A. Koesprapti [Pakubuwono X] 7034/5 <14> Gusti Raden Ajeng Kusniyah (G. K. R. Alit) [Pakubuwono X] 7135/5 <14+25> G. R. A. Koesdinah (G. R. A. Brotodiningrat) [Pakubuwono X]
G. R. A. Brotodiningrat adalah seorang tokoh paranormal yang menjadi penasihat spiritual/Kejawen Keraton Surakarta.
7236/5 <19+31> B. R. A. Soewarni [Pakubuwono IX] 7337/5 <19+31> B. R. A. Soewarsi [Pakubuwono IX] 7438/5 <19+31> K. P. H. Tjokrokoesoemo [Pakubuwono IX]
K. P. H. Tjokrokoesoemo adalah menantu Pakubuwono X.
7539/5 <25> B. P. H. Mataram [Pakubuwono IX] 7640/5 <14+26> G. R. A. Koes Salbijah (G. R. A. Poernomo Hadiningrat) [Pakubuwono X] 7741/5 <26> K. R. M. T. H. Prawirodiningrat [Pakubuwono IX]
7942/5 <28> Raden Ajeng Suhinah (R. A. Wongsotjoendoko) [Pakubuwono V] 8043/5 <28> R. A. Tjokrohardojo [Pakubuwono V]
8144/5 <28> Raden Mas Suharjo [Pakubuwono V]
8245/5 <28> Raden Ajeng Suhur (R. A. Wirjosoebroto) [Pakubuwono V] 8846/5 <29+14> Raden Ajeng Sumi (R. A. Wirjohartono) [Boedjonagoro] 9047/5 <29+14> Raden Ajeng Hardinah [Boedjonagoro]
Raden Ajeng Hardinah meninggal di usia muda dan belum menikah.
9148/5 <29+14> Raden Ajeng Mublak (R. A. Hardjosoemarto) [Boedjonagoro] 9349/5 <30> Raden Mas Bambang Sudarsono [Pakubuwono V]
9650/5 <32> Raden Ajeng Sumasiyah (R. A. Djajengresmi) [Pakubuwono V] 9751/5 <32> Raden Mas Suwandi [Pakubuwono V]
RM. Suwandi meninggal di usia muda dan belum menikah.
9852/5 <33+16> Raden Mas Ngabehi Djojosoewarno [Joedoprodjo I]
9953/5 <33+16> R. M. M. Djohar Kamit (Raden Mas Ngabehi Doetosarsono) [Joedoprodjo I]
10054/5 <33+16> Raden Mas Setyoso (Raden Mas Ngabehi Joedoprodjo II) [Joedoprodjo I]
10155/5 <33+16> Raden Ajeng Sucinah (R. A. Mangoenwiradi) [Joedoprodjo I] 10256/5 <33+16> Raden Mas Sudarman [Joedoprodjo I]
RM. Sudarman meninggal di usia muda dan belum menikah.
10357/5 <36+17> Raden Mas Sumanto [Pakubuwono V]
10458/5 <36+17> Raden Mas Sunarso [Pakubuwono V]
10559/5 <36+17> Raden Ajeng Siti Mukjinah (R. A. Honggopradoto) [Pakubuwono V] 10660/5 <36+17> Raden Ajeng Siti Aminah (R. A. Prodjodikromo) [Pakubuwono V] 10761/5 <36+18> Raden Ajeng Siti Mukminah (R. A. Tjokrosoejitno) [Pakubuwono V] 10862/5 <36+18> Raden Ajeng Siti Patimah (R. A. Djahartiman Djojosangodjo) [Pakubuwono V] 10963/5 <37> Raden Ajeng Prekis (R. A. Gondohoetomo) [Pakubuwono V] 11064/5 <37> Raden Ajeng Tantinah (R. A. Tjokrosoesastro) [Pakubuwono V] 11165/5 <38+19> Raden Mas Besar (R. M. Lr. Tarpohartono) [Mangkoedirdjo] 11266/5 <38+19> Raden Ajeng Sutinah (R. A. Sosrosoegondo) [Mangkoedirdjo] 11367/5 <38+19> Raden Ajeng Sutiyah (R. A. Atmodjahnawi) [Mangkoedirdjo]
11468/5 <38+19> Raden Mas Sudirham [Mangkoedirdjo]
11569/5 <24+40!> Bendoro Raden Mas Mujadi (B. P. H. Tjokrodiningrat) [Pakubuwono IX] 11670/5 <24+40!> Bendoro Raden Mas Istijab (Raden Mas Ngabehi Hendrodiprodjo) [Pakubuwono IX]
11771/5 <24+40!> Bendoro Raden Mas Mujono [Pakubuwono IX]
BRM. Mujono meninggal di usia muda dan belum memiliki anak.
11872/5 <24+40!> Bendoro Raden Ajeng Hartati (R. A. Wiranto) [Pakubuwono IX] 11973/5 <42+21> Raden Ajeng Sudinah [Wirowirjono]
RA. Sudinah meninggal dunia saat muda dan belum menikah.
12074/5 <42+21> Raden Mas Okotdijat Prawirohoetomo [Wirowirjono]
12175/5 <14> G. R. A. Koesindinah (G. R. A. Tjokrodiningrat) [Pakubuwono X] 12276/5 <14+27> G. R. A. Koesrahmani (G. R. A. Adipati Djojonegoro) [Pakubuwono X]
perkawinan: <84> K. P. H. Adipati Djojonegoro [Sosrodiningrat IV] , Keraton Surakarta Hadiningrat
12377/5 <14> G. R. A. Koestantinah (G. R. A. Woerjaningrat) [Pakubuwono X] 12478/5 <27+36> K. P. H. Woerjaningrat [Sosrodiningrat IV]

6

1691/6 <58> Bendoro Raden Mas Hapsoro Wresnowiro (K. P. H. Djojoningprang) [Pakubuwono X]
pekerjaan: Rektor Universitas Islam Sultan Agung, Semarang
perkawinan: <170!> B. R. A. Koespinah [Paku Alam VII]
BRM. Hapsoro Wresnowiro adalah teman BRM. Dorodjatoen (Sri Sultan Hamengkubuwono IX) saat kuliah di Belanda.
1262/6 <51+57> Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII / Bendoro Raden Mas Haryo Sularso Kunto Suratno (Kanjeng Pangeran Haryo Prabu Suryodilogo) [Pakualaman]
lahir: 10 April 1910, Yogyakarta
perkawinan: <86> Kanjeng Bendoro Raden Ayu Purnamaningrum [Pakualaman]
perkawinan: <87> Kanjeng Raden Ayu Ratnaningrum [?]
gelar: 13 April 1937, Yogyakarta, Kanjeng Pangeran Haryo Prabu Suryodilogo
gelar: 1942 - 11 September 1998, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII
pekerjaan: 1 Oktober 1988 - 3 Oktober 1998, Yogyakarta, Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta
wafat: 11 September 1998, Yogyakarta
Pendidikan yang ditempuh adalah Europesche Lagere School Yogyakarta, Christelijk MULO Yogyakarta, AMS B Yogyakarta, Rechtshoogeschool te Batavia (Sekolah Tinggi Hukum di Jakarta - sampai tingkat candidaat). Pada 13 April 1937 ia ditahtakan sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Prabu Suryodilogo menggantikan mendiang ayahnya. Setelah kedatangan Bala Tentara Jepang pada tahun 1942 ia mulai menggunakan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam VIII.

Pada 19 Agustus 1945 bersama Hamengkubuwono IX, Paku Alam VIII mengirimkan telegram kepada Sukarno dan Hatta atas berdirinya RI dan terpilihnya mereka sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Pada 5 September 1945 secara resmi KGPAA Paku Alam VIII mengeluarkan Amanat/Maklumat (semacam dekrit kerajaan) bergabungnya Kadipaten Pakualaman dengan Negara Republik Indonesia. Sejak saat itulah kerajaan terkecil pecahan Mataram ini menjadi daerah Istimewa. Melalui Amanat Bersama antara Hamengkubuwono IX dan Paku Alam VIII dan dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Daerah Yogyakarta pada tanggal 30 Oktober tahun yang sama, ia berdua sepakat untuk menggabungkan Daerah Kasultanan dan Kadipaten dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

Jabatan yang dipangku selanjutnya adalah Wakil Kepala Daerah Istimewa, Wakil Ketua Dewan Pertahanan DIY (Oktober 1946), Gubernur Militer DIY dengan pangkat Kolonel (1949 setelah agresi militer II). Mulai tahun 1946-1978 Paku Alam VIII sering menggantikan tugas sehari-hari Hamengkubuwono IX sebagai kepala daerah istimewa karena kesibukan Hamengkubuwono IX sebagai menteri dalam berbagai kabinet RI. Selain itu ia juga menjadi Ketua Panitia Pemilihan Daerah DIY dalam pemilu tahun 1951, 1955, dan 1957; Anggota Konstituante (November 1956); Anggota MPRS (September 1960) dan terakhir adalah Anggota MPR RI masa bakti 1997-1999 Fraksi Utusan Daerah.

Setelah Hamengkubuwono IX mangkat pada tahun 1988, Paku Alam VIII menggantikan sang mendiang menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta sampai akhir hayatnya pada tahun 1998. Perlu ditambahkan bahwa pada 20 Mei 1998 ia bersama Hamengkubuwono X mengeluarkan Maklumat untuk mendukung Reformasi Damai untuk Indonesia. Maklumat tersebut dibacakan di hadapan masyarakat dalam acara yang disebut Pisowanan Agung. Beberapa bulan setelahnya ia menderita sakit dan meninggal pada tahun yang sama. Sri Paduka Paku Alam VIII tercatat sebagai wakil Gubernur terlama (1945-1998) dan Pelaksana Tugas Gubernur terlama (1988-1998) serta Pangeran Paku Alaman terlama (1937-1998).
1673/6 <47+48> G. R. M. Soerjosoeksoro (G. P. H. Notopoero) [Pakubuwono XI]
lahir: 15 Juli 1922
1254/6 <47+43> Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII [Pakubuwono XII]
lahir: 4 April 1925, Surakarta
perkawinan: <88> Kanjeng Raden Ayu Pradapaningrum [Pakubuwono]
perkawinan: <88!> Kanjeng Raden Ayu Pradapaningrum [Pakubuwono]
perkawinan: <89> K. R. A. Retnodiningroem [Retnodiningroem] b. 1928? d. 13 Mei 2021
perkawinan: <90> K. R. A. Poedjoningroem [Poedjoningroem]
gelar: 11 Juni 1945 - 11 Januari 2004, Surakarta, Raja Susuhunan Surakarta ke-11 [1945-2004]
wafat: 11 Juni 2004, Surakarta
Sri Susuhunan Pakubuwana XII (lahir: Surakarta, Jawa Tengah, 1925 – wafat: Surakarta, Jawa Tengah, 2004) adalah raja Kasunanan Surakarta yang memerintah pada tahun 1945 – 2004.

Riwayat Pemerintahan Nama aslinya adalah Raden Mas Suryaguritna, putra Pakubuwana XI yang lahir dari permaisuri Raden Ayu Kuspariyah pada tanggal 14 April 1925. Ia naik takhta sebagai Pakubuwana XII pada tanggal 11 Juni 1945.

Awal pemerintahan Pakubuwana XII hampir bersamaan dengan lahirnya Republik Indonesia. Negara baru ini menjadikan Yogyakarta dan Surakarta sebagai provinsi-provinsi berstatus Daerah Istimewa.

Belanda yang tidak merelakan kemerdekaan Indonesia berusaha merebut kembali negeri ini dengan kekerasan. Pada bulan Januari 1946 ibu kota Indonesia terpaksa pindah ke Yogyakarta karena Jakarta jatuh ke tangan Belanda.

Pemerintahan Indonesia saat itu dipegang oleh Sutan Syahrir sebagai perdana menteri, selain Presiden Sukarno selaku kepala negara. Sebagaimana umumnya pemerintahan suatu negara, muncul golongan oposisi yang tidak mendukung sistem pemerintahan Sutan Syahrir, misalnya kelompok Jenderal Sudirman.

Karena Yogyakarta menjadi pusat pemerintahan, secara otomatis Surakarta yang merupakan saingan lama menjadi pusat oposisi. Kaum radikal bernama Barisan Banteng yang dipimpin Dr. Muwardi dengan berani menculik Pakubuwana XII sebagai bentuk protes terhadap pemerintah Indonesia.

Barisan Banteng berhasil menguasai Surakarta sedangkan pemerintah Indonesia tidak menumpasnya karena pembelaan Jendral Sudirman. Bahkan, Jendral Sudirman juga berhasil mendesak pemerintah sehingga mencabut status daerah istimewa yang disandang Surakarta. Sejak tanggal 1 Juni 1946 Kasunanan Surakarta hanya berstatus karesidenan yang menjadi bagian wilayah provinsi Jawa Tengah. Pemerintahan dipegang oleh kaum sipil, sedangkan kedudukan Pakubuwana XII hanya sebagai simbol saja.

Pada awal pemerintahannya, Pakubuwana XII dinilai gagal mengambil peran penting dan memanfaatkan situasi politik Republik Indonesia, sehingga pamornya di mata rakyat kalah dibanding Hamengkubuwana IX di Yogyakarta.

Meskipun gagal secara politik, namun Pakubuwana XII tetap menjadi figur pelindung kebudayaan Jawa. Pada zaman reformasi, para tokoh nasional, misalnya Gus Dur, tetap menghormatinya sebagai salah satu sesepuh tanah Jawa.

Pakubuwana XII meninggal dunia pada tanggal 11 Juni 2004. Sepeninggalnya [[terjadi perebutan takhta]] antara Pangeran Hangabehi dangan Pangeran Tejowulan, yang masing-masing menyatakan diri sebagai Pakubuwana XIII.
1725/6 <76+69> B. R. A. Moerjati Soedibjo [Hadiningrat]
lahir: 5 Januari 1928, Surakarta
perkawinan: <91> K. R. M. H. Soedibjo Poerbo Hadiningrat [Hadiningrat]
Hj. DR. BRA. Mooryati Soedibyo, S.S., M. Hum. adalah Wakil Ketua II Majelis Permusyawaratan Rakyat, Presiden Direktur Mustika Ratu, dan salah satu pencetus ide kontes pemilihan Puteri Indonesia yang digelar setiap tahun. Mooryati Soedibyo tercatat oleh MURI sebagai peraih gelar doktor tertua di Indonesia, dan sebagai "Empu Jamu". Ia juga masuk sebagai urutan nomor 7 dalam daftar 99 wanita paling berpengaruh di Indonesia 2007 versi majalah Globe Asia.

Biografi

Cucu Sri Susuhunan Pakoe Boewono X Keraton Surakarta ini terkenal dengan segala hal yang berkaitan dengan kecantikan, jamu tradisional, dan lingkungan keraton. Sejak usia 3 tahun ia tinggal di Keraton Surakarta yang dikenal sebagai sumber kebudayaan Jawa. Di keraton itu, ia mendapat pendidikan secara tradisional yang menekankan pada tata krama, seni tari klasik, kerawitan, membatik, ngadi saliro ngadi busono, mengenal tumbuh-tumbuhan berkhasiat, meramu jamu, dan kosmetika tradisional dari bahan alami, bahasa sastra Jawa, tembang dengan langgam mocopat, aksara Jawa Kuno, dan bidang seni lainnya.

Tahun 1973, hobi minum jamu Mooryati Soedibyo yang dilakukan sejak masih belia, akhirnya dikembangkannya sebagai usaha. Ramuan jamu resep Keraton Surakarta yang semula diberikan kepada teman-temannya, akhirnya berubah menjadi bisnis. Produknya mulai diekspor ke kurang lebih 20 negara, diantaranya Rusia, Belanda, Jepang, Afrika Selatan, Timur Tengah, Malaysia dan Brunei.[3] Produknya juga berkembang menjadi 800 buah produk, mulai dari balita, umum, super, dan premium. Diawali dengan produk untuk orang tua sampai dengan remaja puterinya.

Tahun 1990 ia meluncurkan ajang Puteri Indonesia, yang dikembangkannya setelah menyaksikan acara Miss Universe di Bangkok tahun 1990. Mooryati yang sering berkunjung ke luar negeri untuk mengadakan seminar, pameran mau pun sendiri mulai ingin membuat ajang Puteri Indonesia. Dari sini timbul keinginannya untuk membuat wanita Indonesia percaya diri tampil di dunia internasional.Hal ini sebelumnya telah dipelopori oleh Andi Nurhayati yang semenjak tahun 70-an menjadi pemegang franchise pengiriman Miss-miss-an kelas internasional, begitu pula nama majalah Femina yang sudah bertahun-tahun sebelumnya menyelenggarakan pemilihan Putri Remaja Indonesia, yang menghasilkan gadis-gadis paling enerjik, cerdas dan modern se Indonesia. Kini Mooryati Soedibyo, berupaya menggabungkan kesemua itu dalam ajang Pemilihan Puteri Indonesia.

Lalu ia mengeluarkan ide tersebut ke Badan Pengembangan Eksport Nasional, dan disetujui. Mooryati akhirnya membentuk Yayasan Puteri Indonesia dan menjadi Ketua Umum. Tapi ajang Pemilihan Puteri Indonesia tak sepenuhnya disetujui masyarakat. Bahkan menjadi polemik sampai sekarang. Mooryati sendiri telah berhasil mengadakan ajang Pemilihan Puteri Indonesia sampai yang ke-enam kalinya. Dan pernah vakum selama 3 tahun (1997,1998,1999) karena kondisi dan situasi negara yang tidak memungkinkan.
1316/6 <57+59> Pangeran Ratu Alidin Sukma Alamsyah (Raja Kotawaringin XV) [Raja Kotawaringin]
pekerjaan: 16 Mei 2010
1277/6 <48+56> Raden Ayu Suniati [Pakubuwono]
1288/6 <48+56> Raden Ayu Suniasri [Pakubuwono]
1299/6 <48+56> Bendoro Raden Mas Bambang Suryo Sunindyo [Pakubuwono]
13010/6 <50> Raden Ayu Sukesti Paring Wahyudi [Majapahit]
13211/6 <57+59> Pangeran Muasjidin Syah [Raja Kotawaringin]
13312/6 <54+52> Kanjeng Raden Mas Haryo Suryo Baswo S. [Hb.7.19.1.4] [Pakubuwono X]
13413/6 <54+52> Bendoro Raden Mas Suryo Danindro S. [Hb.7.19.1.3] [Pakubuwono X]
13514/6 <54+52> Bendoro Raden Ajeng Murhardining [Hb.7.19.1.2] (Bendoro Raden Ayu Cipto Yuwono) [Pakubuwono X] 13615/6 <54+52> Bendoro Raden Ajeng Kusniati [Hb.7.19.1.1] (Bendoro Raden Ayu Suryo) [Pakubuwono X]
13716/6 <57+59> Ratu Nur Ediningsih [Raja Kotawaringin]
13817/6 <57+59> Pangeran Arsyadinsyah [Raja Kotawaringin]
13918/6 <57+59> Pangeran Nuraruddinsyah [Raja Kotawaringin]
14019/6 <57+59> Pangeran Abidinsyah [Raja Kotawaringin]
14120/6 <57+59> Ratu Nur’aini Ratu Nur’aini [Raja Kotawaringin]
14221/6 <57+59> Ratu Nur Maulidinsyah Ratu Nur Maulidinsyah [Raja Kotawaringin]
14322/6 <57+59> Ratu Saptinah [Raja Kotawaringin]
14423/6 <58> B. R. A. Nedima Koesmarkiah [Pakubuwono X] 14524/6 <59+60> R. A. Francisca Heribertha Dewi Moerni [Pakubuwono IX] 14625/6 <61+51> Bendoro Raden Mas Munier Tjakraningrat (K. P. H. Pakuningrat) [Cakraadiningrat II] 14726/6 <63> R. A. Soejati [Pakubuwono IX]
14827/6 <64> Bendoro Raden Mas Puspo Makmun Firmansjah [Pakubuwono X]
14928/6 <66+61> R. A. Soesilastoeti [Pakubuwono IX]
15029/6 <66+62> Raden Mas Salam Dirdjokoesoemo [Pakubuwono IX]
15130/6 <67+63> R. A. Soetanti [Soetanti]
15231/6 <47+43> Gusti Raden Ajeng Sapariyam (G. K. R. Sekar Kedaton) [Pakubuwono XI]
15332/6 <69+64> R. A. Siti Handajoe Padmonagoro [Padmonagoro]
15433/6 <61+51> B. R. A. Koes Siti Marlia [Tjakraningrat]
15534/6 <61+51> B. R. A. Koes Sistijah Siti Mariana [Tjakraningrat]
15635/6 <61+?> Bendoro Raden Mas Muhammad Malikul Adil Tjakraningrat [Cakraadiningrat II]
15736/6 <54> K. P. H. Soerjo Windrojo Hamidjojo [Pakubuwono X]
15837/6 <70+75!> Bendoro Raden Mas Prawironagoro [Pakubuwono IX]
15938/6 <47+44> K. G. P. H. Mangkoeboemi [Pakubuwono XI]
16039/6 <47+44> G. K. R. Hajoe [Pakubuwono XI]
16140/6 <47+44> G. K. R. Bendoro [Pakubuwono XI]
16241/6 <47+44> G. K. R. Tjondrokirono [Pakubuwono XI] 16342/6 <47+46> G. R. M. Danoerwendo (K. G. P. H. Hangabehi) [Pakubuwono XI]
16443/6 <47+46> G. R. M. Soerjolelono (K. G. P. H. Praboewidjojo) [Pakubuwono XI]
16544/6 <47+46> G. R. A. Koesoemodartojo [Pakubuwono XI]
16645/6 <47+48> G. R. M. Soerjodarmojo (G. P. H. Bintoro) [Pakubuwono XI]
16846/6 <47+43> G. K. R. Kedaton [Pakubuwono XI]
17047/6 <51+57> B. R. A. Koespinah [Paku Alam VII] 17148/6 <76+69> B. R. A. Moertini [Hadiningrat]
17349/6 <76+69> B. R. A. Moertijah [Hadiningrat]
17450/6 <77> R. A. Sri Lasinah [Pakubuwono IX]
17551/6 <79+70> Raden Mas Soedadi [Wongsotjoendoko]
17652/6 <79+70> Raden Mas Soekardiman [Wongsotjoendoko]
17753/6 <81> R. A. Warsini [Pakubuwono V]
17854/6 <82+71> R. A. Soeginah (R. A. Sastrodipoero) [Wirjosoebroto]
17955/6 <82+71> Raden Mas Soegito (R. M. Lr. Gitosawego) [Wirjosoebroto]
18056/6 <82+71> R. A. Soegiati (R. A. Soedjoet) [Wirjosoebroto]
18157/6 <82+71> R. A. Doglong (R. A. Soemarno) [Wirjosoebroto]
18258/6 <82+71> Raden Mas Slamet Soebagijo [Wirjosoebroto]
18359/6 <82+71> R. A. Soegiah [Wirjosoebroto]
18460/6 <83+38> Raden Mas Soehardiman [Prodjoprawiro]
18561/6 <83+38> Raden Mas Martono [Prodjoprawiro]
18662/6 <83+38> Raden Mas Soediman [Prodjoprawiro]
18763/6 <83+38> Raden Mas Sajid Rahiman (R. M. P. Troenowirogo) [Prodjoprawiro]
18864/6 <83+38> R. A. Soemarti (R. A. Hadisoemarno) [Prodjoprawiro]
18965/6 <85+39> Raden Mas Soejono (Raden Mas Ngabehi Djojopranoto) [Boedjonagoro]
19066/6 <85+39> R. A. Sajekti (R. A. Sastromidjojo) [Boedjonagoro]
19167/6 <85> R. A. Soeharni (R. A. Darjoko) [Boedjonagoro]
19268/6 <85> Raden Mas Soenarno [Boedjonagoro]
19369/6 <88+72> Raden Mas Sajid Soehardjo [Wirjohartono]
19470/6 <88+72> R. A. Noek [Wirjohartono]
19571/6 <88+72> R. A. Soedinah (R. A. Troenowirogo II) [Wirjohartono]
19672/6 <88+72> Raden Mas Sajid Soerardjo [Wirjohartono]
19773/6 <88+72> Raden Mas Hartojo [Wirjohartono]
19874/6 <88+72> R. A. Hasrinah (R. A. Sastrosoesilo) [Wirjohartono]
19975/6 <89+40> Raden Mas Soedarman [Worosoegondo]
20076/6 <91+73> R. A. Martinah (R. A. Abdoelah Afandi) [Hardjosoemarto]
20177/6 <91+73> Raden Mas Aboedjono [Hardjosoemarto]
RM. Aboedjono gugur di masa Agresi Militer Belanda II.
20278/6 <91+73> Raden Mas Aboesanto [Hardjosoemarto]
20379/6 <91+73> Raden Mas Aboetoro [Hardjosoemarto]
20480/6 <91+73> Raden Mas Soemasto [Hardjosoemarto]
20581/6 <91+73> R. A. Marlijah (R. A. Soemarjo) [Hardjosoemarto]
20682/6 <94> Raden Mas Tjokroprawoto [Pakubuwono V]
20783/6 <94> Raden Mas Warsito [Pakubuwono V]
20884/6 <95> Raden Mas Soeminto [Pakubuwono V]
20985/6 <95> Raden Mas Soemitro [Pakubuwono V]
21086/6 <95> Raden Mas Soediro [Pakubuwono V]
21187/6 <96+74> Raden Mas Gondosoetanto [Djajengresmi]
21288/6 <96+74> Raden Mas Soeranto [Djajengresmi]
21389/6 <98> Raden Mas Soeprapto Hadisoerjo [Joedoprodjo I]
21490/6 <98> R. A. Koesrahmani (R. A. Danoenagoro) [Joedoprodjo I]
21591/6 <98> Raden Mas Toekoel Atmo Djojosoewarno [Joedoprodjo I]
21692/6 <98> R. M. Soedarmadi [Joedoprodjo I]
21793/6 <99> R. A. Srisajekti (R. A. Poerwosoegjanto) [Joedoprodjo I]
21894/6 <99> R. A. Retnosoejati (R. A. Soedono Tjokrosarsono) [Joedoprodjo I]
21995/6 <99> Raden Mas Soerjo Sandjojo [Joedoprodjo I]
22096/6 <100> R. A. Setijatinah (R. A. Soeminto) [Joedoprodjo I]
22197/6 <101+75> Raden Mas Widojo [Mangoenwiradi]
22298/6 <101+75> Raden Mas Wiratmoko [Mangoenwiradi]
22399/6 <101+75> R. A. Wirastoeti [Mangoenwiradi]
224100/6 <101+75> R. A. Wirasmani [Mangoenwiradi]
225101/6 <105+76> Raden Ajeng Sri Kamarin [Honggopradoto]
226102/6 <105+76> R. A. Sri Rahajoe (R. A. Darsono) [Honggopradoto]
227103/6 <105+76> Raden Mas Marjo [Honggopradoto]
228104/6 <105+76> Raden Mas Soemarno [Honggopradoto]
RM. Soemarno gugur selama Agresi Militer Belanda II.
229105/6 <105+76> Raden Mas Soemarso [Honggopradoto]
230106/6 <105+76> R. A. Menoek [Honggopradoto]
231107/6 <105+76> R. A. Srimartini [Honggopradoto]
232108/6 <106+77> R. A. Siti Roekmini (R. A. Soemasto) [Prodjodikromo]
233109/6 <106+77> R. A. Siti Karlinah (R. A. Soedarmasto) [Prodjodikromo]
234110/6 <107+78> Raden Mas Soejitno [Tjokrosoejitno]
235111/6 <107+78> Raden Mas Soejatno [Tjokrosoejitno]
236112/6 <107+78> Raden Mas Mochtarul Anam [Tjokrosoejitno]
237113/6 <107+78> R. A. Sakdijah [Tjokrosoejitno]
238114/6 <107+78> Raden Mas Moechtar Paridji [Tjokrosoejitno]
239115/6 <108+79> R. A. Siti Hardjinah [Djojosangodjo]
240116/6 <108+79> R. A. Siti Marinah [Djojosangodjo]
241117/6 <108+79> R. A. Siti Pandinah [Djojosangodjo]
242118/6 <108+79> R. A. Siti Mardikah [Djojosangodjo]
243119/6 <108+79> Raden Mas Soebardjo [Djojosangodjo]
244120/6 <108+79> Raden Mas Soenardjo [Djojosangodjo]
245121/6 <108+79> R. A. Siti Hartati [Djojosangodjo]
246122/6 <109+80> Raden Mas Amino Gondohoetomo [Gondohoetomo]
247123/6 <109+80> R. A. Srijatoen (R. A. Goenari) [Gondohoetomo]
248124/6 <109+80> R. A. Sardjoeni (R. A. Imam Soebarkah) [Gondohoetomo]
249125/6 <110+81> R. A. Koestijam (R. A. Tjokrosoedarsono) [Tjokrosoesastro]
250126/6 <110+81> R. A. Soewarti (R. A. Tjokrosoebroto) [Tjokrosoesastro]
251127/6 <110+81> Raden Mas Soehartono [Tjokrosoesastro]
252128/6 <110+81> Raden Mas Soedarjanto [Tjokrosoesastro]
253129/6 <86+111!> Raden Mas Doeliman [Mangkoedirdjo]
254130/6 <86+111!> R. A. Retno Djatmiko (R. A. Hadisapoetro) [Mangkoedirdjo]
255131/6 <86+111!> Raden Mas Maktal Tedjosapoetro [Mangkoedirdjo]
256132/6 <111+86!> Raden Mas Santjoko Mangkoeatmodjo [Mangkoedirdjo]
257133/6 <86+111!> R. A. Kantinah [Mangkoedirdjo]
258134/6 <112+82> R. A. Srijati (R. A. Hartosajono) [Hardjodiprodjo]
259135/6 <114> Raden Mas Djokosasono Sosrosoediro [Mangkoedirdjo]
260136/6 <114> R. A. Soeprapti (R. A. Mangkoewardojo) [Mangkoedirdjo]
261137/6 <114> R. A. Srikasti Rindoean [Mangkoedirdjo]
262138/6 <115> R. A. Indrogini (R. A. Hardjono) [Pakubuwono IX]
263139/6 <121+115!> Bendoro Raden Mas Indropoetro [Pakubuwono IX]
264140/6 <121+115!> Bendoro Raden Mas Indroatmodjo [Pakubuwono IX]
265141/6 <121+115!> Bendoro Raden Mas Indradi [Pakubuwono IX]
266142/6 <116> R. A. Soepihedi (R. A. Darmokoesoemo) [Pakubuwono IX]
267143/6 <116> Raden Mas Iskandar [Pakubuwono IX]
268144/6 <116> Raden Mas Ismail [Pakubuwono IX]
269145/6 <116> Raden Mas Iskak [Pakubuwono IX]
270146/6 <116> R. A. Iskandari [Pakubuwono IX]
271147/6 <116> R. A. Isbandinah [Pakubuwono IX]
272148/6 <116> R. A. Sri Ismijati [Pakubuwono IX]
273149/6 <116> Raden Ajeng Sri Istidjah [Pakubuwono IX]
274150/6 <118+83> R. A. Soerjantinah [Wiranto]
275151/6 <118+83> Raden Mas Soerjanto Parboe Harjanto [Wiranto]
276152/6 <120> R. A. Darmijati [Wirowirjono]
277153/6 <120> R. A. Moelatinah [Wirowirjono]
278154/6 <51+57> B. R. A. Soelastri (B. R. A. Soegirwo) [Paku Alam VII]
279155/6 <51+57> B. R. A. Koesbandinah (B. R. A. Soetardjo Kartoningprang) [Paku Alam VII]
280156/6 <51+57> B. R. A. Koesdarinah (B. R. A. Harjono Djoeroemartani) [Paku Alam VII]
281157/6 <51+57> B. R. A. Koesbinah (B. R. A. Soegoto Kartonegoro) [Paku Alam VII]
282158/6 <53+42> B. R. A. Tamasri [Pakubuwono X] 283159/6 <53+41> G. R. A. Siti Djinzoelkari [Pakubuwono X]
GRA. Siti Djinzoelkari meninggal dalam usia muda.
284160/6 <53+42> B. P. H. Soemodiningrat [Pakubuwono X]

7

3141/7 <144+93> w K. R. A. Trisoetji Djoeliati [Soerjowidjojo]
lahir: 28 November 1936, Jakarta
perkawinan: <98> Ahmad Badawi Kamal [Kamal]
perkawinan: <99> Sartono Wondowisastro [Wondowisastro]
2952/7 <126+86> w Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Paku Alam IX / Bendoro Raden Mas Haryo Ambarkusumo [Pakualam VIII]
lahir: 7 Mei 1938, Yogyakarta
perkawinan: <100> Koesoemarini / Kanjeng Bendoro Raden Ayu Paku Alam IX [Pakualaman] d. 20 Desember 2011
gelar: 26 Mei 1999 - 21 November 2015, Yogyakarta
wafat: 21 November 2015, Yogyakarta
2993/7 <126+87> w Kanjeng Pangeran Hario Anglingkusumo / Kanjeng Angling [Pakualam VIII] 2964/7 <125+88> Sri Susuhunan Pakubuwono XIII / Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Hangabehi (Gusti Raden Mas Suryo Partono) [Pakubuwono XIII]
lahir: 28 Juni 1948, Surakarta
perkawinan: <102> Kanjeng Raden Ayu Adipati Pradapaningsih [?]
perkawinan: <103> Nuk Kusumaningdiah (Kanjeng Raden Ayu Endang Kusumaningdiah) [Kusumaningdiah]
perkawinan: <104> Winarti Sri Harjani (Kanjeng Raden Ayu Winarti) [Harjani]
gelar: 18 Juli 2009, Surakarta, Raja Kasunanan Surakarta ke-12 [2009-...]
SISKS Pakubuwana XIII (Bahasa Jawa: Sri Susuhunan Pakubuwono XIII) adalah gelar yang mewakili Sunan Kasunanan Surakarta yang ke-13; yang awalnya diklaim oleh 2 pihak. Setelah meninggalnya Pakubuwana XII tanpa putra mahkota yang jelas karena ia tidak memiliki Ratu yang formal (permaisuri), maka dua putra Pakubuwana XII dari ibu yang berbeda saling mengakui tahta ayahnya. Putra yang tertua, Hangabehi, oleh keluarga didaulat sebagai penguasa keraton (istana) dan keluarga juga secara sepihak mengusir Pangeran Tejowulan; dua-duanya mengklaim pemangku tahta yang sah, dan masing-masing menyelenggarakan acara pemakaman ayahnya secara terpisah. Akan tetapi, konsensus keluarga telah mengakui bahwa Hangabehi yang diberi gelar SISKS Pakubuwana XIII. Pada tanggal 18–19 Juli 2009 diselenggarakan upacara di keraton untuk merayakan pengangkatan tahta dengan iringan Tari Bedhaya Ketawang yang biasanya hanya ditampilkan khusus pada acara ini saja. Para tamu yang hadir terdiri dari tamu penting lokal dan asing dan juga Pangeran Tejowulan. Namun saat ini konflik dua Raja Kembar telah usai setelah Pangeran Tejowulan melemparkan tahta Pakubuwana kepada kakaknya yakni Pangeran Hangabehi dalam sebuah rekonsiliasi resmi yang di prakarsai oleh Pemerintah Kota Surakarta bersama DPR-RI, dan Pangeran Tejowulan sendiri menjadi mahapatih (pepatih dalem) dengan gelar KGPHPA (Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung)
3455/7 <282+97> R. A. Theodora Tamtrinah [Joedohadiningrat]
lahir: 15 Agustus 1948
wafat: 9 November 1982
3266/7 <125+88> G. R. A. Koes Handarijah (Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kencono) [Pakubuwono XII]
lahir: 1951?
perkawinan: <105> K. R. M. H. Himbokusumo [Himbokusumo]
wafat: 5 November 2020, Surakarta
penguburan: Imogiri, Bantul
3447/7 <125+88> Gusti Raden Ayu Kus Isbandijah (Gusti Kanjeng Ratu Retno Dumilah) [Pakubuwono XII]
lahir: 24 Juli 1954
wafat: 26 Mei 2021
penguburan: Imogiri, Bantul
2978/7 <125+89> Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Panembahan Agung Tedjowulan / Gusti Raden Mas Suryo Sutejo [Pakubuwono]
lahir: 3 Agustus 1954, Surakarta
perkawinan: <106> Raden Ayu Nanik Indiastuti ? (Gusti Kanjeng Ratu Hemas) [?]
gelar: Juni 2012, Surakarta, Mahapatih Kasunanan Surakarta
3419/7 <172+91> Putri Kus Wisnu Wardani [Hadiningrat]
lahir: 20 September 1959, Jakarta
Putri Kuswisnuwardhani, MBA adalah seorang pengusaha Indonesia.

Sejak 2011, ia menerima tongkat kepemimpinan dari ibunya Mooryati Soedibyo, pendiri sekaligus perintis PT Mustika Ratu, perusahaan kosmetika ternama. Selaku bos salah satu perusahaan dalam negeri yang cukup berpengaruh, ia berkomitmen untuk terus berperan aktif dalam membantu melindungi pasar domestik dari serbuan kosmetik impor yang tidak aman.

Riwayat pendidikan

  • Master of Business Administration, National University, Inglewood, California, USA (1988 s.d. 1990)

Riwayat karir

  • Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (2019 s.d. sekarang)
  • Sekretaris Komite Ekonomi dan Industri Nasional/KEIN (2016-2020)
  • Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri Tradisional Berbasis Budaya (2013-sekarang)
  • Ketua Umum AMIN (Asosiasi Merek Indonesia) (2011-sekarang)
  • Ketua Umum PPA Kosmetika Indonesia (Perhimpunan Perusahaan & Asosiasi Kosmetika Indonesia) (2010-sekarang)
  • Dewan Pembina Yayasan Pedagang Nusantara (2009-sekarang)
  • Ketua Dewan Pembina Yayasan Puteri Indonesia (YPI) (2005-sekarang)
32410/7 <125+88> G. R. A. Kus Indriah (Gusti Kanjeng Ratu Hayu) [Pakubuwono XII]
lahir: 19 Oktober 1961
32511/7 <125+88> G. R. A. Kus Murtiah (Gusti Kanjeng Ratu Wandansari) [Pakubuwono XII] 32912/7 <125+90> Gusti Raden Mas Nur Muchammad (Gusti Pangeran Haryo Cahyoningrat) [Pakubuwono XII]
lahir: 1962?
wafat: 9 Oktober 2020
penguburan: Astana Pajimatan Ki Ageng Ngenis, Laweyan, Surakarta
31213/7 <126+86> Bendoro Raden Ayu Retno Widanarni [Pakualam VIII]
perkawinan: <108> Hersapandi [?]
wafat: 18 Juni 2021, Yogyakarta
28514/7 <127> Wim [?]
28615/7 <128> Tori [?]
28716/7 <128> Nino [?]
28817/7 <128> Devi [?]
28918/7 <128> Sony [?]
29019/7 <128> Dendi [?]
29120/7 <129> Doni [?]
29221/7 <129> Putri [?]
29322/7 <130> Raden Mas Satriya Yudianto [Majapahit]
29423/7 <130> Raden Ajeng Priska Manda Apsari [Majapahit]
29824/7 <136> Raden Mas Suryo Kusnanto [Hb.7.19.1.1.1] [Pakubuwono X]
30025/7 <126+87> Kanjeng Pangeran Haryo Probokusumo [Pakualam VIII]
30126/7 <126+87> Bendoro Raden Ayu Retno Sundari [Pakualam VIII]
30227/7 <126+87> Bendoro Raden Ayu Retno Sewayani [Pakualam VIII]
30328/7 <126+87> Kanjeng Pangeran Haryo Songkokusumo [Pakualam VIII]
30429/7 <126+87> Bendoro Raden Ajeng Retno Pudjawati [Pakualam VIII]
30530/7 <126+87> Kanjeng Pangeran Haryo Ndoyokusumo [Pakualam VIII]
30631/7 <126+87> Kanjeng Pangeran Haryo Wijoyokusumo [Pakualam VIII]
30732/7 <126+86> Bendoro Raden Ayu Retno Martani [Pakualam VIII]
30833/7 <126+86> Kanjeng Pangeran Haryo Gondhokusumo [Pakualam VIII]
30934/7 <126+86> Bendoro Raden Ayu Retno Suskamdani [Pakualam VIII]
31035/7 <126+86> Bendoro Raden Ayu Retno Rukmini [Pakualam VIII]
31136/7 <126+86> Kanjeng Pangeran Haryo Tjondrokusumo [Pakualam VIII]
31337/7 <126+86> Kanjeng Pangeran Haryo Indrokusumo [Pakualam VIII]
31538/7 <145+94> Raden Mas Vincentius Rudy Surjo Herdianto [Soeprapto] 31639/7 <145+94> Raden Mas Ferdinandus Body Tjahjo Guritno [Soeprapto] 31740/7 <145+94> R. A. Josephine Wahju Judha Iriani [Soeprapto] 31841/7 <145+94> Raden Ayu Robertha Ganevia Intan Marhaeni [Soeprapto] 31942/7 <145+94> Raden Mas Paulus Putut Hendro Wahono [Soeprapto] 32043/7 <145+94> Raden Ayu Victoria Warih Purnama Dewi [Soeprapto] 32144/7 <145+94> Raden Mas Andreas Baju Seno Hartantio [Soeprapto] 32245/7 <145+94> Raden Mas Octavianus Kartiko Prijo Prabowo [Soeprapto] 32346/7 <145+94> R. A. Selvia Ratih Retno Dewanti [Soeprapto] 32747/7 <125+88> G. R. M. Surjosuseno [Pakubuwono XII]
32848/7 <125+88> G. R. A. Kus Supijah (Gusti Kanjeng Ratu Galuh Kencono) [Pakubuwono XII]
33049/7 <157> K. R. M. H. Tommy Wibowo Hamidjojo [Pakubuwono X]
33150/7 <167> B. R. A. Gini Notopoero [Pakubuwono XI]
33251/7 <167> Bendoro Raden Mas Nugroho Iman [Pakubuwono XI]
33352/7 <167> Bendoro Raden Mas Dino Notopoero [Pakubuwono XI]
33453/7 <167> Bendoro Raden Mas Bowil Notopoero [Pakubuwono XI]
33554/7 <167> Bendoro Raden Mas Surjo Sugiharto [Pakubuwono XI]
33655/7 <163> K. P. H. Danursunu [Pakubuwono XI]
33756/7 <146+95> R. A. Kus Sismulistiawati [Cakraadiningrat II]
33857/7 <146+95> M. Andree Tjakraningrat [Cakraadiningrat II]
33958/7 <146+95> Kus Mikailla [Cakraadiningrat II]
34059/7 <146+95> M. Endrawan [Cakraadiningrat II]
34260/7 <172+91> Djoko Ramiadji [Hadiningrat]
34361/7 <172+91> Harjo Tedjo Baskoro [Hadiningrat]
34662/7 <125+90> G. R. A. Kus Ismanijah [Pakubuwono XII]

8

3561/8 <314+99> Raden Mas Mahindra Wahju Paramatjipta [Wondowisastro]
lahir: 20 November 1958
3552/8 <314+99> K. R. A. Mahindrani Kooswidianthi Paramasari [Wondowisastro]
lahir: 1961, Roma, Italia
3473/8 <295+100> w Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Paku Alam X [Pa.9.1] / Kanjeng Bendoro Pangeran Haryo Prabu Suryodilogo (Raden Mas Wijoseno Hariyo Bimo) [Pakualam IX]
lahir: 15 Desember 1962, Yogyakarta
perkawinan: <119> Atika Purnomowati / Bendoro Raden Ayu Atika Suryodilogo [Pakualaman]
gelar: 2012, Yogyakarta, Kanjeng Bendara Pangeran Haryo Prabu Suryodilogo
gelar: 7 Januari 2016, Yogyakarta, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Paku Alam X
3484/8 <295+100> Bendoro Raden Mas Haryo Hariyo Seno [Pakualaman]
lahir: 1972
3495/8 <295+100> Bendoro Raden Mas Haryo Hariyo Danardono Wijoyo [Pakualaman]
lahir: 1974
3586/8 <325+107> Bendoro Raden Ajeng Tulungayu [Supriono]
lahir: 1996
3597/8 <325+107> Bendoro Raden Ajeng Sedah Mirah [Supriono]
lahir: 1999
3668/8 <296+102> Gusti Raden Mas Suryo Haryo Mustiko (Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Purboyo) [Pakubuwono XIII]
perkawinan:
gelar: 27 Februari 2022, Surakarta, Gusti Pangeran Adipati Anom Sudibyo Raja Putro Nalendra Ing Mataram
3509/8 <299+101> Ψ Raden Ayu Retno Setyoboma Savitri Kusumoputri / Bendoro Raden Ayu Wasitonagoro [Pakualam VIII]
35110/8 <299+101> Raden Ayu Dyah Renggowati Retno Puasa Setyawati Kusumodewi / Bendoro Raden Ayu Satyonagoro [Pakualam VIII]
35211/8 <299+101> Raden Ayu Retno Puspita Mandarwati Kusumawardhani / Bendoro Raden Ayu Wiroyudho [Pakualam VIII] 35312/8 <296+104> Gusti Raden Mas Suryo Suharto (Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkubumi) [Pakubuwono XIII] 35413/8 <296+103> Gusti Kanjeng Ratu Timoer Rumbai Kusuma Dewayani [Pakubuwono XIII] 35714/8 <314+99> Raden Mas Mahadharma Widjaja Wardhana Paramagita [Wondowisastro]
36015/8 <329> Kanjeng Raden Tumenggung Yulius Bagus Satriyo Condronagoro [Pakubuwono XII] 36116/8 <329> Bendoro Raden Ajeng Ratnasari Nur Cahyani Kusumaningrum [Pakubuwono XII]
36217/8 <326+105> Bendoro Raden Mas Parikesit Suryo Roseno (Kanjeng Raden Mas Haryo Suryo Manikmoyo) [Himbokusumo] 36318/8 <344> Kanjeng Raden Mas Haryo Aditya Suryo Herbanu [Pakubuwono VII]
36419/8 <344> Kanjeng Raden Mas Haryo Herjuno Suryo Wijoyo [Pakubuwono VII]
36520/8 <346+118> Bendoro Raden Mas Inosensio Prabu Wasistho [Prasongko]
36721/8 <296+103> Gusti Raden Ayu Devi Lelyana [Pakubuwono XIII]
36822/8 <296+103> Gusti Raden Ayu Ratih Widyasari [Pakubuwono XIII]
36923/8 <296+104> Gusti Raden Ayu Sugih Oceani [Pakubuwono XIII]
37024/8 <296+104> Gusti Raden Ayu Putri Purnaningrum [Pakubuwono XIII]
Tampilan
Peralatan pribadi