1.1.1. Pangeran Rangga Gede / Kusumadinata IV b. 1580c
Dari Rodovid ID
Marga (saat dilahirkan) | Sumedang Larang |
Jenis Kelamin | Pria |
Nama lengkap (saat dilahirkan) | 1.1.1. Pangeran Rangga Gede / Kusumadinata IV |
Orang Tua
♂ 1.1. Prabu Geusan Ulun / Pangeran Kusumadinata II (Pangeran Angkawijaya) [Sumedang Larang] b. ~19 Juli 1556 d. 1610 |
Momen penting
1580c lahir: Perhitungan Tahun Lahir : 1625-45 = 1580
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.19. Nyi Mas Djagasatroe [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.20. Nyi Mas Wargakarti [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.18. Nyi Mas Martarana [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.16. Nyi Mas Nataparana [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.15. Nyi Mas Anggadasta [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.21. Nyi Mas Bajoen [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.17. Nyi Mas Arjapawenang [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.22. Nyi Mas Wangsapatra [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.27. Nyi Mas Kawangsa [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.28. Nyi Mas Wirakarti [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.29. Nyi Rd. Nalawangsa [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.26. Nyi Mas Oetama [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.25. Nyi Mas Toean Soekadana [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.23. Nyi Mas Warga Komara [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♀ 1.1.1.24. Nyi Mas Joedantaka [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.14. Ki Martabaja [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.13. Kiyahi Anggatanoe [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.4. Dlm. Wangsasoebaja [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.12. Ki Wangsasabadra [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.3. Dlm. Wargaita [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.2. Dlm. Djajoeda [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.1. Dlm. Aria Bandajoeda [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.6. Dlm. Loerah [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.7. Rd. Singamanggala [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.10. Ki Wangsaparadja [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.9. Ki Wiratama [Sumedang Larang]
kelahiran anak: ♂ 1.1.1.8. Ki Wangsaparamadja [Sumedang Larang]
perkawinan: ♀ 6. NM. Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah) [Pajajaran]
perkawinan: ♀ 1.5.1.1. NM. Romlah [Sumedang Larang]
1606c kelahiran anak: Kalkulasi:(Th Lhr Ayah)+(5+17+4)= 1580+26 = 1606, ♂ 1.1.1.5. Dlm. Rangga Gempol II / Kusumadinata V / Raden Bagus Weruh [Sumedang Larang] b. 1606c
1611c kelahiran anak: Kalkulasi : (Tahun lahir ayah)+(Usia Nikah ayah)+(Anak ke 11 x 1 tahun) = 1580+20+11 = 1611, ♂ 1.1.1.11. Ki Djasinga / Rd. Mas Tirtakusumah (Dalem Bayah) [Sumedang Larang] b. 1611c
1625 - 1633 gelar: memerintah di Canukur, Sukatali - Situraja lalu dipindahkan ke Parumasan, Conggeang, Naik Tahta pada usia 45 tahun, karena didahului oleh Raden Aria Suradiwangsa. Adipati Sumedang II
Catatan-catatan
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
PANGERAN RANGGA GEDE
Pasca Prabu Geusan (Rd. Angka Wijaya), bentuk pemerintahan Kerajaan berubah menjadi Kabupatian karena pengaruh dari intervensi dan ekspansi Kesulltanan Mataram. Karena Prabu Geusan Ulun mempunyai dua putra mahkota yaitu Pangeran Rangga Gede dan Pangeran Soeriadiwangsa.
Pangeran Rangga Gede putra pertama dari Prabu Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya) dan Ratu Cukang Gedeng Waru, memerintah di Canukur, Sukatali - Situraja lalu dipindahkan ke Parumasan, Conggeang.
Ratu Harisbaya diperistri oleh Pangeran Geusan Ulun sebagai istri ke 2 dan memiliki 3 orang anak salah satunya bernama Soeriadiwangsa yang kelak bergelar Pangeran Kusumadinata III, sementara dari istri pertama yang bernama Nyai Mas Cukang Gedeng Waru memiliki 12 anak salah satunya bernama Rangga Gede dan diberi gelar Pangeran Kusumadinata IV, untuk tidak menimbulkan pertengkaran di kemudian hari maka pada tahun 1601 wilayah Sumedang Larang dibagi dua yang masing-masing dipimpin oleh ke dua putranya diatas.
Dalam masa tersebut Kesultanan Mataram - Jawa Tengah dibawah pimpinan Sultan Agung mengalami masa keemasan dan merupakan kesultanan yang sangat kuat, dilatarbelakangi kekhawatiran terhadap ekspansi kesultanan Banten ke arah Timur setelah menaklukkan Pakuan Pajajaran, mendorong Soeriadiwangsa berangkat ke Mataram meminta perlindungan.
Setibanya di Mataram beilau menyampaikan maksudnya kepada Sultan Agung, dan mendapat sambutan hangat serta mendapat gelar Rangga Gempol Kusumadinata dari Sultan Agung yang dalam urutan silsilah Sumedang disebut Rangga Gempol I, penghargaan lain dari Sultan Agung menjuluki wialayah kekuasaan Sumedang dengan nama Prayangan artinya daerah yang berasal dari pemberian dibarengi oleh hati yang ikhlas dan tulus, di kemudian hari dengan lafal setempat nama prayangan berubah menjadi Priangan, berbeda dengan kata Parahiangan (Para-Hyang-an) yang artinya identik tempat tinggal para dewa atau orang suci (Hyang).
Latar belakang lainnya yang mendorong Sumedang menempatkan diri dibawah pretensi / proteksi Mataram :
- Hanya Kesultanan Mataram dibawah kepemimpinan Sultan Agung yang dianggap dapat mengimbangi kekuatan Banten.
- Ratu Harisbaya merupakan kerabat Sultan Mataram, sehingga yang berangkat ke Mataram adalah putranya sendiri (Raden Suriadiwangsa / Rangga Gempol I).
- Seperti halnya Sumedang Larang, Kesultanan Mataram memiliki pendahulu yang sama yaitu Kerajaan Galuh, sehingga masih memiliki kekerabatan.
- Rasa sakit hati terhadap Banten yang telah menghancurkan Pakuan Pajajaran, dibarengi pula rasa takut menghadapi kemungkinan ekspansi Kesultanan Banten dalam rangka menguasai wilayah bekas Pakuan Pajajaran.
- Akibat peristiwa Harisbaya hubungan Sumedang Larang dengan Cirebon menjadi kurang harmonis, timbul pula kekhawatiran terhadap ekspansi Cirebon.
- Sementara itu sedang terjadi perang dingin antara Kesultanan Banten dengan Kesultanan Cirebon sementara Sumedang Larang terjepit diantara dua kekuasaan tadi sehingga mengambil jalan keluar dengan mengabdikan diri ke Mataram, yang memiliki kekuatan melebihi kedua Kesultanan tadi.
Catatan : Kesultanan Banten, Cirebon dan Mataram sangat kuat pada masa itu, karena mereka memiliki pantai-pelabuhan tempat berbagai kegiatan bukan hanya perdagangan tetapi juga masuknya persenjataan modern ukuran masa itu, Sumedang baru pertama kali memiliki meriam dan senjata api ± 30 tahun kemudian pada periode pemerintahan Pangeran Rangga Gempol IV (Pangeran Panembahan) itupun dalam jumlah sedikit yang diperoleh dari pemberian Belanda.
Soeriadiwangsa / Kusumadinata III / Rangga Gempol I diangkat sebagai Bupati Wadana Prayangan, jabatan yang setingkat dengan Gubernur masa kini yang membawahi wilayah seluruh Jawa Barat kecuali Cirebon dan Banten (sebelum Banten menjadi propinsi) termasuk membawahi wilayah yang dikuasai Rangga Gede, tidak berapa kemudian beliau mendapat perintah untuk menaklukkan Sampang Madura. Wilayah kekuasaannya dititipkan kepada Rangga Gede karena putra-putranya belum ada yang dewasa.
Beliau berhasil menaklukkan Sampang Madura namun tidak berapa lama sekembalinya ke Mataram malah beliau dijatuhi hukuman mati oleh Sultan Agung akibat fitnah dari Bupati Purbalingga.
Mendengar saudaranya telah dihukum mati. Rangga Gede mengambil-alih dan mempersatukan wilayah titipan dengan wilayah miliknya, berarti Sumedang Larang kembali keluas asalnya, salah satu putra Soeriadiwangsa / Rangga Gempol I yang bernama Kartajiwa menuntut kembali wilayah kekuasaan ayahnya namun tidak ditanggapi, akhirnya ia pergi dan meminta bantuan Sultan Banten.
Mulailah pemerintahan Pangeran Rangga Gede (Pangeran Kusumadinata IV) baik sebagai Bupati Sumedang maupun sebagai Bupati Wadana Prayangan (Priangan) dari tahun 1625 sampai tahun 1633, dibawah pengaruh Mataram dan terdapat berbagai perubahan baik struktur organisasi dan pengenalan nama jabatan antara lain Bupati, Wadana, Kabupaten (dari Ka-Bupati-an), termasuk nama Sumedang Larang menjadi Sumedang saja tanpa Larang, juga berbagai gelar kepangkatan, dalam silsilah dianggap sebagai Bupati Sumedang ke 4.
Beberapa waktu kemudian terjadilah intervensi Kesultanan Banten akibat pengaruh Rd. Kartajiwa (Soeriadiwangsa 2) putra Dipati Aria Soeriadiwangsa (Rangga Gempol 1) yang ingin memperoleh kembali haknya, beberapa wilayah Sumedang ditaklukan dan dikuasai Banten. Karena dianggap tidak mampu menghadapi serangan Banten akhirnya Rangga Gede dipecat oleh Sultan Agung dan dipenjarakan di Mataram.
Jabatan beliau sebagai Bupati Wadana Prayangan dicopot dan diserahkan kepada Dipati Ukur yang memindahkan pusat pemerintahan ke Daerah Ukur (Bandung sekarang) dengan misi pertama mengusir tentara Kesultanan Bamten dari wilayah Priangan. Setelah berhasil mengusir Banten misi kedua adalah menyerang Batavia namun misi kedua ini gagal dan Dipati Ukur tidak berani pulang ke Mataram. Oleh Sultan Agung tindakan Dipati Ukur dianggap desersi dan harus dihukum berat, namun tidak ada yang sanggup menangkap Dipati Ukur yang terkenal gagah berani serta memiliki sisa-sisa pasukan yang kuat.
Akhirnya Sultan Agung membebaskan Rangga Gede dari hukuman dan memberi tugas menangkap Dipati Ukur hidup atau mati, namun tugas tersebut tidak dapat terlaksana karena beliau keburu meninggal dunia sewaktu pusat pemerintahannya di Parumasan - Conggeang dan Pangeran Rangga Gede dimakamkan Jalan Panday Desa Regol Wetan Kecamatan Sumedang Sekatan.
Sedangkan Dipati Ukur sendiri akhirnya dapat ditangkap hidup-hidup oleh Bahureksa salah satu panglima perang Mataram akibat pengkhianatan beberapa pengikutnya, dibawa ke Mataram dan dihukum mati disana.
Tidak ada keterangan siapa dan berapa jumlah istri Rangga Gede hanya tercatat beliau memiliki 29 orang anak, oleh karenanya penulis membahasnya dibawah tulisan ini.
Pemerintahan Kabupaten Sumedang selanjutnya dipegang oleh salah seorang putra Rangga Gede yang bernama Raden Bagus Weruh yang kemudian bergelar Pangeran Rangga Gempol II sebagai Bupati Sumedang ke 5 dari tahun 1633 sampai tahun 1656, dan terjadi lagi pemindahan ibu-kota dari Canukur ke Kampung Sulambitan Kelurahan Regol Wetan Kecamatan Sumedang Selatan, berbeda dengan pendahulunya beliau bukan Bupati Wadana sebagai akibat peristiwa Dipati Ukur karena dalam masa awal pemerintahnya terjadi pemecahan wilayah di Prayangan / Priangan oleh Mataram menjadi empat Kabupaten yang sejajar kedudukannya yaitu Kabupaten Parakan Muncang, Bandung, Sukapura dan Sumedang sendiri, berarti wilayah Kabupaten Sumedang menjadi kecil hanya seperempat dari wilayah semasa Prabu Geusan Ulun, maksud pemecahan ini adalah penghargaan terhadap 3 orang bekas pengikut Dipati Ukur yang membelot dan ikut serta dalam operasi pengejaran serta penangkapan Dipati Ukur oleh Bahureksa dan masing-masing diangkat sebagai Bupati juga dalam rangka persiapan penyerangan ke Batavia untuk yang ketiga kalinya, namun tidak terwujud karena Sultan Agung keburu meninggal dunia.
SEKILAS SEJARAH PEMERINTAHAN PADA MASA RANGGA GEDE
Daerah Galuh yang sudah ditaklukan terlebih dahulu oleh Mataram pada tahun 1595. Selanjutnya Sultan Mataram membagi-bagi wilayah Priangan, yang dalam sumber-sumber Belanda disebut Westerlanden, menjadi kabupaten-kabupaten yang masing-masing dikepalai oleh seorang bupati.
Untuk mengawasi serta mengkoordinasikan para bupati ini, salah seorang bupati yang dianggap terkemuka atau cukup berpengaruh diangkat menjadi wedana bupati. Wedana bupati per-tama adalah Rangga Gempol I (1620 -1625 M), yang kedua adalah Dipati Ukur (1625 - 1629 M), dan yang terakhir adalah Pangeran Rangga Gempol II (1641 - 1656 M).
Setelah yang terakhir ini, jabatan wedana bupati dihapuskan dan selanjutnya para bupati bertanggung jawab langsung kepada Sultan Mataram.
Adapun berpindahnya jabatan Wedana Bupati dari Rangga Gempol I (Rd. Aria Soeriadiwangsa) kepada Dipati Ukur, bermula dari perintah Sultan Mataram kepada Rangga Gempol I untuk membantu menaklukkan daerah Sampang, Madura.
Jabatan sebagai penguasa Sumedang diserahkan kepada kakak tirinya, yaitu Rangga Gede. Oleh karena Rangga Gempol I meninggal, putranya, yaitu Aria Soeriadiwangsa II (Rd. Kartadjiwa), menuntut haknya atas tahta Sumedang. Rangga Gede menolak sehingga Aria Soeriadiwangsa II (Rd. Kartadjiwa) meminta bantuan Sultan Banten untuk merebut kekuasaan dengan janji, ia akan tunduk kepada Kesultanan Banten.
Permintaan ini dipenuhi oleh Sultan Banten karena dukungan Sumedang diperlukan dalam menghadapi persaingan dengan Mataram.
Rangga Gede ternyata tidak mampu menahan serangan Banten. Ia kemudian dipanggil ke Mataram dan ditahan di sana. Jabatan wedana bupati kemudian diserahkan kepada Dipati Ukur dari Tatar Ukur karena ia menyanggupi membantu merebut Batavia dari VOC. Ternyata usaha Dipati Ukur gagal. Ia ditangkap tentara Mataram dan dihukum di Mataram. Jabatan wedana bupati diserahkan kembali kepada Rangga Gede.
Untuk mengembalikan stabilitas politik yang terganggu akibat peristiwa Dipati Ukur, Sultan Mataram melakukan reorganisasi wilayah Priangan antara tahun 1641 dan 1645 M.
Wilayah kekuasaan Dipati Ukur yang meliputi Sumedanglarang dahulu, yaitu Pamanukan, Ciasem, Karawang, Sukapura, Limbangan, Bandung dan mungkin Cianjur dibagi menjadi 4 kabupaten yaitu : Sumedang, Sukapura, Parakanmuncang dan Bandung pada tahun 1641 M.
Daerah Galuh kemudian dipecah-pecah menjadi Bojonglopang, Imbanagara, Utama, Kawasen dan Banyumas. Selain itu, di Krawang dibangun koloni-koloni yang penduduknya didatangkan dari Jawa. Setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, putranya yaitu Sunan Amangkurat I meneruskan reorganisasi wilayah barat. Daerah itu dibagi menjadi dua belas ajeg yaitu : Sumedang, Parakanmuncang, Bandung, Sukapura, Krawang, Imbanagara, Kawasen, Wirabaya (Galuh), Sekace, Banyumas, Ayah, dan Banjar.
Kekuasaan Mataram atas Priangan berakhir dengan adanya perjanjian 19-20 Oktober 1677 dan 5 Oktober 1705, antara Mataram dengan VOC. Dalam perjanjian pertama disebutkan bah-wa Mataram menyerahkan wilayah Priangan Timur kepada VOC, sedangkan dalam perjanjian kedua Mataram menyerahkan wila-yah Priangan Tengah dan Priangan Barat kepada VOC. Penyerahan wilayah Priangan kepada VOC dilakukan Mataram sebagai balas jasa kepada VOC yang telah membantu menyelesaikan perebutan kekuasaan di Mataram. Pengambilalihan wilayah Priangan tidak berlangsung cepat. Baru pada tanggal 15 Nopember 1684, Komandan Jacob Couper. dan Kapten Joachurn Michiels menangani daerah Priangan atas perintah Gubernur Jenderal Johannes Camphuijs. Bupati pertama yang mendapat surat pengangkatan dari VOC adalah Wangsatanoe yang ditetapkan menjadi Bupati Pamanukan pada tanggal 24 Desember 1701.
Pada tahun 1706 Pangeran Aria Cirebon diangkat sebagai pengawas (overseer) bupati-bupati Priangan, kecuali Krawang dan Cianjur yang sudah dianggap termasuk wilayah Batavia. Kedudukan Pangeran Aria Cirebon dikukuhkan berdasarkan Resolusi 9 Februari 1706. Sebelumnya, Pangeran Sumedang juga mengajukan permohonan untuk menjadi Wedana Bupati. Permohonan ini ditolak karena VOC berpendapat bahwa kedudukan para bupati Priangan semuanya sama dan semuanya mengabdi langsung kepada VOC.
Setelah Pangeran Aria Cirebon meninggal tahun 1723, ternyata tidak diangkat penggantinya. Putra Pangeran Aria Cirebon, Martawijaya, mencoba mengajukan permohonan untuk mengisi jabatan ayahnya, tetapi ditolak karena jabatan wedana bupati tidaklah untuk diwariskan.
ISTERI-ISTERINYA PANGERANG RANGGA GEDE
Dalam Buku Sarsilah tidak tercatat siapa saja istrinya Pangeran Rangga Gede. Adapun Istri-istrinya Pangeran Rangga Gede adalah :
1. Nyimas Romlah, putri dari Arasuda dari istrinya NM. Ngabehi Mertayuda, putra Ratu Cukang Gedeng Waru (NM. Sari Hatin) dan Prb. Geusan Ulun (Rd. Angka Wijaya). NM. Romlah adalah putra dari Santowan Cikeruh dari istrinya Nyimas Sari (Buyut Sedet - Kampung Legok Cijambe Paseh), dan NM. Sari adalah putri dari NM. Romlah Karomah dan Hosto Husma. NM. Romlah Karomah putra dari Rd. Meumeut dan NM. Mala Rokaya. Rd. Meumeut putra dari Prb. Siliwangi (Jaya Dewata) dari ke 4, yaitu Ratu Raja Mantri (Ratu Ratnasih) dari Sumedanglarang putra pertama Prabu Tirta Kusuma (Sunan Tuakan) dan Ratu Nurcahya.
2. Nyimas Asidah, adalah putra ke 4 dari Sutra Bandera (R. Sastra Pura Kusumah) dan NM. Hatimah. Sutra Bandera (Sastra Pura Kusumah adalah putra ke 4 dari Prb. Nusiya Mulya (Prb. Saryoni Nyata) / Panembahan Pulosari dari NM. Oo Imahu. NM. Hatimah adalah adik dari Terong Peot dan Nangganan, putra dari Kusnaedi Kusumah dari NM. Harsari. R. Sutra Bandera (Sastra Pura Kusumah) menikah dengan NM. Hatimah, berputra :
1. Rd. Sutrra Mulut / Eyang Haji Baginda. 2. Rd. Mara Suda 3. Rd. Rohimat 4. NM. Asidah.
Dari Istrinya NM Asidah, Pangeran Rangga Gede berputra salah satunya yaitu Rd. Bagus Weruh atawa digelari Rangga Gempol 2 (1633 - 1656 M).
3. Nyimas Roro atau Nyimas Kokom Ruhada (Buyut Lidah), putra dari Prb. Raga Mulya / Panembahan Pulosari dan NM Oo Imahu (NM Harom Muthida). Makam Nyimas Roro di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang).
Keterangan dibawah ini : Prabu Nusiya Mulya /Panembahan Pulosari (1567 - 1579 M), menikah dengan Nyimas Oo Imahu (Harom Muthida), berputra :
- NM. Harim Hotimah, makam di Bogor.
- NM. Sari Atuhu (Buyut Eres), diperisteri oleh Santowan Awiluar (Pangeran Bungsu), putra bungsu dari Pangeran Santri dan Ratu Inten Dewata. Makam NM. Sari Atuhu (Buyut Eres) di Parugpug Paseh Legok.
- R. Sastra Pura Kusumah (Sutra Bandera), menikahi NM. Hatimah putranya R. Kusnaedi Kusumah dan NM. Harsari. NM. Hatimah adalah adiknya Terong Peot dan Nangganan. Makamnya Sutra Bandera di Sagara Manik Desa Cipancar Sumedang Selatan.
- R. Istihilah Kusumah / Pangeran Sunan Umbar / Sutra Umbar (Embah Ucing), memperistri NM Pamade salah putri Prabu Geusan dan Ratu Cukang Gedeng Waru. Makamnya Istihilah Kusumah (Sutra Umbar) di Makam Tajur Cipancar Sumedang Selatan.
- NM. Kokom Ruhada (Nyimas Roro / Buyut Lidah), diperistri menjadi salah salah satu Istri Pangeran Rangga Gede, makamnya di Kampung Cijambe Legok Paseh Sumedang.
- NM. Suniasih, diperisteri oleh Jaya Perkasa (Sayang Hawu) Makamnya NM. Suniasih di Tajur Cipancar Sumedang.
PUTRA-PUTRI PANGERAN RANGGA GEDE
1.1.1 Pangeran Rangga Gede (Koesoemahdinata IV), berputra : 1.1.1.1 Dalem Aria Bandayuda 1.1.1.2 Dalem Djajoeda 1.1.1.3 Dalem Wargaita 1.1.1.4 Dalem Wangsa Subaya 1.1.1.5 Dalem Rangga Gempol II (Koesoemahdinata V) 1.1.1.6 Dalem Loerah 1.1.1.7 Rd. Singamanggala 1.1.1.8 Ki Wangsaparamadja 1.1.1.9 Ki Wiratama 1.1.1.10 Ki Wangsaparadja 1.1.1.11 Ki Djasinga 1.1.1.12 Ki Wangsasabadra 1.1.1.13 Kiyahi Anggatanoe 1.1.1.14 Ki Martabaja 1.1.1.15 NM. Anggadasta 1.1.1.16 NM. Nataparana 1.1.1.17 NM. Arjapawenang 1.1.1.18 NM. Martarana 1.1.1.19 NM. Djagasatroe 1.1.1.20 NM. Wargakarti 1.1.1.21 NM. Bajoen 1.1.1.22 NM. Wangsapatra 1.1.1.23 NM. Warga Komara 1.1.1.24 NM. Joedantaka 1.1.1.25 NM. Toean Soekadana 1.1.1.26 NM. Oetama 1.1.1.27 NM. Kawangsa 1.1.1.28 NM. Wirakarti 1.1.1.29 NR. Nalawangsa
[sunting] Sumber-sumber
- ↑ http://silsilah-ernimuthalib.blogspot.com/2011/12/silsilah-pangeran-santri-koesoemadinata.html -
- ↑ http://sumedangonline.com/sejarah-para-penguasa-sumedang/1223/#.Uz639bcrhdg -
Dari kakek nenek sampai cucu-cucu
perkawinan: ♀ 3. Nyi Tanduran Ageung
emigrasi: di Pagaden dan Pamanukan
gelar: 1620, Adipati Sumedang I, merangkap Bupati Wadana Parahyangan (1610-1624)
wafat: 1624, Mataram, Dimakamkan di Bembem Yogyakarta
wafat: Makamnya di Kampung Cijambe, Legok Paseh, Sumedang.