1. Asy. Sayyid Maulana Maliq Ibrahim b. 1297 d. 1419

Dari Rodovid ID

Orang:321552
Langsung ke: panduan arah, cari
Marga (saat dilahirkan) Azmatkhan
Jenis Kelamin Pria
Nama lengkap (saat dilahirkan) 1. Asy. Sayyid Maulana Maliq Ibrahim
Nama lainnya Syekh Mawlana Maghribi
Orang Tua

1. Sayyid Syarif *Makdhum Jamaluddin Akbar/ Jumadil Kubro* ? (Al Husaini) [Al Husaini] b. ~ 1310 d. ~ 1453

Amira Fathimah Binti Amir Husain [Timuriyyah]

[1][2][3][4][5][6][7][8]

Momen penting

1297 lahir: Samarqand, Uzbekistan

kelahiran anak: 1.5. Syarifah Sarah [Azmatkhan]

kelahiran anak: 1.1. Maulana Maghribi II/ Maulana Malik Maghribi [Azmatkhan]

kelahiran anak: 1.2. Maulana Malik Israfil [Azmatkhan]

kelahiran anak: 1.11. Yusuf Al-Maghribi. [Azmatkhan]

kelahiran anak: 1.10. Abbas Al-Maghribi [Azmatkhan]

kelahiran anak: 1.4. Maulana Moqfaroh / Maulana Maghfarah Al-Maghribi [Azmatkhan]

kelahiran anak: 1.3. R. Kidang Telangkas (Jaka Tarub) / Abdurrahim Al-Maghribi [/ Abdurrahim Al-Maghribi]

CONF: Datang Ke Jawa tahun 1404

imigrasi: WISATA ZIARAH KE SYEKH MAULANA MAGHRIBI PARANGTRITIS

perkawinan:

perkawinan: 4.3.1.2. Dewi Rasa Wulan-Cloning1 [Azmatkhan]

1419 wafat: Desa Gapurosukolilo-Kota Gresik-Jawa Timur

Catatan-catatan

Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

http://aisasholikha.wordpress.com/wali-songo/ http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Gresik http://www.scribd.com/doc/4578135/Maulana-Malik-Ibrahim

Official Link. Adm: Hilal Achmar.

Maulana Malik Ibrahim, dikenal juga dengan sebutan Maghribi atau Syekh Maghribi.Meskipun beliau bukan asli orang Jawa, namun beliau telah berjasa kepadamasyarakat. Karena beliaulah yang mula pertama memasukkan islam ke tanah Jawa.Sehingga berkat usaha dan jasanya, penduduk pulau jawa yang kebanyakan masihberagama Hindu dan Buddha di kala itu, akhirnya mulai banyak memeluk agama Islam.Adapun dari kalangan orang-orang Hindu, hanya dari kasta-kasta Waisya dan Syudrayang dapat di ajak memeluk agama Islam. Sedang dari kasta-kasta Brahmana danKsatria pada umumnya tidak suka memeluk Islam, bahkan tidak sedikit dari kalanganBrahmana yang lari sampai ke pulai Bali, serta menetap disanalah mereka akhirnyamempertahankan diri hinggga sekarang, dan agama mereka kemudian dikenal dengansebutan agama Hindu Bali.Apabila dikalangan kaum Brahmana dan Ksatria tidak sukamasuk agama Islam, hal itu mudah dimengerti karena bagi mereka tentunya agak beratuntuk duduk sejajar bersama-sama dengan kaum Waisya dan Syudra yang selama ini mereka hina.Sudah barang tentu dengan adanya konsepsi Islam yang radikal dan revoulsionerdalam bidang sosial, sukar sekali untuk diterima dengan kedua belah tangan terbukaoleh mereka. Sebab bukankah meerka selama ini telah didewa-dewakan, tiba-tibaturun tahta, duduk sama rendah berdiri sama tinggi dengan bekas hamba sahayamereka, rakyat jelata yang selama ini telah memuja serta mendewa-dewakan mereka.Maulana Malik Ibrahim mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa didaerah JawaTimur. Dari sanalah dia memulai menyingsingkan lengan bajunya, berjuang untukmengembangkan agama Islam.Adapun caranya pertama-tama ialah dengan jalam mendekati pergaulan dengan anaknegeri. Dengan budi bahasa yang ramah tamah serta ketinggian akhlak, sebagaimanadiajarkan oleh Islam, hal itu senantiasa diperlihatkannya didalam pergaulansehari-hari. Beliau tidak menentang secara tajam kepada agama dan kepercayaanhidup dari penduduk asli. Begitu pula beliau tidak menentang secara spontanterhadap adat istiadat yang ada serta berlaku dalam masyarakat kita yang masihmemeluk agama Hindu dan Buddha itu, melainkan beliau hanya memperlihatkankaindahan dan ketinggian ajaran-ajaran dan didikan yang dibawa oleh Islam. Berkatkeramah tamahannya serta budi bahasa dan pergaulannya yang sopan santun itulah,banyak anak negeri yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.Untuk mempersiapkan kadur ummat yang terdidik bagi melanjutkan perjuangan gunamenegakkan ajaran-ajaran Islam di tanah air kita, maka dibukanyalah pesantren-pesantren yang merupakan perguruan Islam tempat mendidik serta menggembleng parasiswa sebagai calon mubaligh Islam untuk masa depan. Bertambah banyak orang yang masuk Islam, bertambah berat pula tugas dan pekerjaannya. tentu saja orang-orangitu tidak dibiarkan begitu saja. Mereka harus diberi didikan dan penerangansecukupnya sehingga keimanannya menjadi kuat dan keyakinannya menjadi kokoh.Didalam usaha yang sedemikian itu, beliau kemudian menerima tawaran dari rajanegeri Cheermen, raja Cheermen itu sangat berhajat untuk meng-Islam-kan rajaMajapahit yang masih beragama Hindu. Seperti ternyata kemudian, dari hasildidikannya akhirnya tersebar diseluruh penjuru tanah air mubaligh-mubaligh islamyang dengan tiada jemu-jemunya menyiarkan ajaran-ajaran agamanya.Dalam riwayat dikatakan, bahwa maulana maghribi itu adalah keturunan dari ZainulAbidin Bin Hassan Bin Ali ra, keterangan ini menurut buku karangan Sir ThomasStamford Raffles. Sebagaimana diketahui, Stamford Raffles (1781-1826) adalahseorang ahli politik Inggris, serta bekas letnan Gubernur Inggris ditanah Jawadari tahun 1811-1816 M. Adapun bukunya yang terkenal mengenai tanah Jawa adalah :"History of Java" yang ditulisnya pada tahun 1817 M. Mengenai filsafat Ketuhannya,diantaranya Syekh Maulana Malik Ibrahim pernah mengatakan apakah yang dinamakannyaAllah itu ? ujarnya "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan adanya,...............?Menurut setengah riwayat mengatakan, bahwa beliau berasal dari Persia. Bahkandikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim beripar dengan raja di negeri Cheermen.Mengenai letak negeri Cheermen itu terletak di Hindustan,sedangkan ahli sejarahyang lain mengatakan bahwa letaknya Cheermen adalah di Indonesia. Adapun mengenainama kedua orang tuanya, kapan beliau dilahirkan serta dimana, dalam hal ini belumdiketahui dengan pasti. ada yang mengatakan bahwa beliau berasal dari Kasyan(Persia).Bilamana beliau meninggal dunia ? Kalau ditilik dari batu nisan yang terdapat padamakam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, dekat Surabaya terukir sebagai tahunmeninggalnya 882 H, atau tahun 1419 M. Didalam sumber menyebutkan, bahwa beliauitu berasal dari Gujarat India, yang rupanya disamping berniaga, beliau jugamenyiarkan agama Islam Makam Maulana Malik Ibrahim yang terletak dikampung Gapuradi Gresik, sekarang jalan yang menuju kemakam tersebut diberi nama jalan MalikIbrahim. Dalam sejarah beliau dianggap sebagai pejuang seta pelopor dalammenyebarkan agama Islam ditanah Jawa, dan besar pula jasa beliau terhadap agama dan masyarakat. http://www.scribd.com/doc/4578135/Maulana-Malik-Ibrahim

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapurosukolilo, kota Gresik, Jawa Timur. Asal keturunan

Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal keturunan Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia bukanlah orang Jawa asli. Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat kepadanya, kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari wilayah Arab Maghrib di Afrika Utara.

Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi Syekh Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.[1]

Dalam keterangannya pada buku The History of Java mengenai asal mula dan perkembangan kota Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut penuturan para penulis lokal, "Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal dari Arabia, keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu raja Chermen (sebuah negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans[2] lainnya di Desa Leran di Jang'gala".[3]

Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah berdasarkan pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti makamnya di desa Gapura Wetan, Gresik; yang mengindikasikan bahwa ia berasal dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.[4]

Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik Ibrahim. Ia pada umumnya dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW, melalui jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja'far ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir, Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali' Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan), Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain (Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim,[5][6][7][8] yang berarti ia adalah keturunan orang Hadrami yang berhijrah. Penyebaran agama

Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior di antara para Walisongo lainnya.[9] Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar. Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.[10]

Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.[11] Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.[12]

Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup, di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat. [13]

Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.[14] Legenda rakyat

Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Syeh Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik berasal dari Persia. Syeh Maulana Malik Ibrahim dan Syeh Maulana Ishaq disebutkan sebagai anak dari Syeh Maulana Ahmad Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Syeh Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syeh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Syeh Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Syeh Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai.

Syeh Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun. Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya. Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di pulau Jawa.

Syeh Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.

Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya. Filsafat

Mengenai filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim pernah menyatakan mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata: "Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya."

Wafat

Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.

Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya adalah sebagai berikut: “ Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah. ”

Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.

Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.

Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Arti Walisongo

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat. Lukisan Walisongo

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Saat itu, majelis dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim sendiri, Maulana Ishaq (Sunan Wali Lanang), Maulana Ahmad Jumadil Kubro (Sunan Kubrawi); Maulana Muhammad Al-Maghrabi (Sunan Maghribi); Maulana Malik Isra'il (dari Champa), Maulana Muhammad Ali Akbar, Maulana Hasanuddin, Maulana 'Aliyuddin, dan Syekh Subakir.

Dari nama para Walisongo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:

Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim Sunan Ampel atau Raden Rahmat Sunan Bonang atau Raden Makhdum Ibrahi Sunan Drajat atau Raden Qasim Sunan Kudus atau Ja'far Shadiq Sunan Giri atau Raden Paku atau Ainul Yaqin Sunan Kalijaga atau Raden Said Sunan Muria atau Raden Umar Said Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah

Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Teori keturunan Hadramaut

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):

L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[5] mengatakan:

”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”

van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):

”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya." Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.

Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi. Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.

Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

[sunting] Teori keturunan Cina

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Walisongo adalah keturunan Tionghoa Indonesia.[6] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[rujukan?]

Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C. van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.

Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan [7]. [sunting] Sumber tertulis tentang Walisongo

Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Walisongo karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.

Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

Lihat pula

Mazhab Syafi'i Suku Arab-Indonesia Syekh Muhammad Shahib Mirbath Sunan Bayat Ki Ageng Pandan Arang Syekh Siti Jenar Resident Poortman Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini

Pranala luar

(Inggris) Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam Online publication of Martin van Bruinessen, by Universiteit Utrecht (Indonesia) Syekh Hasanuddin: Pendiri Pesantren Pertama di Jawa Barat Republika Online: Jumat, 28 April 2006

Referensi ^ a b Dahlan, KH. Mohammad. Haul Sunan Ampel Ke-555, Penerbit Yayasan Makam Sunan Ampel, hlm 1-2, Surabaya, 1979. ^ Meinsma, J.J., 1903. Serat Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647. S'Gravenhage. ^ Istilah maqam, selain berarti kubur juga dapat berarti tempat menetap atau tempat yang pernah dikunjungi seorang tokoh; contohnya seperti makam Nabi Ibrahim di Masjidil Haram. ^ Lihat pula: Pangeran Sabrang Lor. ^ van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia. ^ Muljana, Slamet (21 Januari 2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. LkiS. hlm. xxvi + 302 hlm.. ISBN 9799798451163. ^ Russell Jones, review on Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries written by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987), hlm. 423-424.

Synopsis “Wali Songo”

The composition of the nine saints varies, depending on different sources. The following list is widely accepted, but its authenticity relies much on repeated citations of a handful of early sources, reinforced as “facts” in school textbooks and other modern accounts. This list differs somewhat from the names suggested in the Babad Tanah Jawi manuscripts.

One theory about the variation of composition is: “The most probable explanation is that there was a loose council of nine religious leaders, and that as older members retired or passed away, new members were brought into this council.”[5] However, it should be borne in mind that the term “wali songo” was created retroactively by historians, and so there was no official “group of nine” that had membership. Further, the differences in chronology of the wali suggest that there might never have been a time when nine of them were alive contemporaneously.

Some of the family relationships described below are well-documented; others are less certain. Even today, it is common in Java for a family friend to be called “uncle” or “brother” despite the lack of blood relationship.

Maulana Malik Ibrahim also called Sunan Gresik: Arrived on Java 1404 CE, died in 1419 CE, buried in Gresik, East Java. Activities included commerce, healing, and improvement of agricultural techniques. Father of Sunan Ampel and uncle of Sunan Giri.

Sunan Ampel: Born in Champa in 1401 CE, died in 1481 CE in Demak, Central Java. Can be considered a focal point of the wali songo: he was the son of Sunan Gresik and the father of Sunan Bonang and Sunan Dradjat. Sunan Ampel was also the cousin and father-in-law of Sunan Giri. In addition, Sunan Ampel was the grandfather of Sunan Kudus. Sunan Bonang in turn taught Sunan Kalijaga, who was the father of Sunan Muria. Sunan Ampel was also the teacher of Raden Patah.

Sunan Giri: Born in Blambangan (now Banyuwangi, the easternmost part of Java) in 1442 CE. His father Maulana Ishak was the brother of Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri’s grave is in Gresik near Surabaya.

Sunan Bonang: Born in 1465 CE in Rembang (near Tuban) on the north coast of Central Java. Died in 1525 CE. Brother of Sunan Drajat. Composed songs for gamelan orchestra.

Sunan Drajat: Born in 1470 CE. Brother of Sunan Bonang. Composed songs for gamelan orchestra.

Sunan Kudus: Died 1550 CE, buried in Kudus. Possible originator of wayang golek puppetry.

Sunan Kalijaga: Buried in Kadilangu. Used wayang kulit shadow puppets and gamelan music to convey spiritual teachings.

Sunan Muria: Buried in Gunung Muria, Kudus. Son of Sunan Kalijaga and Dewi Soejinah (sister of Sunan Giri), thus grandson of Maulana Ishak.

Sunan Gunung Jati: Buried in Cirebon. Founder and first ruler of the Banten Sultanate.

[sunting] Sumber-sumber

  1. http://www.eastjava.com/books/walisongo/html/walisongo/maulana.html -
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Gresik -
  3. http://id.wikipedia.org/wiki/Walisongo -
  4. http://www.scribd.com/doc/4578135/Maulana-Malik-Ibrahim -
  5. http://id.wikipedia.org/wiki/Sunan_Gresik -
  6. http://merpatikualalumpur.wordpress.com/sura-baya/religi-tour/ -
  7. http://aisasholikha.wordpress.com/wali-songo/ -
  8. http://id.rodovid.org/wk/Husayn Ibn Ali (Bani Hashem, b. 11 Januari 626 d. 13 Oktober 680) [ SALASILAH HUSAYN BIN ALI ] -

Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Kakek-nenek
Kakek-nenek
Orang Tua
Orang Tua
 
== 3 ==
Syarif Muhammad Kebungsuan Pengging (Jaka Sengara)
pekerjaan: Pengging, Adipati Pengging bergelar Andayaningrat atau Ki Ageng Pengging I
perkawinan:
14. Syarief Ali Nurul Alam (Patih Arya Gajah Mada II)
lahir: 1402, Chermin, Kelantan
perkawinan:
perkawinan:
gelar: 1432 - 1467, Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II
penguburan: Pemakaman Gunung Santri - Cilegon - Banten
6. Maulana Muhammad Jumadil Kubra
lahir: 1311, Nasarabad India
9. Syaikh Maulana Wali Islam
lahir: 1317, Nasarabad India
2. Pangeran Pebahar As-Samarqandiy
lahir: 1300, Samarkand, Uzbekistan
3. Fadhal As-Samarqandiy (Sunan Lembayung)
lahir: 1302, Samarkand, Uzbekistan
5. Syekh Yusuf Shiddiq As-Samarqandiy
lahir: 1307, Samarkand, Uzbekistan
12. Siti ‘Aisyah (Putri Ratna Kusuma)
lahir: 1351, Kelantan, Malaysia
18. Sayyid Hasan Jumadil Kubra (1)
lahir: 1413, Wajo, Sulawesi Selatan
gelar: 1453, Menjadi Syekh Mufti Kesultanan Gowa, bertepatan dengan wafatnya Sayyid Husain Jamaluddin Jumadil Kubra
wafat: 1591, Wajo, Sulawesi Selatan
19. Sayyid Husain Jumadil Kubra Al-Asghar
lahir: 1443, Wajo, Sulawesi Selatan
15. 'Abdul Malik
lahir: 1404, Johor, Malaysia
4.2. Syarifah Fatimah
lahir: Cloning
1. Asy. Sayyid Maulana Maliq Ibrahim
lahir: 1297, Samarqand, Uzbekistan
CONF: Datang Ke Jawa tahun 1404
imigrasi: WISATA ZIARAH KE SYEKH MAULANA MAGHRIBI PARANGTRITIS
perkawinan:
perkawinan: 4.3.1.2. Dewi Rasa Wulan-Cloning1
wafat: 1419, Desa Gapurosukolilo-Kota Gresik-Jawa Timur
== 3 ==
Anak-anak
1.5. Syarifah Sarah
lahir: putranya diputus : 850376
Anak-anak
Cucu-cucu
14. R. Bondan Kejawan / Ki Ageng Tarub III (Ki Lembu Peteng)
lahir: Anak No.14 dari Brawijaya V Jurumertani sudah pada waktunya untuk mengirim Pajak Hasil Bhumi ke Kerajaan, dalam perjalanannya di ikuti oleh Bondan, yang tidak diketahui Jurumertani, Sesampainya di Kerajaan menyerahkan Pajakhasil Bumi, kemudian menghadap sang Prabu, Namun mendadak terdengan suara Gong Berbunyi, mengejutkan Sang Prabu dan seluruh isi kerajaan termasuk Jurumertani, setelah dikejar tertangkaplah seorang anak "Bondan", dan diserahkan pada sang Prabu, melihat kejadian itu Jurumertani terbelalak KAGET, dan menghampiri Prabu sambil berbisik Itu adalah Putera-sang Prabu. Sang Prabu menatap wajah si Bondan dengan seksama, kemudian penasehat spirituil Kerajaan menhampiri Sang Prabu berkata, Anak turun dari Anak itu (Bondan) akan menjadi Raja-raja ditanah jawa
lahir: Petilasan Makam dari Bondan Kejawan ada : 3 Tempat yaitu : 1. Desa Taruban-Purwodadi, dari kota Purwodadi ke arah Blora Km 13 ada perempatan belok Kanan 2km ada Situs yang dikelola oleh Kasunanan Surakarto, dsisin ada makam Ki Ageng Tarub I, dan R Bondan Kejawan ( Ki Ageng Tarub II) 2. 1 Km dari sini ( Ds Taruban ) arah ke perempatan ada Tandingan seolah-olah Makam Bondan Kejawan 3. Sebelah barat Kota Yogya ( Jl Wates dkt SPBU) ada dusun Kejawen disana ada makan Bondan Kejawan Pahlawan Majapahit
perkawinan: 1.3.1. Dewi Retno Nawangsih
perkawinan:
perkawinan: 1.3.1. Dewi Retno Nawangsih
4.3.1. Raden Ahmad Sahuri / Raden Sahur / Tumenggung Wilwatikta (Adipati Tuban VIII)
perkawinan: Putri Dari Aria Dikara
perkawinan: Dewi Nawangarum
pekerjaan: 1419 - 1460, Tuban, Adipati Tuban VIII (Diputus Ayahnya : 772299) Diputus Ayahnya ke NABI SAW : 850544
Cucu-cucu

Peralatan pribadi
Bahasa lain