2. Ki Gedeng Tapa/ Ki Gedeng Jumajan Jati
Dari Rodovid ID
Marga (saat dilahirkan) | Cirebon |
Jenis Kelamin | Pria |
Nama lengkap (saat dilahirkan) | 2. Ki Gedeng Tapa/ Ki Gedeng Jumajan Jati |
Orang Tua |
Momen penting
kelahiran anak: ♂ 1. Rd Jayapermana [Sunda-Galuh]
kelahiran anak: ♀ 2. Nyai Subanglarang / Dewi Kumalawangi (Puteri Subang Keranjang) [Sunda-Galuh] d. 1441
Catatan-catatan
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
Ki Gedeng Tapa
Ki Gedeng Tapa (Ki Gedeng Jumajan Jati) adalah seorang Mangkubumi dari Kerajaan Sing Apura.[11] Kerajaan ini bertugas mengatur pelabuhan Muarajati, Cirebon setelah tidak adanya penerus takhta di kerajaan tetangganya yaitu Surantaka setelah anak perempuan penguasanya yaitu Nyi Ambet Kasih menikah dengan Jayadewata (prabu Silih Wangi).[12]
Dinar, Dirham dan Fulus (uang tembaga) di pelabuhan Muara Jati Masduqi dalam artikelnya yang berjudul Mengembalikan Perdagangan Islam yang Berkeadilan dalam acara konferensi Islam Internasional AICIS ke 12 di Surabaya menjelaskan bahwa patut diduga penggunaan Dinar (uang meas) Dirham (uang perak) dan Fulus (uang tembaga) telah terjadi pada masa Ki Gedeng Tapa, hal tersebut dikarenakan pada masa itu pelabuhan Muara Jati telah banyak dikunjungi kapal-kapal asing[13]
Persahabatan Cheng Ho, mecusuar Muara Jati dan Masjid Kung Wu Ping Cheng Ho dalam misi diplomatiknya sempat berlabuh di pelabuhan Muara Jati, Cirebon pada tahun 1415, kedatangan Cheng Ho disambut oleh Ki Gedeng Tapa, Cheng Ho kemudian memberikan cenderamata berupa piring yang bertuliskan ayat kursi (piring ini sekarang tersimpan di keraton Kasepuhan, kesultanan Kasepuhan Cirebon).[14] Cheng Ho dan anak buahnya kemudian berbaur dengan warga sekitar dan berbagi ilmu pembuatan keramik, penangkapan ikan dan manajemen pelabuhan. Kung Wu Ping (Panglima angkatan bersenjata pada armada Cheng Ho)[15] kemudian menginisiasi pendirian sebuah mercusuar (bahasa Cirebon: Prasada Tunggang Prawata) untuk pelabuhan Muara Jati[16] pembangunannya kemudian mengambil tempat di bukit Amparan Jati.
Pada masa persinggahan laksamana Cheng Ho tersebut sangat dimungkinkan uang emas dan uang perak dijadikan sebagai alat tukarnya karena uang emas dan uang perak telah menjadi standar internasional pada masa tersebut terutama di pelabuhan-pelabuhan internasional.[13]
Pemukiman warga muslim Tionghoa pun kemudian dibangun di sekitar prasada tunggang prawata (bahasa Indonesia : mercusuar) bukit Amparan Jati, yaitu di wilayah Sembung, Sarindil dan Talang lengkap dengan masjidnya, pemukiman di Sarindil ditugaskan untuk menyediakan kayu jati guna perbaikan kapal-kapal, pemukiman di Talang ditugaskan untuk memelihara dan merawat pelabuhan, pemukiman di Sembung ditugaskan memelihara mercusuar, ketiga pemukiman Tionghoa tersebut secara bersama-sama ditugaskan pula memasok bahan-bahan makanan untuk kapal-kapal,[17] masjid di wilayah Talang sekarang telah berubah fungsinya menjadi sebuah klenteng.[15]
[sunting] Sumber-sumber
- ↑ epress.anu.edu.au/islamic/itc/mobile_devices/ch06s03.html -
Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

wafat: 4 September 1357, Perang Bubat


perkawinan: ♀ Kentring Manik Mayang Sunda / Kantri Manik Mayang Sunda (Nyimas Padmawati)
perkawinan: ♀ Ratu Anten
perkawinan: ♀ 1. Ratu Ratnasih / Nyi Rajamatri (Ratu Istri Rajamantri)
perkawinan: ♀ Nyai Ambetkasih
perkawinan: ♀ Nyai Aciputih
gelar: 3 Juni 1482 - 1521, Raja Sunda Ke-35 bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata
wafat: 1521, Rancamaya

perkawinan: ♀ Dewi Kinawati ? (Dewi Kania)
gelar: 1521 - 1535, Pajajaran, Bogor, Raja Pajajaran Ke 2
wafat: 1535
penguburan: Desa Sindangwasa kecamatan Palasah Jatiwangi KM 51/54 Majalengka
pekerjaan: ~ 1444, Cicurug, Sukabumi, Raja Keprabuan Pakuan Raharja
gelar: c, Adipati di Pesisir Banten atau Banten Girang.

perkawinan: ♀ 5. Nyai Rara Santang / Hajjah Syarifah Mudaim
gelar: 1471 - 1478, Champa
wafat: 1478