Raden Ayu Retno Dumilah
Dari Rodovid ID
Marga (saat dilahirkan) | Raden Trenggono |
Jenis Kelamin | Wanita |
Nama lengkap (saat dilahirkan) | Raden Ayu Retno Dumilah |
Orang Tua
♂ 9. Pangeran Timur / Pangeran Mas Kumambang (Rangga Jumena) [Raden Trenggono] |
Momen penting
lahir: Level 2 = Cucu ke 10 dari Sultan Trenggono Demak Bintoro atau putera ke 10 Pangeran Timur / Pangeran Maskumambang Diputus Ayahnya : 188342
kelahiran anak: ♂ 13. Pangeran Adipati Martoloyo / Mangkunegoro II (Raden Mas Kanitren) [Kesultanan Mataram]
kelahiran anak: ♂ 14. Pangeran Demang Tanpa Nangkil ? (Raden Mas Kadawung) [Kesultanan Mataram]
kelahiran anak: ♂ 11. Pangeran Adipati Pringgoloyo I ? (Raden Mas Djulig) [Kesultanan Mataram]
kelahiran anak: ♂ 12. Ki Ageng Panembahan Djuminah ? (Pangeran Adipati Djuminah Petak / Pangeran Blitar I) [Kesultanan Mataram]
perkawinan: ♂ Kanjeng Panembahan Senapati /Danang Sutawijaya (Raden Bagus Sutawijaya) [Kesultanan Mataram] b. 1530c d. 1601
1586 - 1590 pekerjaan: Bupati Madiun Ke 2
Catatan-catatan
Raden Ayu Retno Djumilah
Kegagahan Panglima Perang Perempuan
Saat Mataram dibawah Sutowidjojo berusaha menundukkan Purabaya di tahun 1586 kepemimpinan Kabupaten Purabaya telah diserahkan dari tangan Pangeran Timoer yang juga Panembahan Rama kepada putrinya Raden Ayu Retno Djumilah.
Putri Purabaya yang ternyata cukup tangkas ini bukan saja mendapat limpahan kepemimpinan sebagai Bupati Purabaya ke II di tahun 1586, tetapi juga bertindak sebagai Panglima Perang dari Kabupaten Purabaya. Didukung oleh beberapa bupati di kawasan Mancanegoro, sekuranganya lima belas kabupaten di kawasan timur, panglima perang ini ternyata sanggup mematahkan kekuatan pasukan lawan yang tak lain Pasukan Mataram.
Mataram yang telah dua kali ggagal dalam serangannya ke Purabaya dengan cermat memperhitungkan kembali rencana serangan yang ketiga. Serangan Mataram ketiga kalinya ke Purabaya dilakukan pada tahun 1590. Taktik yang sudah diperhitungkan sebelumnya oleh Pasukan Mataram dengan serangan mendadak serta berhasil menyusup masuk pusat kota dan istana Wonorejo, yang saat itu hanya dipertahankan oleh Manggalaning Perang Raden Ayu Retno Djumilah. Pertempuran satu lawan satu tak dapat dihindarkan lagi antara Manggalaning Perang Purabaya Raden Ayu Retno Djumilah dengan pimpinan ppasukan Mataram yang tak lain adalah Sutowidjojo sendiri.
Manggalaning Perang Purabaya cukup gigih bertempur sebagai senjata andalan panglima perang ini berupa sebilah keris bernama “ Kyai Kala Gumarang”. Pusaka ini merupakan pusaka andalan kabupaten. Pertarungna antara dua pemimpin pasukan ini beerjalan cukup seru dan berlangsung di sebuah sendang tidak jauh dari istana Kabupaten Wonorejo.
Besarnya pasukan kerajaan Mataram memang sangat merepotkan pasukan Kabupaten Madiun yang jumlahnya terbatas. Dalam perang tanding itu, pusaka andalan Kyai Kala Gumarang berpindah tangan. Bersamaan dengan itu pula, Retno Djumilah berpikir bijaksana. Jika diteruskan, maka peperangan itu hanya akan melahirkan kematian dan menyisakan kebencian serta dendam yang tak pernah berhenti. Pikiran bijak itulah yang kemudian akhirnya diwujudkan dalam kompromi kedua belah pihak. Bahkan dalam perjalanan waktu selanjutnya, Retno Djumilah, Sang Panglima perang sekaligus Bupati Madiun ke Mataram. Wanita cerdas dan trengginas tersebut akhirnya dipersunting sebagai permaisuri Mataram.
Menandai berakhirnya peperangan, pada 16 Nopember 1590 digantilah Purabaya menjadi Madiun. Penggantian nama Purabaya menjadi Madiun terjadi pada: hari Jum’at legi, tanggal 16 Nopember 1950 M. Atau hari Jum’at Legi, tanggal 21 Suro Tahun Dal 1510 Jawa.
PERJUANGAN SANG PEREMPUAN
Raden Ayu Retno Djumilah, sosok perempuan yang cerdas dan trengginas. Sebagai putri seorang bupati, bukan hanya trengginas dalam olah kanuragan tetapi juga sebagai sosok perempuan pemimpin yang disegani. Putri Bupati Pangeran Timoer ini memang kemudian juga mengemban tugas sebagai bupati, setelah ayahanda menyelesaikan tugasnya.
Sejarah mencatat bahwa Retno Djumilah harus berhadapan dengan kekuasaan yang lebih besar, Kasultanan Mataram. Akibat jauhnya Demak, dan kemudian kekuasaan pindah ke Mataram, maka ada kebijakan dari Mataram yang menjadikan wilayah Demak berada dalam kekuasaannya.
Kabupatem Madiun memang menjadi sasaran utama untuk dikuasai Mataram. Ini terjadi karena memang posisi Kabupaten Madiun sangat strategis. Kabupaten Madiun dan Bupatinya, memang menjadi pemimpinan para bupati-bupati di wilayah brang wetan. Ada lima belas kabupaten yang pada waktu itu di bawaqh kendali Bupati Madiun.
Kebijakan Mataram yang menyatakan bahwa Kabupaten Madiun harus berada dalam kekuasaannya, sejak awal ditolak oleh Pangeran Timoer. Akibatnya, terjadilah serangan Mataram ke Madiun. Dua kali, tahun 1586 dan 1587, Mataram gagal menundukkan Madiun. Usaha Mataram tak berhenti, ketika masa kepemimpinan Sutowidjojo, pada tahun 1590 dilakukanlah serangan ke Madiun. Kala itu, yang Madiun dipimpin oleh Raden Ayu Retno Djumilah. Sebuah titik balikterjadi. Peperangan dan permusuhan itu akhirnya berhenti. Raden Ayu Retno Djumilah yang memimpin perlawanan tersebut, pada akhirnya menggambil inisiatif untuk berkompromi dengan situasi. Dia lebih memilih kepentingan masa depan, ketimbang mengorbankan rakyat untuk berperang. Keputusan penghentian peperangan ini tentunya menguntungkan kedua belah pihak.
Dalam perjalanan waktu selanjutnya, Retno Djumilah justru mampu mengambil simpati Pangeran Sutowidjojo. Karena, kemudian Retno Djumilah dipersunting menjadi permaisuri oleh Pangeran Sutowidjojo. Perkawinan dengan pemimpin Mataram lebih dari sebuah hubungan pribadi, tetapi juga menempatkan Madiun secara terhormat dalam sejarah kerajaan jawa. Sebagai perempuan, dia amat hebat. Retno Djumilah bukan sekedar anak Bupati, tetapi juga tokoh pemimpin yang mampu memimpin sebuah pasukan perang. Dia juga yang berhasil menghentikan konflik yang sempat terjadi antara Mataram dan Madiun.
Untuk memberikan pemaknaan terhadap peran kepemimpinan perempuan yang luar biasa, Bupati Djunaedi Mahendra meprakarsai berdirinya sebuah patung di halaman masuk pendopo Kabupaten Madiun. Patung ini bukanlah patungnya Retno Djumilah, tetapi sebagai simbol atau penandaan bahwa kaum perempuan di Kabupaten Madiun sejak lama telah berada dalam kedudukan sejajar dengan kaum pria.
[sunting] Sumber-sumber
- ↑ Struktur Silsilah Keluarga - Raden Trenggono = Sultan Alam Akbar III Demak Bintoro s/d Kartosuro – Mataram
- ↑ http://perpustakaan.madiunkab.go.id/statis-6-bupatimadiundarimasakemasa.html -
Dari kakek nenek sampai cucu-cucu
perkawinan: ♂ Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar
perkawinan: ♂ Kyai Ageng Lang / Pangeran Langgar
perkawinan: ♂ Pangeran Kalinyamat / Sultan Hadirin (Pangeran Tanduran / Tji BinTang)
gelar: 10 April 1527 - 1536, Jepara, Kanjeng Ratu Kalinyamat
wafat: 1579, Jepara, Dimakamkan di dekat makam Pangeran Kalinyamat di desa Mantingan.
gelar: di Kalinyamat
perkawinan: ♂ Raden (Nama tdk tercatat)
gelar: di Muryopodo
gelar: di Tuban
gelar: di Djapan, Panembahan Djapan II
wafat: Butuh, Dimakamkan di Butuh - Kebumen
EVEN: di Madiun
gelar: di Madiun
perkawinan: ♂ Kanjeng Panembahan Senopati / Danang Sutawijaya (Raden Sutowijoyo)
perkawinan: ♂ 9. Pangeran Singasari / Raden Santri
perkawinan: ♀ Nyai Adisara
perkawinan: ♀ 1.1.1.2.1.1.1. Waskita Jawi / Ratu Mas (Putri Waskita Jawi)
perkawinan: ♀ Rara Semangkin
perkawinan: ♀ Niken Purwosari / Rara Lembayung
perkawinan: ♀ Kanjeng Ratu Kidul
perkawinan: ♀ Raden Ayu Retno Dumilah
gelar: 1575 ? 1601, SULTAN MATARAM KE 1 (1587-1601), bergelar Panembahan Senopati Khalifatullah Sayyidin Penatagama
wafat: 1601
perkawinan: ♀ Ratu Tulungayu
perkawinan:
gelar: 1601 - 1613, Kota Gede, Mataram, Sultan Mataram Ke 2 bergelar Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati Senapati-ing-Ngalaga Mataram
wafat: 1613
gelar: 1613, "Anumerta Panembahan Seda ing Krapyak"
perkawinan: ♂ Kyai Ageng Karanglo / Ki Ageng Karang Lo
wafat: 1625, Jatinegara, Jakarta
penguburan: 1625, Tapos, Depok
wafat: 13 Oktober 1676, Kotagede Yogyakarta