14.1.1.1. Panembahan Maulana Hasanuddin b. 1478 d. 1570
Dari Rodovid ID
Marga (saat dilahirkan) | Kesultanan Banten |
Jenis Kelamin | Pria |
Nama lengkap (saat dilahirkan) | 14.1.1.1. Panembahan Maulana Hasanuddin |
Nama lainnya | Pangeran Sabakingkin |
Orang Tua
♂ 14.1.1. Maulana Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Djati II) [Sunan Gunung Djati II] b. 1448 d. 1568 |
Momen penting
1478 lahir: Cirebon
kelahiran anak: ♀ 4.1.1.1.9. Ratu Terpenter [Banten]
kelahiran anak: ♀ 4.1.1.1.8. Ratu Keben [Banten]
kelahiran anak: ♂ 4.1.1.1.8. Pangeran Sabrang Lor [Banten]
kelahiran anak: ♀ 4.1.1.1.10. Ratu Biru [Banten]
kelahiran anak: ♀ 4.1.1.1.11. Ratu Ayu Arsanengah [Banten]
kelahiran anak: ♂ 4.1.1.1.15. Pangeran Sabrang Wetan [Banten]
kelahiran anak: ♀ 4.1.1.1.14. Ratu Ayu Kamudarage [Banten]
kelahiran anak: ♂ 4.1.1.1.13. Tumenggung Wilatikta [Banten]
kelahiran anak: ♂ 4.1.1.1.12. Pangeran Pajajaran Wado [Banten]
kelahiran anak: ♂ 4.1.1.1.7. Pangeran Pringgalaya [Banten]
kelahiran anak: ♂ 4.1.1.1.6. Pangeran Pajajaran [Banten]
kelahiran anak: ♂ 4.1.1.1.5. Pangeran Suniararas / Syekh Tajul Arsy al-Bantani [Kasultanan Banten]
kelahiran anak: ♀ 4.1.1.1.3. Syarifah Fatimah / Ratu Winahon II [Banten]
kelahiran anak: ♂ 14.1.1.1.1. Panembahan Maulana Yusuf [Kesultanan Banten] d. 1585
kelahiran anak: ♀ 4.1.1.1.2. Syarifah Khadijah [Cirebon]
kelahiran anak: ♂ 4.1.1.1.4. Pangeran Arya Japara [Banten]
kelahiran anak: ♂ (Poss) Child of Maulana Hasanuddin [Cirebon]
perkawinan: ♀ 3.4.1.1.3. Ratu Ayu Kirana [Azmatkhan]
1552 - 1570 gelar: Sultan Banten I
1570 wafat: Banten
Catatan-catatan
Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang
Kesultanan Banten 1527-183
Wilayah Banten pada masa Maulana Hasanuddin, yang menguasai Selat Sunda pada kedua sisinya Ibukota Surosowan, Kota Intan Bahasa Sunda, Jawa, Melayu, Arab,[1] Agama Islam Pemerintahan Kesultanan
Sultan - 1527-1552 sebagai bawahan Demak - 1552–1570 ¹ Maulana Hasanuddin - 1651–1683 Ageng Tirtayasa Sejarah - Serangan atas Kerajaan Sunda 1527 - Aneksasi oleh Hindia-Belanda 1813
Artikel ini bagian dari seri Sejarah Indonesia
Garis waktu sejarah Indonesia Sejarah Nusantara
Prasejarah Kerajaan Hindu-Buddha Kutai (abad ke-4) Tarumanagara (358–669) Kalingga (abad ke-6 sampai ke-7) Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-13) Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9) Kerajaan Medang (752–1006) Kerajaan Kahuripan (1006–1045) Kerajaan Sunda (932–1579) Kediri (1045–1221) Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14) Singhasari (1222–1292) Majapahit (1293–1500) Malayapura (abad ke-14 sampai ke-15) Kerajaan Islam Penyebaran Islam (1200-1600) Kesultanan Samudera Pasai (1267-1521) Kesultanan Ternate (1257–sekarang) Kerajaan Pagaruyung (1500-1825) Kesultanan Malaka (1400–1511) Kerajaan Inderapura (1500-1792) Kesultanan Demak (1475–1548) Kesultanan Kalinyamat (1527–1599) Kesultanan Aceh (1496–1903) Kesultanan Banten (1527–1813) Kesultanan Cirebon (1552 - 1677) Kesultanan Mataram (1588—1681) Kesultanan Siak (1723-1945) Kerajaan Kristen Kerajaan Larantuka (1600-1904) Kolonialisme bangsa Eropa Portugis (1512–1850) VOC (1602-1800) Belanda (1800–1942) Kemunculan Indonesia Kebangkitan Nasional (1899-1942) Pendudukan Jepang (1942–1945) Revolusi nasional (1945–1950) Indonesia Merdeka Orde Lama (1950–1959) Demokrasi Terpimpin (1959–1965) Masa Transisi (1965–1966) Orde Baru (1966–1998) Era Reformasi (1998–sekarang)
Kesultanan Banten merupakan sebuah kerajaan Islam yang pernah berdiri di Provinsi Banten, Indonesia. Berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan.
Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati[2] berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan setelah Banten menjadi kesultanan yang berdiri sendiri.
Selama hampir 3 abad Kesultanan Banten mampu bertahan bahkan mencapai kejayaan yang luar biasa, yang diwaktu bersamaan penjajah dari Eropa telah berdatangan dan menanamkan pengaruhnya. Perang saudara, dan persaingan dengan kekuatan global memperebutkan sumber daya maupun perdagangan, serta ketergantungan akan persenjataan telah melemahkan hegemoni Kesultanan Banten atas wilayahnya. Kekuatan politik Kesultanan Banten akhir runtuh pada tahun 1813 setelah sebelumnya Istana Surosowan sebagai simbol kekuasaan di Kota Intan dihancurkan, dan pada masa-masa akhir pemerintanannya, para Sultan Banten tidak lebih dari raja bawahan dari pemerintahan kolonial di Hindia Belanda.
Pembentukan awal
De Stad Bantam, lukisan cukilan lempeng logam (engraving) karya François Valentijn, Amsterdam, 1726[3] Pada awalnya kawasan Banten juga dikenal dengan Banten Girang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugal dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugal dari Melaka tahun 1513. Atas perintah Trenggana, bersama dengan Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda.[4]
Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Maulana Hasanuddin juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.[5]
Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Trenggana,[6] Banten yang sebelumnya vazal dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570[7] melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Kemudian ia digantikan anaknya Maulana Muhammad, yang mencoba menguasai Palembang tahun 1596 sebagai bagian dari usaha Banten dalam mempersempit gerakan Portugal di nusantara, namun gagal karena ia meninggal dalam penaklukkan tersebut.[8]
Pada masa Pangeran Ratu anak dari Maulana Muhammad, ia menjadi raja pertama di Pulau Jawa yang mengambil gelar "Sultan" pada tahun 1638 dengan nama Arab Abu al-Mafakhir Mahmud Abdulkadir. Pada masa ini Sultan Banten telah mulai secara intensif melakukan hubungan diplomasi dengan kekuatan lain yang ada pada waktu itu, salah satu diketahui surat Sultan Banten kepada Raja Inggris, James I tahun 1605 dan tahun 1629 kepada Charles I.[1]
[sunting] Sumber-sumber
- ↑ http://abatasya.net/content/view/29/30/ -
- ↑ http://cippad.usc.edu/ai/uploaded_files/History/Type0/File1/busana%20adat%20pengantin.pdf -
- ↑ http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Banten -
- ↑ http://serang-banten.blogspot.com/2009/08/silsilah-sultan-banten.html -
Dari kakek nenek sampai cucu-cucu
perkawinan: ♀ Nyi Mas Endang Geulis / Nyi Mas Endang Ayu
perkawinan: ♀ Nyai Retna Rasajati
perkawinan: ♀ Nyai Retna Riris / Nyai Kencana Larang
gelar: < 1479, Sultan Cirebon I
perkawinan: ♀ Dewi Kinawati ? (Dewi Kania)
gelar: 1521 - 1535, Pajajaran, Bogor, Raja Pajajaran Ke 2
wafat: 1535
penguburan: Desa Sindangwasa kecamatan Palasah Jatiwangi KM 51/54 Majalengka
pekerjaan: ~ 1444, Cicurug, Sukabumi, Raja Keprabuan Pakuan Raharja
perkawinan: ♀ Putri Lembu Suro
pekerjaan: 1401 - 1419, Tuban, Adipati Tuban VII
wafat: 1477, ISTERI KE 2 (berputra 2)
perkawinan: ♂ 14.1.1. Maulana Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Djati II)
gelar: Nyi Mas Penatagama Pesambangan
perkawinan: ♂ 14.1.1. Maulana Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Djati II)