1. Rd. Aria Wiranagara (Rd. Aria Cikalong) b. 1805c
Dari Rodovid ID
Marga (saat dilahirkan) | Wiratanudatar |
Jenis Kelamin | Pria |
Nama lengkap (saat dilahirkan) | 1. Rd. Aria Wiranagara (Rd. Aria Cikalong) |
Orang Tua
♂ 1. Dalem Noh / Wiratanudatar VI / Rd. Wiranagara [Wiratanudatar] b. 1756 |
Momen penting
1805c lahir: (1813-8)
kelahiran anak: ♂ Rd. Rajadireja / (Aom Raja) Cikalong [Wiratanudatar]
Catatan-catatan
Aliran Silat Cimande
Pencipta dari aliran Cimande adalah Abah Kahir (ada yang mengatakan Abah Sakir, Abah Khaer dan lain lain). Pencak silat aliran Cimande sering disebut juga dengan nama Maenpo Cimande. Kata Maenpo berasal dari kata maen poho (bahasa sunda), yang berasal dari kata maen dan poho (lupa), yang dapat diartikan sebagai menipu gerakan. Karena itu kemudian dipersingkat menjadi maenpo.. Ia diyakini berasal dari daerah Tatar sunda selatan (Garut, Tasikmalaya atau Cianjur Selatan). Ia belajar beladiri justru dari istrinya yang ahli dalam beladiri. Istrinya diceritakan selain mempunyai keahlian dalam beladiri juga menyaksikan pertarungan antara Harimau (Macan dalam bahasa sunda) dan 2 ekor Monyet. Salah seekor monyet membawa ranting dalam melawan harimau tersebut. Sedang yang satunya bertangan kosong. Dari peristiwa ini Sang Istri kemudian menciptakan jurus pamacan, pamonyet dan pepedangan yang merupakan salah satu jurus andalan dari aliran ini.
Karena kehebatannya dalam beladiri, Abah Kahir kemudian dijadikan pamuk (guru beladiri) dilingkungan kabupatian oleh Bupati Cianjur yang bernama Rd. Aria Wiratanudatar VI (1776-1813) atau dikemudian hari dikenal dengan nama Dalem Enoh. Bupati Aria Wiratanudatar VI memiliki 4 orang anak, yaitu: Rd. Aria Wiranagara (Aria Cikalong), Rd. Aria Natanagara (Rd.Haji Muhammad Tobri), Nyi Rd. Meumeut dan Aom Abas (ketika dewasa menjadi Bupati di Limbangan-Garut).
Satu nama yang patut dicatat di sini adalah Aria Wiranagara (Aria Cikalong), karena dialah yang merupakan salah satu murid terbaik Abah Khaer dan nantinya memiliki cucu yang menciptakan aliran baru yang hebat. Setelah Bupati Aria Wiratanudatar VI (tahun 1813), meninggal. Pada tahun 1815 M Abah Kahir pergi ke Bogor mengikuti anak sang bupati Cianjur tersebut, Rd. Aria Natanagara yang menjadi Bupati di Bogor. Mulai saat itulah dia tinggal di Kampung Tarik Kolot – Cimande hingga meninggal pada tahun 1825 M (dalam usia yang tidak tercatat). Abah Khaer sendiri memiliki 5 orang anak Endut, Ocod, Otang, Komar dan Oyot. Mereka inilah dan murid-muridnya sewaktu dia bekerja di kabupaten yang menyebarkan Maenpo Cimande ke seluruh Tatar Sunda. Sementara di Bogor, salah seorang muridnya yang bernama Ace yang meninggal di Tarikolot, yang hingga kini keturunannya menjadi sesepuh pencaksilat Cimande Tarikolot Kebon Jeruk Hilir. Abah Kahir pernah datang ke Sumedang di era Pangeran Kornel. Oleh penulis buku Pangeran Kornel, Rd Memed Sastradiprawira, Abah Kahir digambarkan sebagai selalu berpakain kampret dan celana pangsi warna hitam. Dan juga dia selalu memakai ikat kepala warna merah, digambarkan bahwa ketika dia ngibing di atas panggung penampilannya sangat ekspresif, dengan badan yang tidak besar tetapi otot-otot yang berisi dan terlatih baik, ketika ngibing (menari) seperti tidak mengenal lelah. Terlihat bahwa dia sangat menikmati tariannya tetapi tidak kehilangan kewaspadaannya, langkahnya ringan bagaikan tidak menapak panggung, gerakannya selaras dengan kendang (Nincak kana kendang suatu istilah sunda).
[sunting] Sumber-sumber
Dari kakek nenek sampai cucu-cucu
perkawinan: ♂ 1.1.1.5.2.1.1.1.3.4. Dalem Raden Soerialaga II / Raden Tumenggung Suryalaga II (Dalem Taloen)

pekerjaan: 20 Januari 1807, Cutak Jampang (Gelar Demang)
pekerjaan: 1813 - 1815, Bupati Bogor Ke 14

gelar: Bupati Garut Ke III (1833 - 1871)