1. Sultan Haji / Sayyid Abu Al Nashr 'Abdul Qahar b. 1658c

Dari Rodovid ID

Orang:779481
Langsung ke: panduan arah, cari
LAMBANG  KESULTANAN  BANTEN
LAMBANG KESULTANAN BANTEN
Marga (saat dilahirkan) Kesultanan Banten
Jenis Kelamin Pria
Nama lengkap (saat dilahirkan) 1. Sultan Haji / Sayyid Abu Al Nashr 'Abdul Qahar
Orang Tua

1. Sultan Ageng Tirtayasa / Sayyid Abul Fath 'Abdul Fattah (Pangeran Ratu) [Kesultanan Banten] b. 1631 d. 11 Desember 1692

Ratu Adi Kalsum [Kalsum]

[1][2][3]

Momen penting

1658c lahir: (1631+27)

kelahiran anak: 6. Ratu Muhammad Alim [Kasultanan Banten]

kelahiran anak: 7. Ratu Rohimah [Kasultanan Banten]

kelahiran anak: 8. Ratu Hamimah [Kasultanan Banten]

kelahiran anak: 10. Ratu Mumbay (Ratu Bombay) [Kasultanan Banten]

kelahiran anak: 9. Pangeran Ksatrian [Kesultanan Banten]

kelahiran anak: 5. Pangeran Ja’farrudin [Kasultanan Banten]

kelahiran anak: 4. Pangeran Fadhludin [Kasultanan Banten]

kelahiran anak: 3. Pangeran Sayyid Muhammad Thahir / Kanjeng Raden Tumenggung Prawirokusumo [Kesultanan Banten]

kelahiran anak: 1. Sultan Abu'l Fadhl Muhammad Yahya / Pangeran Ratu [Kasultanan Banten]

1671 kelahiran anak: Keraton Surasowan, 2. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin / Pangeran Dipati [Kesultanan Banten] b. 1671

1683 - 1687 gelar: Sultan Banten Ke VII

penguburan: Sedakingkin-Banten

Catatan-catatan

Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

berputra:

   Sultan Abdul Fadhl
   Sultan Abul Mahasin
   Pangeran Muhammad Thahir
   Pangeran Fadhludin
   Pangeran Ja’farrudin
   Ratu Muhammad Alim
   Ratu Rohimah
   Ratu Hamimah
   Pangeran Ksatrian
   Ratu Mumbay (Ratu Bombay)

Masa Raja / Sultan Banten ke 7

Sultan Haji dinobatkan menjadi Sultan Banten (1682-1687) Dengan gelar Sultan Abu Nashr Muhammad Abdul Kahar. Penobatan ini disertai beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut kemudian dituangkan dalam sebuah perjanjian yang ditandatangani pada 17 April 1684 yang meminimalkan kedaulatan Banten karena dengan perjanjian itu segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan dalam dan luar negeri harus atas persetujuan VOC. Dengan ditandatanganinya perjanjian itu, selangkah demi selangkah VOC mulai menguasai Kesultanan Banten dan sebagai simbol kekuasaannya, pada tahun 1684-1685 VOC mendirikan sebuah benteng pertahanan di bekas benteng kesultanan yang dihancurkan. Selain itu, didirikan pula benteng Speelwijk sebagai bentuk penghormatan kepada Speelman yang menjadi Gubernur Jenderal VOC dari tahun 1682 sampai dengan 1685. Demikian pula Banten sebagai pusat perniagaan antarbangsa menjadi tertutup karena tidak ada kebebasan melaksanakan politik perdagangan, kecuali atas izin VOC.

Penderitaan rakyat semakin menjadi karena monopoli perdagangan VOC. Dengan kondisi demikian, sangatlah wajar kalau masa pemerintahan Sultan Haji banyak terjadi kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang yang ditimbulkan oleh rakyat. Selain menghadapi penentangan dari rakyatnya sendiri, Sultan Haji pun menghadapi suatu kenyataan tekanan dari VOC yang tuntutannya sesuai perjanjian harus diturut. Karena tekanan-tekanan itu, akhirnya Sultan Haji jatuh sakit hingga meninggal dunia pada tahun 1687.

Sultan Haji

Sultan Haji merupakan salah seorang putera dari Sultan Abulfath Abdulfattah atau Sultan Ageng Tirtayasa pewaris Kesultanan Banten. Namanya Sultan Abunnashri Abdulkahar atau Abdulqohhar namun lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji. Ia mendapatkan tahtanya bekerja sama dengan Belanda setelah menggulingkan ayahnya. Hal ini menimbulkan banyak spekulasi, mengingat jika ia pewaris syah dari Kesultanan Banten seharusnya tanpa melakukan kudeta terhadap ayahnya pun, ia dapat menerima tahta tersebut.

Masalah ini dimungkinkan ketidak sabaran Sultan Haji untuk segera menduduki jabatannya, karena ada putra Sultan Ageng lainnya yang bernama Pangeran Purbaya dianggap mampu menggantikan Sultan Ageng, atau Sultan merasa kurang sreg terhadap perilaku Sultan Haji. Namun dimungkinkan pula ada hasutan Belanda, mengingat hubungan Belanda dengan Sultan Ageng dan para pendahulunya kurang baik. Sedangkan jika mendukung Sultan Haji maka Belanda akan lebih mudah menguasai perdagangan di Banten.

Spekulasi terakhir ini yang mungkin paling mendekati, mengingat ada simbiosa mutualisma antara Belanda yang bertujuan melancarkan kepentingan dagangnya dan Sultan Haji yang mengincar jabatan kesultanan. Ketika terjadi peperangan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji yang dibantu Belanda istana habis terbakar, tidak sedikit pula perkampungan menjadi musnah.

Sejak Sultan Haji bertahta banyak peristiwa-peristiwa yang sangat merugikan Kesultanan Banten, baik masalah perekonomian negara maupun perpolitikannya. Banyak sudah pemberontakan yang dilakukan rakyat termasuk para pendukung setia Sultan Ageng. Tabiat Sultan Haji dalam menghadapi Belanda pun sangat bertolak belakang dengan para pendahulunya. Sultan Haji sangat mengandalkan bantuan militer dan bantuan ekonomi Belanda, berakibat Banten tidak lagi memiliki kedaulatan penuh, bahkan Belanda sangat mempengaruhi struktur pemerintahan Banten.

Kata Untoro (2007) menyebutkan, sejak ditandatanganinya perjanjian pada tanggal 17 april 1684 praktis kukuasaan Kesultanan Banten dapat dianggap runtuh. Lebih lanjut menyebutkan : Perjanjian antara Kesultanan Banten dengan Belanda ditandatangani di Keraton Surasowan, dibuat dalam bahasa Belanda dan Jawa dan Melayu. Penanndatanganan dari pihak Kompeni dilakukan oleh komandan dan presiden komisi Franscois Tack, Kapten Herman Dirkse Wendepoel, Evenhart van der Schuere serta Kapten bangsa Melayu, Wan Abdul Kahar, sedangkan dari pihak Banten dilakukan oleh Sultan Abdul Kahar, pangeran Dipaningrat, Kiyai Suko Tadjudin, pangeran Natanegara, dan pangeran Natawijaya (Tjandrasasmita : 1967 : 54). Sejak perjanjian tersebut Kompeni secara langsung aktif menentukan monopoli perdagangan Banten.

Beberapa diantara peninggalannya yang monumental, ia membangun daerah-daerah yang rusak akibat perang, selain itu ia membangun kembali istana Surosowan. Untuk membangun istana Surasowan iapun meminta bantuan Cardeel, seorang arsitek Belanda. Iapun mengganti cara berpakaian dari berpakaian ala Banten menjadi cara berpakaian Arab, sekalipun pernah ditentang oleh Sultan Ageng ketika ia masih berkuasa.

Sultan Haji meninggal dan dimakamkan di Sedakingkin, sebelah utara mesjid Agung, sejajar dengan makam Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji dikarunia beberapa orang anak, antara lain Pengeran Ratu yang kemudian menggantikan tahtanya sebagai Sultan Banten yang dikenal dengan sebutan Sultan Abulfadhl Muhammad Yahya (1687-1690), Raja / Sultan kedelapan di Kesultanan Surasowan Banten.. Namun hanya sebentar dan tidak mempunyai keturunan.

http://gentong-pusaka.blogspot.co.id/2013/01/sultan-haji.html


[sunting] Sumber-sumber

  1. https://htirtayasa.wordpress.com/2010/04/03/silsilah-kerajaan-kesultanan-banten/ -
  2. http://kesultananbanten.weebly.com/sejarah-banten.html -
  3. https://www.myheritage.com/FP/newsItem.php?s=48731292&newsID=35 -

Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Kakek-nenek
14.1.1.1.1.1.1.1. Sultan Abul Ma'ali Ahmad Rachmatullah
gelar: 1650, Sultan Banten Ke V, Masih Putra Mahkota
Kakek-nenek
Orang Tua
1. Sultan Ageng Tirtayasa / Sayyid Abul Fath 'Abdul Fattah (Pangeran Ratu)
lahir: 1631, Banten
perkawinan: Ratu Adi Kalsum
gelar: 10 Maret 1651 - 1683, Banten, Sultan Banten ke VI
wafat: 11 Desember 1692, Batavia
penguburan: 12 Desember 1692, Sedakingkin-Banten
Orang Tua
 
== 3 ==
2. Pangeran Purbaya
lahir: 1661
perkawinan: Raden Ayu Gusik Kusuma
wafat: 18 Maret 1732, (F. De Haan)
1. Sultan Haji / Sayyid Abu Al Nashr 'Abdul Qahar
lahir: 1658c, (1631+27)
gelar: 1683 - 1687, Sultan Banten Ke VII
penguburan: Sedakingkin-Banten
== 3 ==
Anak-anak
1. Sultan Abu'l Fadhl Muhammad Yahya / Pangeran Ratu
gelar: 1687 - 1690, Sultan Banten Ke VIII
2. Sultan Abul Mahasin Zainul Abidin / Pangeran Dipati
lahir: 1671, Keraton Surasowan
perkawinan: Ratu Rohimah
gelar: 1690 - 1733, Sultan Banten Ke IX
3. Pangeran Sayyid Muhammad Thahir / Kanjeng Raden Tumenggung Prawirokusumo
gelar: 1843 - 1850, Wedhono Salatiga, Sumber : Buku "Sajarah Bogor" oleh R. Memed Sunardi, November 1966
gelar: 1851 - 1860, Patih Kendal
gelar: 1860 - 1863, Regent/Boepati Salatiga, dengan gelar Raden Toemenggoeng
4. Pangeran Fadhludin
lahir: Keraton Surasowan, Banten Lama
wafat: Jawa Timur
Anak-anak
Cucu-cucu
1. Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin (1733-1747)
gelar: 1733 - 1747, Sultan Banten Ke 10
2. Sultan Muhammad Wasi’ Zainul ‘alimin (1752-1753)
gelar: 1752 - 1753, Sultan Banten Ke XI
1. RA. Soeta Widjaja
perkawinan:
perkawinan:
perkawinan:
perkawinan:
gelar: 1840 - 1841, Hoofd Djaksa Buitenzorg (lihat Almanak 1840, hal 70)
gelar: 1847 - 1855, Hoofd Demang Paroeng (Almanak 1847-1855)
2. R. Rono Koesoemo
gelar: 13 Juli 1861 - 1865, Patih Afdeeling Grobogan
51. Raden Darma Kusuma
lahir: Kroya Lama, Kasunyatan, Banten
wafat: Kroya Lama, Kasunyatan, Banten
13. Pangeran Jaya Sentika
lahir: 1710, Kasunyatan, Banten
perkawinan: 2. Nyi Hj. Ummu Salamah
penguburan: Kenari, Banten
Pangeran Soleman
wafat: Bogor
Cucu-cucu

Peralatan pribadi
Bahasa lain