5. Raden Mas Roub / Raden Mas Raab (Pangeran Hasan) b. 1816 d. 1894 - Keturunan (Inventaris)
Dari Rodovid ID
wafat: 1894, Wanagopa, Tegal
Raden Mas Roub/Raib/Raab/Pangeran Hasan 1816
Adalah adik kandung Raden Mas Joned. Usianya sekitar sembilan tahun ketika mengikuti ayahnya dalam medan perang. Bersama kakaknya dia ikut merasakan bagaimana kehidupan dalam pengungsian. Raden Mas Roub selalu mengikuti perjalanan ayahnya dalam medan perang. Selain karena putera dari isteri permaisuri kedua, Pangeran Diponegoro menyiapkan Raden Mas Roub agar kelak sebagai seorang pemimpin agama. Sampai di sini dapat dijelaskan bahwa ada 4 (empat) putera Pangeran Diponegoro yang dibuang ke Ambon. Pada buku The Power of Prophecy tulisan Peter F Carey halaman 746 dijelaskan bahwa pada akhir tahun 1848 Pangeran Diponegoro menanyakan kepada gubernur jenderal di Makassar perihal tiga anaknya yaitu Pangeran Dipokusumo, Raden Mas Raib serta Pangeran Diponingrat yang diberitakan mengalami sakit tekanan jiwa. Pangeran Diponegoro juga menanyakan anaknya yang tertua yang mengalami pembuangan di Sumenep pada tahun 1834 setelah memberontak di Kedu, dan belum pernah berkirim kabar.
Segudang Misteri dari Dukuh Wanagopa (27 Maret 2015)
Dukuh Wanagopa terletak di Desa Kreman, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal. Berjarak ± 4,5 KM di barat daya pusat Kecamatan Warureja. Dukuh Wanagopa juga berada di perbatasan antara Kecamatan Warureja dan Suradadi. Letak yang strategis dengan tiga sungai yang mengalir di dalamnya, antara lain : Sungai Kunci, Sungai Pedati, dan Sungai Jimat, membuat mayoritas penduduk Dukuh Wanagopa memilih bekerja sebagai petani.
Dukuh Wanagopa memiliki salah satu peninggalan sejarah yaitu Makam Kyai Hasan atau yang dikenal warga setempat dengan nama Mbah Wana. Menurut sejarah, Kyai Hasan merupakan anak kedua dari Pangeran Diponegoro dari istri keempatnya, yaitu Raden Ayu Manduretno. Kyai Hasan memiliki nama lain Raden Mas Raib atau Pangeran Hasan. Pada saat perang Diponegoro berlangsung Kyai Hasan berumur 9 tahun, beliau sering membantu ayah dan kakak kandungnya yang bernama Mas Joned. Akhirnya mereka ditangkap oleh pihak Belanda pada tanggal 18 Maret 1830 dan diasingkan ke Ambon. Namun pada tahun 1848, Kyai Hasan pun kembali ke tanah Jawa atas seizin Van den Bosch, kemudian beliau mengembara sembari menyebarkan agama Islam di sekitar lereng Gunung Slamet, dan sampailah di sebuah Desa yang ketika itu sudah dibangun oleh Mbah Ibrohim seorang pendatang dari Desa Bumiharja pada tahun 1870. Kemudian desa itu diberi nama Wanagopa. Menurut Bapak Abdul Salam, S.Ag sejarawan wanagopa mengatakan bahwa Wanagopa berasal dari dua kata yaitu Wana dan Gopak. Wana berarti hutan dan Gopak berarti petak, jadi disimpulkan bahwa Wanagopa dibuat dengan menebang hutan secara berpetak-petak. Selain itu nama Wanagopa merupakan bentuk penghargaan Mbah Ibrohim kepada Kyai Hasan/Mbah Wana. Disisa hidupnya Kyai Hasan menghabiskan waktunya dengan mendekatkan diri pada Allah. Pada tahun 1896-an beliau wafat dan dimakamkan di Dukuh Wanagopa, Desa Kreman, Kecamatan Warureja, Kabupaten Tegal. Tetapi beberapa pihak mengatakan bahwa Kyai Hasan meninggal di Panggung Tegal. Namun kenyataannya, makam Kyai Hasan sendiri berada di Dukuh Wanagopa, Desa Kreman.