Dear Rodovidians, please, help us cover the costs of Rodovid.org web hosting until the end of 2025.

83.3% Complete

Nji Ratu Syarifah Fatimah d. 1751

Dari Rodovid ID

Orang:1012397
Langsung ke: panduan arah, cari
Marga (saat dilahirkan) Kasultanan Banten
Jenis Kelamin Wanita
Nama lengkap (saat dilahirkan) Nji Ratu Syarifah Fatimah
[1]

Momen penting

kelahiran anak: Pangeran Syarif Abdullah, Menantu Ratu Fatimah Dari Suaminya Yang Terdahulu [?]

kelahiran anak: Sultan Syarifuddin Artu Wakil (1750-1752 ) [Kasultanan Banten]

EVEN: Pernikahan : tahun 1720

1751 wafat: Pulau EDAM, Kepulauan Seribu (Jakarta Utara)

Catatan-catatan

Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang


Kisah-kisah dari Condet

(Desember 9, 2009 oleh alwishahab)

Belum lama berselang, Gubernur DKI Fauzi Bowo telah meresmikan pemancangan tiang pertama pembangunan jembatan Kali Ciliwung yang menghungkan Pasar Minggu dan Condet.

Sejak jembatan itu jebol karena dilanda banjir Pebruari lalu, warga Condet yang ingin ke Pasar Minggu mengalami kesulitan. Mereka harus melalui jembatan darurat dari kayu, yang tidak bisa lagi dilalui kendaraan bermotor. Akibatnya, ratusan tukang ojek yang mangkal di kedua kawasan di Jakarta Timur itu berkurang penghasilannya.

Condet, yang gagal menjadi cagar budaya Betawi, namanya berasal dari nama sebuah anak sungai Ci Liwung yaitu Ci Ondet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh-ondeh, adalah nama pohon semacam buni, yang buahnya biasa dimakan.

Data tertulis pertama yang menyinggung Condet adalah catatan perjalanan Abraham van Riebeek, waktu masih menjadi direktur jenderal VOC (sebelum menjadi gubernur jenderal). Riebeek dan rombongannya, pada 24 September 1709, berjalan melalui anak sungai Ci Ondet. Kala itu pusat kegiatan VOC berada di Pasar Ikan, Jakarta. Dari sini sejauh kurang lebih 15 km ia dan rombongan menyusuri sungai.

Keterangan kedua terdapat dalam surat wasiat Pangeran Purbaya — salah seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten. Sebelum dibuang oleh Belanda pada April 1716, pangeran menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak-anak dan istrinya yang ditinggalkan.

Keterangan ketiga, adalah resolusi pimpinan Kompeni di Batavia tertanggal 8 Juni 1753, yaitu keputusan tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen (52.530 ha), seharga 800 ringgit kepada Frederik Willem Freijer. Kemudian kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikulir Tandjoeng Oost (Tanjung Timur), atau Groeneveld.

Kelurahan Kampung Gedong (kini Kampung Tengah) dinamakan demikian karena di sana berdiri sebuah gedung peristirahatan (landhuis) tuan tanah, pemilik tanah partikulir Tandjoeng Oost (Tanjung Timur). Gedung yang terletak di depan Rindam Jaya (dahulu halamannya sangat luas) itu oleh pemiliknya diberi nama Groeneveld, yang berarti Lapangan Hijau. Dari gedung ini mulai dari Tanjung Priok (jalan menuju Depok) sampai ke perempatan Pasar Rebo, Jalan Raya Bogor, terbentang jalan yang dulu kanan kirinya ditanami pohon asam.

Tuan tanah pertama dari kawasan itu adalah Pieter van de Velde, asal Amersfoort (Belanda), yang pada pertengahan abad ke-18 berhasil memupuk kekayaan, berkat kedudukannya yang kini dikenal dengan istilah basah. Setelah peristiwa pemberontakan Cina (Oktober 1740), dia berhasil menguasai tanah-tanah kapiten Cina Ni Hu-kong, yang terletak di selatan Meester Cornelis (Jatinegara) sebelah timur kali Ciliwung.

Setelah ditambah tanah-tanah partikulir lainnya yang dibelinya sekitar tahun 1750, maka terbentuklah Tanah Partikelir Tandjong Oost. Tanjung Timur mengalami perkembangan pesat saat dikuasai Daniel Cornelius Helvetius, yang berusaha menggalakkan pertanian dan peternakan.

Villa Tanjung Timur kini sebagian dijadikan asrama Polri dan 1972 sebagian lagi terbakar merupakan tempat singgah para petinggi VOC ketika mereka melakukan perjalanan ke Buitenzorg (Bogor) dengan menggunakan kereta kuda.

Di villa itu pada 1749 berlangsung pertemuan akrab antara gubernur jenderal Baron von Imhoff dan Syarifah Fatimah, wali sultan Banten. Syarifah pada 1720 menjadi istri pangeran mahkota Banten dan berpengarah besar pada suaminya saat ia menjadi sultan (1733).

Menurut sejarawan Adolf Heyken, akibat ulah Syarifah para pangeran merasa tidak aman dan melarikan diri ke Batavia. Syarifah Fatimah digambarkan sebagai wanita, yang selain cantik, juga cerdas dan terdidik, hingga dapat mempengaruhi suaminya, Sultan Zainul Arifin.

Pertemuannya dengan von Imhoff di Tanjung Timur memancing kemarahan rakyat Banten hingga timbul pemberontakan yang dipimpin Kiai Tapa (1750) yang bermarkas di Gunung Munara, dekat Ciseeng, Parung, Bogor. Syarifah terpaksa menyingkir dari Banten sewaktu teman dekatnya, von Imhoff, meninggal (1750). Setahun kemudian (1751) Syarifah meninggal saat menjalani pembuangan di Pulau Edam (Kepulauan Seribu).

[sunting] Sumber-sumber

  1. https://alwishahab.wordpress.com/2009/12/09/kisah-kisah-dari-condet-2/ -


Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

 
== 1 ==
1. Sultan Muhammad Syifa’ Zainul Arifin (1733-1747)
gelar: 1733 - 1747, Sultan Banten Ke 10
Nji Ratu Syarifah Fatimah
EVEN: Pernikahan : tahun 1720
wafat: 1751, Pulau EDAM, Kepulauan Seribu (Jakarta Utara)
== 1 ==
Anak-anak
1. Sultan Muhammad ‘arif Zainul Asyikin (1753-1773)
gelar: 1753 - 1773, Sultan Banten Ke XII
Pangeran Syarif Abdullah, Menantu Ratu Fatimah Dari Suaminya Yang Terdahulu
gelar: 1747 - 1750, Sultan Banten Ke XI (Bukan Keturunan/TIDAK SAH)
Anak-anak

Peralatan pribadi