Raden Dipati Oekoer / Adipati Wangsanata (Wangsataruna)

Dari Rodovid ID

Orang:904287
Langsung ke: panduan arah, cari
 Ilustrasi: gambar Raden Dipati Oekoer, karya Gerdi Wirata Kusumah
Ilustrasi: gambar Raden Dipati Oekoer, karya Gerdi Wirata Kusumah
Marga (saat dilahirkan) Pajajaran
Jenis Kelamin Pria
Nama lengkap (saat dilahirkan) Raden Dipati Oekoer / Adipati Wangsanata
Nama belakang lainnya Wangsataruna
Orang Tua

Prabu Panandean Ukur [Pajajaran]

[1][2]

Momen penting

kelahiran anak: Dalem Natadiredja [Pajajaran]

perkawinan: 1.1.12. Endén Saribanon [Sumedang Larang]

Catatan-catatan

Catatan Admin :Endang Suhendar alias Idang, (sumber : http://www.bandungkab.go.id/arsip/2413/sejarah-berdirinya-kabupaten-bandung)


DIPATI OEKOER

ASAL OESOEL

Silsilah Dipati Ukur dalam Naskah Babad Bupati Bandung

Dalam naskah Babad Bupati Bandung, silsilah Dipati Ukur dikaitkan dengan dua tokoh yang berpengaruh di Bandung yaitu Adipati Kertamanah yang menurunkan keluarga Bupati Batulayang dan Raden Haji Abdul Manap atau lebih dikenal sebagain Eyang Mahmud.

Menurut F. De Haan dalam bukunya "Priangan; de Preanger-Regentschappen onder het Nederlansche bestuur tot 1811 deel I" (1910), Batulayang dahulu merupakan sebuah kabupaten yang terletak di sebelah selatan Kabupaten Bandung, sebelah timur Kabupaten Cianjur, sebelah barat Kabupaten Parakanmuncang, sebelah utara Kabupaten Sukapura. Pada tahun 1802 Kabupaten Batulayang dibubarkan dan wilayahnya kemudian digabungkan dalam Kabupaten Bandung.

Sebagai kabupaten yang bertetangga, hubungan Kabupaten Bandung dengan Batulayang memiliki keterkaitan secara silsilah melalui perkawinan. Sebagaimana keluarga Kabupaten Bandung, silsilah keluarga Batulayang juga mengambil puncuknya yaitu tokoh Prabu Siliwangi.

Silsilah Adipati Kertamanah, yang kemudian menurunkan keluarga Bupati Batulayang dan juga terkait dengan tokoh Dipati Ukur, puncuknya berawal dari Prabu Siliwangi, raja Pajajaran, yang memiliki putra bernama Prabu Kunter/Sunten yang berkuasa di negaranya di Gunung Patuha. Prabu Kunter memiliki anak bernama Prabu Jaya Pakuan. Sedangkan Sang Adipati Kertamanah adalah cucu dari Prabu Jaya Pakuan dari putranya bernama Prabu Larang Jiwa.

Adipati Kertamanah adalah anak tertua dari Prabu Larang Jiwa, sedangka putra bungsunya bernama Kyai Ageng. Sang Adipati Kertamanah yang setelah wafat dikuburkan di muara Sungai Cisondari mempunyai tiga orang putera: Ki Gedeng Rungkang, Ki Gedeng Kerti Manggala dan Raden Tumenggung Suryadarma Kingking. Keterkaitan Sang Adipati Kertamanah dengan Dipati Ukur terjadi melalui perkawinan putra sulungnya yaitu Ki Gedeng Rungkang yang menikah dengan puteri Kyai Dipati Ukur. Garis silsilah anak tertua Sang Adipati Kertamanah ini yang kemudian menurunkan anak keturunannya di daerah Cipatik.

Masih dalam nasakah Babad Bupati Bandung, tokoh Dipati Ukur juga terkait dengan silsilah Dalem Haji Abdul Manap atau Eyang Mahmud. Seperti juga silsilah Adipati Kertamanah, silsilah Raden Haji Abdul Manap juga dimulai dari tokoh Prabu Siliwangi. Dituliskan bahwa Prabu Siliwangi memiliki putra bernama Prabu Guru Gantangan. Putra dari Prabu Gantangan yaitu Prabu Lingga Pakuan memiliki putra yaitu Prabu Panda Ukur. Raden Haji Abdul Manap merupakan cucu dari Prabu Panda Ukur dari putranya yang bernama Dalem Natadireja yang dikuburkan di Sentak Dulang.

Prabu Pandan Ukur menurut nasakah Sadjarah Bandung, adalah penguasa Timbanganten yang merupakan kerajaan bawahan (vasal) Pajajaran. Keturunan Prabu Panda Ukur kemudian adalah Dipati Agung dan Dipati Ukur. Saat Rangga Gempol dicopot dari kedudukannya sebagai Wedana Bupati Priangan, Sultan Agung menunjuk Dipati Ukur sebagai penggantinya. Salah satu tugas besar yang kemudian diberikan kepada Dipati Ukur oleh Sultan Agung adalah menyerang kedudukan Belanda di Batavia. Karena gagal menjalankan tugas yang diembannya, Dipati Ukur kemudian memilih untuk melakukan perlawanan terhadap Sultan Mataram. Pemberontakan ini kemudian berhasil dipadamkan dan Dipati Ukur berhasil ditangkap untuk dibawa ke Mataram.

Pemberontakan Dipati Ukur Terhadap Mataram

Dalam mengkaji sosok seorang Dipati Ukur merupakan julukan untuk Bupati daerah Ukur atau Tatar Ukur. Menurut kelompok saya sepak terjang Dipatu Ukur sendiri tidak bisa dikatakan sebagai seorang pemberontak atau pengkhinat malah sejak awal Dipati Ukur sendiri telah diperintah kan oleh Susuhunan Mataram untuk melaksanakan penyerangan terhadap kumpeni Belanda di Batavia. Saat itu dalam penyerangannya Dipati Ukur bersama pasukan Mataram dari Kartasura yang dipimpin oleh Tumenggung Narapaksa.

Ketidak sabaran Dipati Ukur untuk langsung menyerang Batavia(kumpeni Belanda) dengan memerintahkan pasukan nya untuk menyerbu. Kekuatan pasukan Dipati Ukur tidak bisa mengimbangi kekuatan yang akhirnya pasukan Dipati Ukur harus menderita kekalahan yang membuat Dipati Ukur tertekan dan melarikan diri ke hutan sekaligus mengurungkan niatnya untuk menyerbu kembali ke Batavia. Bertubi-tubi tekanan yang harus dirasakan oleh Dipati Ukur yang membuat dia berniat bertemu dengan Bupati Sunda Lainnya untuk menyerukan mengurungkan penyerbuan terhadap Batavia karena percuma menyerang kumpeni yang memiliki kekuatan yang kuat dibandingkan kekuatan pasukan Mataram.

Karena seruan Dipati Ukur seolah-olah sebagai suatu pemberontakan atau pengkhinatan yang akhirnya Mataram memerintahkan Tumenggung Narapaksa untuk menangkap Dipati Ukur yang akhirnya berhasil ditangkap dan dibawa ke Kartasura untuk diserahkan kepada Susuhunan Mataram. Dipati Ukur dengan pasukan nya akhirnya mati dibunuh. Mengapa Dipati Ukur ini ada yang menganggap pemberontak?, dan apa yang menyebabkan Dipati Ukur seolah-olah memberontak?.

Alasan Pemberontakan

Yang pertama adalah Dipati Ukur telah melakukan beberapa kali malakuakan penyerbuan terhadap Batavia dan beberapa kali itulah kekalahan yang harus diterimanya yang menyebabkan banyak kerugian terhadap kekuatan pasukannya. Yang kedua adalah setelah kekalahan itu Dipati Ukur dengan pasukannya melarikan diri ke Hutan tepat nya daerah Pegunungan, disitu Dipati Ukur merasakan ketakutan akan hukuman yang diterima nya setelah pelariannya itu. Yang ketiga Dipati Ukur syirik dengan Mataran karena hampir beberapa daerah pasundan atau tanah Sunda berhasil didudukinya yang membuat Dipati Ukur merasa seperti dijajah oleh kekuatan Jawa saat itu. Yang keempat suatu ketika Dipati Ukur sempat meminta bantuan Raja Banten untuk membantunya melawan Mataran tetapi Raja Banten tak mengubris Dipati Ukur, akhirnya Dipati Ukur mengutus beberapa pengikut untuk datang ke Batavia menghadap kumpeni Belanda untuk diminta kesediaannya membantu Dipati Ukur dan akhirnya kumpeni Belanda menyanggupinya dengan kesepakatan dan syarat-syaratnya. Dan kesimpulannya adalah tekanan dan rasa iri yang membuat Dipati Ukur tidak mau tunduk kepada Mataram itu dalam perspektif sejarah lokal dan untuk sejarah nasional terbentuknya daerah Bandung yang dulunya sebagai Tatar Ukur tidak bisa dipisahkan akan sosok Dipati Ukur yang dimana pemimpin yang asli berasal dari pasundan yang memang ingin sekali tanah pasundan ini dikuasai oleh orang pasundan sendiri tidak ingin diduduki oleh kekuatan lain.

Pasukan Gabungan Demak+Cirebon berhasil menaklukkan Galuh, Banten, Sunda Kalapa dan Pakuan

Kerajaan Galuh merupakan sebuah kerajan di bawah naungan Tarumanegara yang didirikan pada tahun 612 oleh Wretikandayun dan berhasil ditaklukan oleh kerajaan Islam Cirebon pada tahun 1528. Cerita lengkapnya sendiri adalah bahwa pada tahun 1524, datanglah Fadhilah Khan ke Cirebon. Beliau adalah putra dari Sultan Huda di Samudera Pasai.Orang Portugis menyebut Fadhilah Khan sebagai Faletehan. Sebelum diangkat menjadi panglima prajurit Demak, olehSultan Trenggono, Faletehan diberi tugas untuk menyebarkan Islam di daerah Kekuasaan Pajajaran yakni Cirebon, membantu Syarief Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).Gabungan prajurit Demak dan Cirebon akhirnya pada tahun 1526 menguasai Banten. Kemudian Sunda Kelapa dan Pelabuan Pajajaran pun dapat dikuasai pada tahun 1527, Kerajaan Hindu Talaga (Majalengka) ditaklukan tahun 1529 (panglima perangnya waktu itu adalah Pangeran Walangsungsang). Dan puncaknya adalah pada tahun 1579 gabungan prajurit Demak, Cirebon dan Banten ini akhirnya dapat meruntuhkan pusat kerajaan Sunda Pakuan.

VOC Menguasai Jayakarta (Sunda Kalapa), Mataram berambisi menguasai Tatar Sunda dengan terlebih dahulu menyerang VOC Menugaskan Dipati Ukur

Penyerbuan di Batavia
Penyerbuan di Batavia

Dari beberapa kerajaan penting di tatar Sunda yang ditaklukan oleh pasukan Gabungan itulah akhirnya semakin membuka jalan bagi Mataram untuk menguasai tatar Sunda. Pada tahun 30 Mei 1619, VOC datang ke Jakarta yang waktu itu bernama Batavia untuk mendirikan kongsi dagang disana. Kongsi dagang VOC ini cepat sekali maju pesat karena VOC menerapkan sistem monopoli pada wilayah dagangnya bahkan hingga ke wilayah dagang di daerah kekuasan Mataram. Sontak saja Sultan Agung yang berkuasa waktu itu menjadi geram karena polah tingkah VOC ini membuat tataniaga Mataram menjadi tersendat. Merasa dirugikan oleh pola tingkah VOC, Mataram pada tahun 1628 memutuskan untuk menyerang Batavia. Gagal, mencoba kembali ditahun 1629 tetap gagal. Pemberontakan Dipati Ukur Tanggal 12 Juli 1628, datang utusan Mataram ke Timbanganten (Tatar Ukur) membawa surat tugas dari Sultan Agung, untuk memerintahkan Adipati Wangsanata atau disebut juga Wangsataruna alias Dipati Ukur, untuk memimpin pasukannya dan menyerbu VOC di Batavia membantu pasukan dari Jawa.

Waktu itu bulan Oktober tahun 1628. Dalam surat tersebut ada semacam perjanjian bahwa pasukan Sunda harus menunggu Pasukan Jawa di Karawang sebelum nantinya bersama-sama menyerang Batavia. Tapi, setelah seminggu ditunggu ternyata pasukan dari Jawa tak juga kunjung datang sementara logistic makin menipis. Karena logistic yang kian menipis dan takut kalau mental prajurit keburu turun maka Dipati Ukur pun memutuskan untuk terlebih dahulu pergi ke Batavia menggempur VOC sambil menunggu bantuan pasukan dari Jawa. Baru dua hari Pasukan Sunda yang dipimpin oleh Dipati Ukur berperang melawan VOC, pasukan Jawa datang ke Karawang dan mendapati bahwa Pasukan Sunda tak ada di sana. Tersinggung karena merasa tak dihargai, bukannya membantu pasukan Sunda yang sedang mati-matian menggempur VOC pasukan Jawa ini malah memusuhi Pasukan Sunda.

Kegagalan Dipati Ukur Menyerang VOC di Batavia

Ditengah kekalutan itu, datang utusan dari Dayeuh Ukur membawa surat dari Enden Saribanon yang merupakan istri dari Dipati Ukur yang mengabarkan bahwa para gadis, istri-istri prajurit dan bahkan dirinya sendiri pun hampir diperkosa oleh panglima utusan Mataram dan pasukannya. Panglima dari Mataram itu sendiri ada di Dayeuh Ukur dalam rangka mengantarkan surat dari Sultan Agung dan begitu mendengar bahwa Dipati Ukur tak mengindahkan pesan dari Sultan Agung untuk menunggu pasukan Jawa di Karawang, para panglima ini kemudian melampiaskan kemarahannya dengan memperkosa gadis-gadis dan juga merampas harta benda mereka. Mendengar kabar itu, Dipati Ukur yang sedang berperang memutuskan untuk menghentikan perang dan kembali ke Pabuntelan (Paseurdayeuh Tatar Ukur, atau Baleendah - Dayeuhkolot sekarang). Dipati Ukur yang marah dengan kelakuan para utusan mataram itu sesampainya di Pabuntelan langsung menghabisi para utusan Mataram itu. Sayangnya, dari semua utusan itu ada satu orang yang lolos dari kematian dan kemudian melapor kepada Sultan Agung perihal apa yang dilakukan oleh Dipati Ukur terhadap teman-temannya.

Dalam ‘Nagara Karta Bumi’ disebutkan bahwa salah satu watak Sultan Agung adalah jika memberi tugas kepada bawahannya itu tidaklah boleh gagal. Jika gagal maka sudah dipastikan bahwa yang bersangkutan akan dihukum mati. Maka, panglima Mataram yang lolos ini pun agar terhindar dari hukuman mati mengaranglah ia tentang kenapa pasukan Mataram bisa gagal menaklukan VOC. Semua kesalahan itu ditimpakan ke pundak Dipati Ukur. Sultan Agung pun murka karena bagaimana pun juga mundurnya Dipati Ukur dari medan perang merupakan kerugian besar bagi Mataram. Intinya, penyebab kalahnya Mataram adalah karena mundurnya Dipati Ukur. Oleh karenanya, Dipati Ukur dicap penghianat dan mau memberontak kepada Mataram. Jadi, karena Dipati Ukur dianggap memberontak maka Dipati Ukur pun oleh Sultan Agung pantas dihukum mati. Aklhirnya Sultan Agung pun menyuruh Cirebon untuk menangkap Dipati Ukur hidup atau mati. Penumpasan Dipati Ukur itu dipimpin langsung oleh Tumenggung Narapaksa dari Mataram.

Dipati Ukur Berencana Membentuk Kabupaten Se-Tatar Sunda untuk menjadi "Kabupaten Mandiri"

Dari kenyatan itu, Dipati Ukur kemudian sadar bahwa dirinya sejak sekarang harus menghadapi Mataram. Kekuatan pun di susun. Dipati Ukur mulai melobi beberapa bupati untuk juga melawan Mataram dan menjadi Kabupaten yang mandiri. Ajakan ini menimbulkan pro dan kontra. Sebagian ada yang setuju seperti Bupati Karawang, Ciasem, Sagalaherang,Taraju, Sumedang, Pamanukan, Limbangan, Malangbong dan sebagainya. Dan sebagian lagi tidak setuju. Di antara yang tidak setuju itu adalah Ki Somahita dari Sindangkasih, Ki Astamanggala dari Cihaurbeuti, dan Ki Wirawangsa dari Sukakerta.

Dipati Ukur Wafat

Belum juga Dipati Ukur berhasil mewujudkan impiannya untuk mendirikan kabupaten mandiri yang lepas dari kekuasan Mataram tiba-tiba bagus Sutaputra, salah satu pemuda yang sakti mandraguna (putra dari bupati Kawasen, wilayah Galuh) yang merupakan algojo yang dimintai tolong oleh Tumenggung Narapaksa keburu datang untuk menangkapnya. Terjadilah pertarungan sengit antar keduanya (dikabarkan hingga 40 hari 40 malam). Setelah semua tenaga terkuras akhirnya Dipati Ukur pun dapat diringkus kemudian di bawa ke Cirebon untuk diserahkan ke Mataram. Dipati Ukur pun akhirnya di hukum mati di alun-alun Mataram dengan cara dipenggal kepalanya. Sepeninggal Dipati Ukur wafat, kekuasan Mataram di tatar Sunda pun kian kukuh. Bahkan di wilayah pesisir utara, banyak pasukan Mataram yang tak kembali lagi ke Mataram dan lebih memilih memperistri penduduk setempat. Untuk memenuhi kebutuhan hidup para prajurit ini kemudian banyak yang membuka lahan sawah terutama di daerah Karawang, berbeda dengan kebiasaan masyarakat Sunda waktu itu yang umumnya berkebun. Mungkin, inilah yang pada akhirnya sampai sekarang Karawang terkenal dengan sawahnya dan menjadi salah satu lumbung padi di Jawa Barat. (http://www.bandungkab.go.id/arsip/2413/sejarah-berdirinya-kabupaten-bandung)



Sumber :

  • PENELUSURAN SEJARAH Pemerintah Kabupaten Bandung Tahun 1846 – 2010, Daftar PustakaEkadjati, E,S. (1982).
  • Sejarah Limbangan-Bandung 1.
  • Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah: Jakarta Hakim, Z. (2012).
  • Pribadi Dipati Ukur Pahlawan Tatar Sunda.
  • Journal.unas.ac.id/index.php/sawo-manila/article[Diakses 30 September 2013]

[sunting] Sumber-sumber

  1. https://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Sumedang_Larang -
  2. https://bandungbergerak.id/article/detail/1488/ngaleut-bandung-riwayat-dipati-ukur-dalam-babad-dan-legenda-1 (dikutif tanggal 15/11/2022 Jam 15.01) -


Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Peralatan pribadi