Raden Mas Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo b. 30 Agustus 1894 d. 1954
Dari Rodovid ID
Orang:641019
Marga (saat dilahirkan) | Tjokroadisoerjo |
Jenis Kelamin | Pria |
Nama lengkap (saat dilahirkan) | Raden Mas Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo |
Orang Tua |
Momen penting
30 Agustus 1894 lahir: Wonosobo
kelahiran anak: ♂ Raden Mas Soenarto Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo]
1 Februari 1923 kelahiran anak: Solo, Jawa Tengah, ♀ Raden Ayu Soerachti Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo] b. 1 Februari 1923 d. 4 November 2011
6 Januari 1925 kelahiran anak: Solo, Jawa Tengah, ♀ Raden Ayu Soenarni Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo] b. 6 Januari 1925
3 Desember 1927 kelahiran anak: Bogor, Jawa Barat, ♀ Raden Ayu Isbadi Tjokroadisoerjo [Tjokroadisoerjo] b. 3 Desember 1927
1954 wafat:
penguburan: Pemakaman Candiwulan
[sunting] Sumber-sumber
- ↑ http://id.wikipedia.org/wiki/Pandji_Soerachman_Tjokroadisoerjo -
Raden Mas Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo (1894 - 1954), atau sering pula dieja Pandji Surachman Tjokroadisurjo, adalah Menteri Kemakmuran pada Kabinet Presidensial dan Menteri Keuangan pada Kabinet Sjahrir I. Lahir di Wonosobo, Jawa Tengah, ia menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1920 di Sekolah Tinggi Teknik bagian Kimia di Delft, Belanda. Ia merupakan satu-satunya sarjana teknik bidang kimia di Indonesia pada saat itu - ↑ http://www.ui.ac.id/id/news/pdf/3572.pdf -
Peresmian Nama Jalan di Kampus Depok
Universitas Indonesia (UI) memberikan apresiasi kepada 19 tokoh UI yang diresmikan sebagai nama jalan di lingkungan UI pada hari Rabu (10/06) bertempat di Balai Sidang, Kampus UI Depok. Peresmian dilakukan oleh Rektor UI Prof. Dr. Der. Soz Gumilar Rusliwa Somantri dan disaksikan oleh para ahli waris, para Dekan, Ketua Majelis Wali Amanat (MWA) UI dr. Purnomo Prawiro dan Ketua Dewan Guru Besar (DGB) UI Prof. Dr. Biran Affandi, Sp.OG (K).
Adapun kesembilan belas tokoh tersebut antara lain:
1. Ir. R.M. Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo (Presiden pertama Universiteit Indonesia periode 1950-1951).
2. Prof. Dr. Mr. Supomo (Presiden kedua Universiteit Indonesia periode 1951-1954 dan mantan Menteri Kehakiman RI pada masa kemerdekaan).
3. Prof. Dr. Bahder Djohan (Presiden ketiga Universiteit Indonesia periode 1954-1958).
4. Prof. Dr. Sudjono Djuned Pusponegoro (Ketua Presidium keempat Universitas Indonesia dan mantan Menteri Urusan Research Nasional RI periode 1962-1966).
5. Letjen. dr. Sjarif Thajeb (Rektor kelima Universitas Indonesia dan mantan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan RI dalam Kabinet Dwikora).
6. Prof. Dr. Ir. Somantri Brodjonegoro (Rektor keenam Universitas Indonesia dan mantan Menteri Pertambangan pada masa bakti 1967-1968 dan 1968-1973).
7. Prof. Dr. Mahar Mardjono (Rektor ketujuh Universitas Indonesia).
8. Prof. Dr. Nugroho Notosutanto (Rektor kedelapan Universitas Indonesia dan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Kabinet Pembangunan IV).
9. Prof. Dr. Sujudi (Rektor kesembilan Universitas Indonesia dan mantan Menteri Kesehatan RI pada Kabinet Pembangunan VI).
10.Prof. Mr. Djokosoetono (Perintis Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat UI yang kemudian berkembang menjadi Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu-ilmu Sosial).
11.Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo (Mantan Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Riset dan Teknologi RI).
12.Prof. Dr. R. Slamet Iman Santoso (Perintis dan pendiri Fakultas Psikologi UI serta dianugerahi gelar Bapak Psikologi Indonesia).
13.Prof. Dr. Ir. Sutami (mantan Menteri Pekerjaan Umum selama 6 kabinet yaitu sejak 25 Mei 1965 hingga 21 Maret 1978).
14.Prof. DR.G.A. Siwabessy (mantan Menteri Kesehatan periode 25 Juli 1966 hingga 29 Maret 1978).
15.Prof. Dr. Fuad Hassan (mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayan RI periode 1985-1993).
16.Dr. Indro S. Suwandi (Perintis berdirinya Pusat Ilmu Komputer atau PUSILKOM UI).
17.Prof. Dr. Ir. R. Roosseno (Pahlawan Konstruksi Indonesia dan dikenal sebagai "Manusia Beton" dan "Manusia Seratus Jembatan" Indonesia).
18.Prof. Dr. Selo Soemardjan (Pendiri dan Dekan Pertama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI serta dikenal sebagai Bapak Sosiologi Indonesia).
19.Prof. Dr. Miriam Budiardjo (penerima Bintang Jasa Utama Pengabdian kepada RI selama Masa Perjuangan Kemerdekaan pada tahun 1995).
Tokoh yang namanya diabadikan di sepanjang 15 km jalan di lingkungan UI merupakan pahlawan, perintis, dan begawan ilmu dari UI yang tidak hanya memberikan sumbangsihnya untuk UI tetapi juga untuk negara Indonesia. Pemberian nama jalan di lingkungan kampus UI adalah bukti bahwa UI sebagai kampus yang concern terhadap dunia pendidikan juga menghargai perjuangan para pendahulunya. Selain itu hal ini juga dimaksudkan agar anak-anak UI dapat memahami akar sejarah UI melalui para tokoh ini
Peresmian yang dimulai sejak pukul 10.00 WIB dibuka dengan sambutan oleh Rektor UI dan dilanjutkan dengan pemberian pin emas serta setifikat kepada para ahli waris dan keluarga. Sebegai perwakilan ahli waris, Faika Sujudi (Istri Prof. Dr. Sujudi) dan dr. Purnomo Prawiro (anak Prof. Mr. Djokosoetono) memberikan kesan dan pesan mereka atas apresiasi yang diberikan oleh UI. Rangkaian peresmian diakhiri dengan tour mengelilingi jalan UI. - ↑ Buku : Prof. Ir. Raden Mas Panji Surakhman Cokroadisuryo, Hasil Karya dan Pengabdiannya (Karya : Drs. Suratmin) -
Prof. Ir. Raden Mas Pandji Soerachman Tjokroadisoerjo dilahirkan pada tanggal 30 Agustus 1894 di Wonosobo. Ayahnya bernama Raden Mas Toemenggoeng Soerjohadikoesoemo, Bupati Wonosobo yang ketiga. Ia dilahirkan dari keluarga Bupati. Sebagai bupati di Wonosobo pertama ialah Raden Mas Adipati Ario Djojodiningrat yang kemudian diganti oleh Raden Mas Adipati Ario Tjokroadisoerjo, yaitu kakek Soerachman, sebagai bupati yang kedua.
Soerachman seorang ningrat, namun pendidikan dalam keluarga berlangsung secara demokratis. Setiap sore ia disuruh bermain bersama-sama dengan anak-anak lain di sekitarnya, sehinggga dengan demikian ia tidak terpisah dengan anak-anak rakyat sehingga jiwanya merakyat. Ia bersama dengan Soemantri disuruh bangun setiap pagi, kemudian berjalan-jalan ke desa-desa. Pada kesempatan itu Soemantri bersama temannya duduk mengobrol tentang sesuatu yang dialaminya masing-masing. Demikianlah mulai kecil telah ditanamkan rasa kedisiplinan dan kejujuran. Ajaran eyang-eyangnya dengan penuh perhatian didengarkan dan juga dilaksanakan. Ibunya tekun beribadah, maka oleh Soemantri ajaran ini dirasakan manfaatnya setelah ia hidup berkeluarga. Soemantri adalah kemenakan Soerachman, is setiap hari diberi pelajaran mengaji. Karena ketekunannya, Soemantri lebih cepat dapat membaca turutan dan Al-Qur'an. Lain halnya dengan Soerachman, dalam hal ini tampak kurang mendalami. Namun dalam pelajaran di sekolah, Soerachman memiliki kemampuan yang luar biasa.
Jiwa kerakyatan yang dimiliki sejak kecil itu diturunkan dari nenek moyangnya yang masih keturunan Sultan Hamengkubuwono II. Nenek moyangnya tidak asing bagi umum sebagai raja-raja yang memperhatikan nasib rakyatnya dan selalu berusaha melawan pemerintah kolonial. Kebiasaan semacam itu dilakukan pula oleh kakak Soerachman. Ia setiap saat bergaul dengan lurah-lurah di desa. Akibat hubungan yang dekat ini pada suatu ketika dapat membantu anak-anak mereka yang tidak diterima masih ke MOSVIA. Oleh karenanya hati rakyatpun menjadi terpikat dan senang kepadanya. Ajaran orang tua Soerachman ini sebenarnya bertentangan dengan adat yang selalu diusahakan pemerintah Belanda untuk dipertahankannya. Karena umumnya hubungan antara orang golongan ningrat dengan rakyat biasa terdapat suatu jarak yang jauh. Meskipun adat sembah jongkok kepada orang tua masih dilakukan sehari-hari, pada hakekatnya tidak lain sebagai penghormatan antara anak dengan orang tuanya. Hal ini dapat disamakan dengan kebanyakan anak untuk bersikap hormat dan berbahasa halus kepada orang tuanya. Orang tua Soerachman juga mengajarkan agar kepada fakir miskinpun tetap bersikap baik, Tidak boleh membuat sakit hati kepada mereka. Sejak kecil, Soerachman dibiasakan memberi pertolongan kepada siapa saja tidak membedakan antara si kaya dan si miskin.
Setelah berumur tibalah saatnya Soerachman masuk sekolah. Berbicara masalah sekolah pada waktu Soeraachman masih kecil tidak lepas kaitannya dengan dikeluarkannya Undang-undang Agraria pada tahun 1870. Keluarnya Undang-undang tersebut ternyata mempunyai pengaruh terhadap perkembangan serta penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.
Perubahan di lapangan ekonomi sesudah tahun 1870, maka pendidikan dan pengajaran mengalami perubahan juga. Dengan dibukanya kesempatan menyewa tanah bagi Pengusaha Partikelir, maka munculah perusahaan dan perkebunan baru. Perusahaan itu memerlukan pegawai. Untuk itulah kemudian mendorong diperluasnya sekolah-sekolah.
Meskipun pada saat itu telah diadakan perluasan sekolah, namun pada hakekatnya pertumbuhan sekolah itu semata-mata untuk mencukupi keperluan orang-orang Belanda. Dalam rangka usaha memperbaiki pengajaran rendah bumiputera pada tahun 1907 diambil dua keputusan penting, yaitu :
1. Memberi corak dan sifat ke Belanda-belandaan pada sekolah-sekolah kelas I
2. Mendirikan Sekolah Desa
Ke dalam sekolah-sekolah kelas I, dimasukkan bahasa Belanda sebagai mata pelajaran dan mulai diberikan sejak kelas tiga sampai kelas lima. Setelah lama belajar di sekolah itu dijadikan 6 tahun maka di kelas 6 bahasa Belanda itu dijadikan bahasa pengantar. Sekolah Desa yang didirikan pada hakekatnya hanya memberantas buta huruf belaka. Pendidikan dalam arti yang sebenarnya tidak diberikan, kecuali membaca, menulis, dan berhitung.
Khusus sekolah untuk anak-anak Eropa, yaitu ELS (Eropeesche Large School). Sekolah ini tidak dapat dimasuki anak-anak Indonesia kecuali bagi sebagian kecil anak ningrat dan berpangkat tinggi. Karena Soerachman sebagai putera Bupati, Ia mendapat kesempatan di sekolah ELS bersama dengan anak-anak Belanda.
Waktu Soerachman di ELS, ia tidak merasa rendah karena sudah bersama dengan anak-anak Belanda sejak kecil. Soerachman memiliki kemampuan yang luar biasa pada waktu sekolah. Ia tergolong anak berlian, dan karena kepandaiannya yang luar biasa itu, banyak timbul rasa iri dari anak-anak Belanda serta banyak yang tidak menyukainya.
Soerachman tamat dari ELS dengan nilai memuaskan. Ia melanjutkan sekolah di Hoogere Burgerschool (HBS) "Koningin Wilhelmina School" Jakarta. Sekolah ini didirikan pada tahun 1906. Semula sekolah ini terdiri dari dua bagian, yaitu : HBS dan bagian teknik. Dalam perkembangan selanjutnya, HBS pada tahun 1911, berdiri sendiri, sehingga merupakan sekolah yang pertama di Indonesia.
Dari kakek nenek sampai cucu-cucu
Kakek-nenek
Kakek-nenek
Orang Tua
Orang Tua
== 3 ==
♀ Raden Ajeng Soenarti
lahir: 3 November 1905
perkawinan: ♂ Dr. R. Asikin Widjajakoesoema
wafat: 1996, RS St. Carolus Jakarta
penguburan: 1996, Pemakaman Giritama Tonjong, Jawa Barat
perkawinan: ♂ Dr. R. Asikin Widjajakoesoema
wafat: 1996, RS St. Carolus Jakarta
penguburan: 1996, Pemakaman Giritama Tonjong, Jawa Barat
== 3 ==
Anak-anak
♂ Letkol. H. Daan Jahja
lahir: 5 Januari 1925, Koto Gadang, Sumatera Barat
perkawinan: ♀ Raden Ayu Isbadi Tjokroadisoerjo
wafat: 20 Juni 1985, Jakarta, Serangan Jantung
penguburan: 20 Juni 1985, Taman Makam Pahlawan Kalibata
perkawinan: ♀ Raden Ayu Isbadi Tjokroadisoerjo
wafat: 20 Juni 1985, Jakarta, Serangan Jantung
penguburan: 20 Juni 1985, Taman Makam Pahlawan Kalibata
Anak-anak