Ali Kholi' Qosam d. 529

Dari Rodovid ID

Revisi per 20:40, 21 Juni 2024; Idang (Pembicaraan | sumbangan)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi sekarang (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Langsung ke: panduan arah, cari
Marga (saat dilahirkan) BaAlawi Al Husaini
Jenis Kelamin Pria
Nama lengkap (saat dilahirkan) Ali Kholi' Qosam
Orang Tua

Alwi Ats-Tsani ( Imam Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah ) [BaAlawi Al Husaini] d. 512

Nomor referensi http://alawiy.wordpress.com/manaqib/imam-ali-kholi-qosam/
[1][2][3][4][5]

Momen penting

lahir: Hadramaut

kelahiran anak: 1. Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi Qosam [BaAlawi Al Husaini] d. 551 ? 556

kelahiran anak: Muhammad Shahib Mirbath [?]

529 wafat: Tarim, Yaman

Catatan-catatan

[Al-Imam Ali Khali' Qasam - Alwi - Muhammad - Alwi - Ubaidillah - Ahmad Al-Muhajir - Isa Ar-Rumi - Muhammad An-Naqib - Ali Al-'Uraidhi - Ja'far Ash-Shodiq - Muhammad Al-Baqir - Ali Zainal Abidin - Husain - Fatimah Az-Zahro - Muhammad SAW]

Beliau adalah Al-Imam Ali bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shodiq, dan terus bersambung nasabnya hingga Rasulullah SAW.

Beliau terkenal dengan julukan Khali’ Qasam (pelepas/pemberi Qasam). Julukan tersebut diberikan kepada beliau dikarenakan beliau membeli suatu tanah dengan harga 20.000 Dinar. Tanah itu kemudian beliau namakan dengan Qasam, sesuai dengan nama tanah keluarganya di kota Bashrah. Di tanah itu beliau menanam pohon kurma. Disana beliau juga membangun suatu rumah yang ditempati pada saat panen kurma. Kemudian beberapa orang membangun rumah-rumah disamping rumah beliau. Sampai akhirnya tempat itu menjadi suatu desa dan dinamakan dengan desa Qasam.

Beliau dilahirkan di Bait Jubair (di Hadramaut), suatu daerah yang penuh berkah dan kebaikan. Beliau dibesarkan di daerah itu. Beliau mengambil ilmu dari ayahnya. Beliau sering mondar-mandir bepergian ke kota Tarim. Akhirnya beliau, diikuti oleh saudara-saudara dan anak pamannya, memutuskan untuk tinggal di kota Tarim.

Beliau adalah seorang imam agung, guru besar, dan terkenal dengan keluasan ilmunya. Terkumpul di dalam diri beliau keutamaan dan kebaikan, anwar dan asrar. Beliau dikaruniai oleh Allah dengan maqam yang sangat tinggi, sehingga tampak dalam diri beliau karomah-karomah yang luar biasa. Beliau adalah seorang alim yang tiada duanya di jamannya dan tempat rujukan bagi manusia di saat itu. Jarang sekali pada suatu jaman terdapat orang yang mempunyai maqam setinggi beliau.

Para ulama besar dan ahli sejarah banyak menyebutkan manaqib dan ketinggian maqam beliau di buku-buku mereka. Termasuk di antaranya adalah Al-Imam Al-Habib Abdullah bin Alwi Alhaddad menyebutnya dalam suatu syairnya,

Rasulullah membalas salamnya, “(Salam bagimu) Ya Syeikh” sebagai jawaban atas salamnya (kepada Rasulullah), maka dibuat kagumlah para orang-orang mulia.

Syair tersebut menggambarkan suatu karomah besar yang ada pada diri beliau, Al-Imam Ali Khali’ Qasam. Hal ini terjadi setelah beliau tinggal di kota Tarim. Beliau jika menjalankan shalat dan sampai pada waktu tahiyat dan membaca salam kepada Nabi SAW, “As-salaamu ‘alaika ayyuhan Nabiyu wa rohmatullohi wa barakaatuh,” beliau mengulang-ulangi bacaan tersebut, sampai beliau mendengar langsung jawaban dari Rasulullah SAW, “As-salaamu ‘alaika ya Syeikh (salam sejahtera bagimu wahai Syeikh).” Demikianlah yang terjadi sebagaimana diceritakan oleh beberapa ulama seperti Al-Jundi, Asy-Syaraji, Ibnu Hisan, dan lain-lain. Al-Allamah Asy-Syeikh Al-Khatib juga menyebutkannya di dalam kitabnya Al-Jauhar Asy-Syafaaf.

Kekhususan ini, yakni dapat mendengar jawaban salam dari Rasulullah SAW, merupakan suatu maqam yang tinggi. Tidak bisa mendapatkan maqam setinggi itu, kecuali hanya segelintir auliya. Maqam itu tidak bisa didapatkan kecuali oleh orang yang sangat-sangat dekat dengan Allah. Asy-Syeikh Abdul Wahab Asy-Sya’rawi berkata dalam hal ini, “Tidak akan sampai seseorang kepada maqam berinteraksi langsung dengan Rasulullah SAW dan mendengar jawaban salam dari beliau SAW, kecuali ia telah melampaui 247.999 maqam para Auliya.”

Asy-Syeikh Abu Al-Abbas Al-Mursi bertanya kepada teman-temannya, “Adakah diantara kalian yang ketika menyampaikan salam kepada Rasul SAW di dalam shalat, terus dapat mendengar jawaban salam dari beliau SAW?.” Mereka berkata, “Tidak ada.” Selanjutnya beliau berkata, “Menangislah kalian, karena kalbu-kalbu kalian tertutup dari Allah dan Rasul-Nya.”

Beliau, Al-Imam Ali Khali’ Qasam, tidak hanya mendapat jawaban salam dari Rasul SAW di dalam shalatnya saja, tetapi di dalam semua kesempatan yang beliau memberikan salam kepada Rasul SAW. Beliau, meskipun mempunyai maqam yang demikian tinggi, adalah seorang yang sangat tawadhu. Beliau mempunyai akhlak yang mulia. Disamping itu, beliau adalah seorang yang pemurah.

Beliau meninggal berkisar pada tahun 523-529 H. Di dalam riwayat lain dikatakan beliau meninggal pada tahun 529 H1. Jasad beliau disemayamkan di pekuburan Zanbal, Tarim.

Radhiyallohu anhu wa ardhah…

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy] http://alawiy.wordpress.com/manaqib/imam-ali-kholi-qosam/

Imam Ali bin Alwi bin Muhammad yang dikenal dengan Khali' Qasam lahir di Bait Jubair yang merupakan salah satu tempat yang diberkahi oleh Allah. Di sana beliau membeli sebidang tanah seharga dua puluh ribu dinar dan dinamakan Qasam. Nama tersebut merupakan nama suatu daerah kakeknya Ahmad bin Isa di Basrah. Di tanah tersebut dibangun rumah beliau yang dikelilingi dengan tanah pertanian yang subur dan daerah tersebut dinamakan Khali' Qasam serta banyak didiami oleh para penduduk. Imam Ali bin Alwi adalah orang pertama dari kalangan keluarga Alawiyin yang datang ke kota Tarim, di mana sebelumnya beliau sering mengunjungi ke kota tersebut. Beliau tinggal di kota Tarim sejak tahun 521 hijriyah bersama anak keturunan pamannya dari keluarga Basri dan keluarga Jadid. Di kota Tarim mereka mendirikan sebuah masjid yang dikenal dengan nama masjid Bani Ahmad yang terakhir dikenal dengan nama masjid Bani Alawi. Masjid tersebut dari tahun ke tahun terus diperbaharui diantaranya oleh Muhammad Shahib Marbath dan Umar Muhdhar. Imam Ali bin Alwi dibesarkan dan dididik dalam asuhan ayahnya Imam Alwi bin Muhammad. Beliau adalah pemimpin kaum Alawiyin yang dikaruniai Allah ketajaman mata hati, hafal Alqur'an dan menguasai berbagai macam cabang ilmu, sangat dermawan, tawadhu' dalam berbicara maupun bertindak serta berpakaian, ia tidak terlihat lebih menonjol dari yang lain. Jika beliau duduk bersama kaum khawas maupun kaum awam, orang tidak mengenali kalau beliau adalah seorang yang mempunyai kemuliaan yang tinggi, beliau melebur menjadi satu dengan dengan kumpulan jamaah tersebut. Imam Ali bin Alwi merupakan pemimpin kaum Alawiyin pada zamannya. Beliau diberi kemuliaan dapat melihat dan berdialog langsung dengan Rasulullah saw serta meminta petunjuk ketika beliau menghadapi suatu masalah yang berat. Pada saat beliau sedang membaca: assalamu'alaika ayyuhan nabi warahmatullah wabarakatuh, maka Rasulullah menjawab salamnya: wa alaika salam ya syaikh wa rahmatullahi wabarakatuh. Hal tersebut terjadi tidak saja beliau sedang melaksanakan shalat, tapi juga dalam keadaan di luar shalat. Syaikh Abdul Wahab al-Sya'rani dalam kitabnya al-Tanbieh mengatakan: 'Salah satu peristiwa yang dihadapi oleh suatu kaum, ketika mereka sholat di samping kubur Nabi dan mereka membaca shalawat Nabi dalam shalatnya itu, mereka mendengar jawaban dari Nabi saw ' Sebagian ulama bertanya: Karomah apa yang diwarisi oleh kaum itu sehingga mereka dapat mendengar salam dari Nabi, padahal tidak satupun dari sahabat yang mendapat jawaban salam dari kubur Nabi setelah beliau wafat, dan saya tidak melihat satupun dari mereka yang sampai pada maqam tersebut. Sayid Ali al-Khawas berkata: 'Tidak berhak suatu kaum mendapatkan wilayah al-Muhammadiyah, jika orang tersebut tidak berkumpul dan hadir bersama Nabi saw'. Dan sebagian kebesaran Imam Ali bin Alwi, Rasulullah saw berkata kepadanya dengan kata-kata Ya Syaikh. Perkataan tersebut merupakan panggilan dalam wilayah kenabian. Imam Ali bin Alwi wafat pada tahun 527 hijriyah dan dimakamkan di perkuburan Zanbal, Tarim. Beliau adalah orang pertama dari keluarga Alawiyin yang dimakamkan di di perkuburan Zanbal, Tarim.

Imam Ali Khali’ Qasam adalah sesepuh para Ulama besar Hadramaut. Sejak kecil beliau rajin beribadah dan dikenal cerdas dan berakhlaq mulia. Ketika menginjak dewasa, beliau sudah menjadi guru besar karena keluasan ilmu agamanya. Beliau lahir dan dibesarkan di Baitu Jubair, Hadramaut, suatu daerah yang penuh berkah dan kebaikan. Disana pula beliau mengaji kepada ayahandanya, terutama Al-Qur’an dan hadits. Bahkan kemudian sudah mampu menghapal Al-Qur’an. Selain itu, beliau juga dari para ulama besar yang lain di berbagai pelosok Tarim. Akhirnya pada tahun 521 H / 1101 M, beliau memutuskan bermukim di kota tersebut. Beliau terkenal dengan julukan Khali’ Qasam, setelah membeli sebidang tanah seharga 20.000 dinar. Di tanah yang kemudian beliau namakan Qasam itu sesuai nama tanah keluarganya di Basrah, beliau bertanam kurma. Setelah membangun sebuah rumah disana, belakangan beberapa orang mengikuti jejaknya, sehingga kawasan itu menjadi sebuah pemukiman kecil. Lama-kelamaan kawasan itu tumbuh menjadi sebuah kota kecil bernama Qasam yang tersohor. Beliau juga dikenal sebagai orang pertama dari keluarga Ba’alawi yang tinggal di Tarim. Setelah beliau menetap disana, banyak orang berdatangan dan kemudian bermukim disana. Di Tarim itu juga, beliau menyemarakkan berbagai majelis pengajian untuk dakwah, dan disana pula beliau mengajar hadits. Sejak itu beliau termasyhur sebagai ulama yang sangat alim dengan berbagai karamah. Ketika itu, sangat jarang ada ulama yang mempunyai maqam setinggi itu. Ketinggian maqamnya, antara lain ditulis oleh Al-Imam Al-Habib Abdullah binAlwi Al-Haddad dalam syairnya :

Rasulullah membalas salamnya, “( salam bagimu ) Ya Syekh.” Sebagai jawaban atas salamnya ( kepada Rasulullah ), Kagumlah orang-orang mulia.

Syair itu menggambarkan karamahnya yang tinggi. Konon salah satu karamahnya yang lain ialah, beliau selalu berdialog dengan Rasulullah SAW dalam shalat. Setiap kali beliau menunaikan Shalat dan sampai pada tahiat, beliau selalu membaca salam kepada Rasulullah berkali-kali: “As-salamu ‘alaika ayyuhan Nabiyyu wa Rahmatullahi wa barakatuh.” Sampai beliau mendengar jawaban Rasulullah SAW: “Assalamu ‘alaika ya Syekh ( salam sejahtera bagimu, wahai Syekh )”. Konon pula, beliau juga sering “berhadapan” dengan Rasulullah SAW, lalu bertanya mengenai segala macam kesulitan, sehingga Rasulullah SAW menjelaskannya. Karamah-karamah itu juga ditulis oleh para ulama seperti Al-Jundi, Asy-syaraji, Ibnu Hisan dll. Al’allamah Asy-Syekh Al-Khatib juga menuliskannya dalam kitab Al-Jauhar Asy-Syafa’at. Menurut Syekh Abdul Wahab Asy-Sya’rawi:

“Tidak akan sampai seseorang kepada maqam yang mampu berinteraksi langsung kepada Rasulullah SAW dan mendengar jawaban salamnya, kecuali beliau telah melampui 247.999 maqam para aulia.”dan Imam Ali Khali’ Qasam dianggap telah melampuinya.

Suatu hari, Syekh Abu Al-Abbas al-Mursi bertanya kepada para sahabatnya: “Adakah di antara kalian yang ketika menyampaikan salam kepad Rasulullah SAW dalam shalat, langsung mendengar jawaban salam dari Rasulullah SAW?. Jawab para sahabatnya, “Tidak ada”. Lalu kata Syekh Abu Al-Abbas, “Menangislah kalian, karena kalian tertutup.” Syekh rupanya bermaksud menegaskan karamah Imam Ali Khali’ Qasam yang tidak hanya mendapat jawaban salam dari Rasulullah SAW dalam shalatnya, tapi juga dalam semua kesempatan ketika beliau menyampaikan salam kepada Rasulullah SAW. Meski maqamnya tinggi, beliau tetap tawaduk, rendah hati, dengan perilaku yang halus dan pakaian yang sangat sederhana. Beliau tidak pernah terlihat lebih menonjol dari orang lain. Jika duduk bersama orang shaleh maupun orang awam, beliau tidak pernah memperlihatkan diri sebagai Ulama terkemuka, kecuali ketika sedang mengajar atau berdakwah. Beliau juga sangat dermawan, banyak memberi santunan, khususnya bagi mereka yang datang dari jauh. Beliaulah yang membangun Masjid bani Ahmad di Tarim, yang kemudian diberi nama Masjid Ba’alawi, sejak 900 tahun silam. Pembangunan masjid dilanjutkan oleh putranya, Imam Muhammad Shahib Mirbath ( wafat tahun 556 H / 1136 M ). Imam Ali Khali’ Qasam, Ulama besar dan sesepuh para Aulia Hadramaut, wafat berkisar antara tahun 523 H hingga 529 H / 1103 sampai 1109 M. akan tetapi dalam kitab Nafa’is Al-‘Uqud fi Syajarah ‘alal Ba’abud, Habib Muhammad bin Husin Ba’abud menulis, Imam Ali Khali’ Qasam meninggal pada tahun 527 H / 1107 M. sedangkan menurut Al-Ustaz Alwi bin Muhammad dalam kitab Syajarah as-Sa’adah ‘alal Bani ‘Alawy, Imam Ali Khali’ Qasam wafat pada tahun 529 H / 1109 M. sementara dalam riwayat lain disebutkan, beliau wafat tahun 529 H / 1109 M. jasadnya dimakamkan di makam Zanbal, Tarim, sebagai ulama pertama keluarga Ba’Alawy dan cucu Imam Ahmad Al-Muhajir, yang dimakamkan di pemakaman Zanbal yang terkenal itu.

Tarim Tarim, yang terletak sekitar 35 km di Timur Saiyun. Di satu sisi kota ini terlindungi oleh bukit-bukit batu terjal, di sisi lain di kelilingi oleh perkebunan kurma. Sejak dulu, Tarim merupakan pusat Mazhab Syafi'i. Antara abad ke 17 dan abad ke 19 telah terdapat lebih dari 365 masjid. Kota Tarim atau biasa dibaca Trim termasuk kota lama. Nama Tarim, menurut satu riwayat diambil dari nama seorang raja yang bernama Tarim bin Hadramaut. Dia juga disebut dengan Tarim al-Ghanna atau kota Tarim yang rindang karena banyak pepohonan dan sungai. Kota tersebut juga dikenal dengan kota al-Shiddiq karena gubernurnya Ziyad bin Lubaid al-Anshari ketika menyeru untuk membaiat Abu Bakar sebagai khalifah, maka penduduk Tarim adalah yang pertama mendukungnya dan tidak ada seorang pun yang membantahnya hingga khalifah Abu Bakar mendoakan penduduk Tarim dengan tiga permintaan: (1) agar kota tersebut makmur, (2) airnya berkah, dan (3) dihuni oleh banyak orang-orang saleh. Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Abu Bakar Ba'abad berkata bahwa: "al-Shiddiq akan memberikan syafa'at kepada penduduk Tarim secara khusus". Menurut suatu catatan dalam kitab al-Ghurar yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ali bin Alawi Khirid, bahwa keluarga Ba'alawi pindah dari Desa Bait Jubair ke kota Tarim sekitar tahun 521 hijriyah. Setelah kepindahan mereka kota Tarim dikenal dengan kota budaya dan ilmu. Diperkirakan, pada waktu itu di kota Tarim ada sekitar 300 orang ahli fiqih, bahkan pada barisan yang pertama di masjid agung kota Tarim dipenuhi oleh ulama fiqih kota tersebut. Adapun orang pertama dari keluarga Ba'alawi yang hijrah ke kota Tarim adalah Syaikh Ali bin Alwi Khali' Qasam dan saudaranya Syaikh Salim, kemudian disusul oleh keluarga pamannya yaitu Bani Jadid dan Bani Basri. Diceritakan bahwa pada kota Tarim terdapat tiga keberkahan: (1) keberkahan pada setiap masjidnya, (2) keberkahan pada tanahnya, (3) keberkahan pada pergunungannya. Keberkahan masjid yang dimaksud adalah setiap masjid di kota Tarim pada waktu sesudah kepindahan Ba'alawi menjadi universital-universitas yang melahirkan ulama-ulama terkenal pada masanya. Di antara masjid-masjid di kota Tarim yang bersejarah ialah masjid Bani Ahmad yang kemudian dikenal dengan masjid Khala' Qasam setelah beliau berdomisili di kota tersebut. Masjid tersebut dibangun dengan batu, tanah dan kayu yang diambil dari desa Bait Jubair karena tanah dari desa tersebut dikenal sangat bagus, kemudian masjid tersebut dikenal dengan masjid Ba'alawi. Bangunan masjid Ba'alawi nyaris sebagian tiangnya roboh dan direnovasi oleh Muhammad Shahib Mirbath. Pada awal abad ke sembilan hijriyah, Syaikh Umar Muhdhar merenovasi kembali bagian depan dari masjid tersebut.

Pemakaman Zanbal, Furait dan Akdar di Tarim.

Pusat pemukiman Kaum Alawiyin di Hadramaut ialah kota Tarim. Di sana terdapat tanah perkuburan Bisyar yang terbagi menjadi tiga bagian, yaitu Zanbal, Furait dan Akdar. Di perkuburan Zanbal, al-Faqih Muqaddam dan semua sayyid terkemuka dari Kaum Alawiyin dimakamkan, di Furait terdapat perkuburan para masyaikh, dan Akdar merupakan perkuburan umum. Di pemakaman Zanbal, para Saadah al-Asraf, Ulama Amilin, Auliya' dan Sholihin yang tidak terhitung jumlahnya dikuburkan di sana. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula al-Dawilah berkata: "Lebih dari sepuluh ribu auliya' al-akbar, delapan puluh wali quthub dari keluarga alawiyin di makamkan di Zanbal". Seperti diriwayatkan oleh Syaikh Saad bin Ali: "Di pemakaman Zanbal dikuburkan para sahabat Rasulullah saw , mereka wafat ketika menunaikan tugas untuk memerangi ahli riddah. Mereka banyak yang wafat di Tarim dan tidak diketahui kuburnya". Akan tetapi Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah, berkata: "Sesungguhnya letak kubur mereka sebelah Timur dari kubur al-Ustadz al-A'zhom Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam". Berkata Syaikh Muhammad bin Aflah: "Sesungguhnya dari masjid Abdullah bin Yamani sampai akhir pemakaman Zanbal terdapat perkuburan para ulama dan auliya". Menurut ulama kasyaf, Rasulullah dan para sahabatnya sering berziarah ke pemakaman tersebut. Pertama kali makam yang diziarahi di perkuburan Zanbal adalah makam al-Ustadz al-A'zham Muhammad bin Ali al-Faqih al-Muqaddam. Berkata Syaikh Ahmad bin Muhammad Baharmi: "Saya melihat Syaikhoin Abu Bakar dan Umar ra dalam mimpi berkata kepada saya, jika engkau ingin berziarah maka yang pertama kali diziarahi ialah al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, kemudian ziarahilah siapa yang engkau kehendaki". Berkata sebagian para Saadah al-Akbar: "Barangsiapa berziarah kepada orang lain sebelum berziarah kepada al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali, maka batallah ziarahnya". Kemudian ziarah kepada cucunya Syaikh Abdullah Ba'alwi, kemudian kubur ayahnya Alwi bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian Imam Salim bin Basri, kemudian ziarah kepada Syaikh Abdullah bin al-Faqih al-Muqaddam, Ali bin Muhammad Shahib Marbath, Ali bin Abdullah Ba'alwi, kemudian Syaikh Abdurahman Assaqqaf dan ayahnya Muhammad Maula Dawilah, ayahnya Ali bin al-Faqih al-Muqaddam, kemudian kakeknya Ali bin Alwi Khali' Qasam, Muhammad bin Hasan Jamalullail dan ayah serta kakeknya, kemudian Syaikh Muhammad bin Ali Aidid, Ali, Muhammad, Alwi, Syech bin Abdurahman Assaqqaf, kemudian ziarah kepada Syaikh Umar Muhdhor, Syaikh Ali bin Abi Bakar al-Sakran, kemudian Syaikh Hasan Alwara' dan ayahnya Syaikh Muhammad bin Abdurahman, kemudian para auliya' sholihin seperti al-Qadhi Ahmad Ba'isa, kemudian Syaikh Abdullah Alaydrus, Syaikhoin Muhammad dan Abdullah bin Ahmad bin Husin Alaydrus, kemudian Syaikh Abdullah bin Syech, Sayid Ali Zainal Abidin bin Syaikh Abdullah. Selain pemakaman Zanbal, terdapat pula pemakaman Furait. Dalam kamus bahasa Arab arti Furait adalah gunung kecil. Di tempat tersebut dikuburkan keluarga Bafadhal serta para ulama, auliya', sholihin yang tak terhitung jumlahnya. Syaikh Abdurahman Assaqqaf bin Muhammad Maula Dawilah berkata: "Di tempat itu dikuburkan lebih dari sepuluh ribu wali" Beberapa ulama kasyaf menyaksikan, sesungguhnya rahmat Allah yang turun pertama kali di dunia ini di pemakaman Furait. Syaikh Abdurahman Assaqqaf, Sayid Abdullah bin Ahmad bin Abi Bakar bin al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali dan sebagian ulama di Makkah menceritakan bahwa dibawah tanah Furait terdapat taman dari taman-taman surga. Di pemakaman Furait, mulai ziarah diawali kepada Syaikh Salim bin Fadhal, kemudian Syaikh Fadhal bin Muhammad bin al-faqih Ahmad, Syaikh Fadhal bin Muhammad, kemudian kepada Syaikh Ahmad yahya dan ayah serta pamannya, kemudian Syaikh Ibrahim bin Yahya Bafadhal, Syaikh Abu Bakar bin Haj, kemudian kepada Imam al-Qudwah Ali bin Ahmad Bamarwan, al-Arif Billah Umar bin Ali Ba'umar, Imam Ahmad bin Muhammad Bafadhal, Ali bin al-Khatib, Syaikh Abdurahman bin Yahya al-Khatib, Syaikh Ahmad bin Ali al-Khatib, Imam Ahmad bin Muhammad bin Abilhub dan anaknya Said, Imam Saad bin Ali. Pemakaman ketiga yang terkenal di kota Tarim adalah pemakaman Akdar. Di perkuburan Akdar, yang dimakamkan di sana di antaranya para ulama, auliya' al-arifin dari keluarga Basri, keluarga Jadid, keluarga Alwi, keluarga Bafadhal, keluarga Baharmi, keluarga Bamahsun, keluarga Bamarwan, keluarga Ba'Isa, keluarga Ba'ubaid dan lainnya.

( Dikutip dari Majalah Al-Kisah,No.02 / tahun IV / 16-29 januari 2006 ) http://wasiatnasehat.blogspot.com/2009/01/imam-ali-kholi-qosam-bin-imam-alwi-ra.html

Foto Makam Ali Kholi Qosam di Zanbal, Hadramaut. (http://yarasulullah.wordpress.com/tag/imam/page/3/)

[sunting] Sumber-sumber

  1. http://alawiy.wordpress.com/manaqib/imam-ali-kholi-qosam/ -
  2. http://wasiatnasehat.blogspot.com/2009/01/imam-ali-kholi-qosam-bin-imam-alwi-ra.html -
  3. http://yarasulullah.wordpress.com/tag/imam/page/3/ -
  4. http://yarasulullah.wordpress.com/tag/imam/page/3/ -
  5. https://freepages.rootsweb.com/~naqobatulasyrof/family/main/ped/11.htm -


Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Kakek-nenek
Muhammad Sohibus Saumi'ah
lahir: Hadramaut
wafat: 446, Bayt Jubair, Yaman
Kakek-nenek
Orang Tua
Alwi Ats-Tsani ( Imam Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah )
lahir: Hadramaut
wafat: 512, kota Bayt Jubair, Yaman
Orang Tua
 
== 3 ==
Ali Kholi' Qosam
lahir: Hadramaut
wafat: 529, Tarim, Yaman
== 3 ==
Anak-anak
1. Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi Qosam
wafat: 551 ? 556, Marbath, Oman
Anak-anak
Cucu-cucu
3. Ali bin Muhammad / al-A'dham al-Faqih al-Muqaddam
lahir: http://freepages.family.rootsweb.ancestry.com/~naqobatulasyrof/main/des/d17.htm#g17
wafat: 590, In Tarim, Yemen
Cucu-cucu
Marga:

Peralatan pribadi