Ahmad Al Muhajir ( أحمد المهاجر‎) (Ahmad bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib ) b. 820 d. 924

Dari Rodovid ID

Revisi per 20:22, 21 Juni 2024; Idang (Pembicaraan | sumbangan)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi sekarang (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)
Langsung ke: panduan arah, cari
Marga (saat dilahirkan) Al Husaini
Jenis Kelamin Pria
Nama lengkap (saat dilahirkan) Ahmad Al Muhajir ( أحمد المهاجر‎) (Ahmad bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib )
Orang Tua

Isa Ar-Rumi [Al Husaini] d. 298

Halaman-wiki [[1]]
Nomor referensi http://baalawi.com/articles/biographies/200-al-habib-ahmad-al-muhajir.html
[1][2][3][4][5][6][7]

Momen penting

820 lahir: Basra City, Iraq

kelahiran anak: Abdullah [Al Husaini] d. 383

perkawinan: Ψ StopTree - Ahmad Al Muhajir [?]

924 wafat: (Hasys, Yaman 345 H.)

Catatan-catatan

Ir. H. Hilal Achmar Lineage Study Ahmad al-Muhajir (820-924) (Arabic: أحمد المهاجر‎) also known as Al-Imam Ahmad bin Isa was the descendant of Ali bin Abu Talib and Fatimah bint Muhammad, the daughter of Muhammad.

His full name is Ahmad bin Isa Ar-Rumi bin Muhammad An-Naqib bin Ali Al Uraidhi bin Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin al-Husain bin Ali.

He is thought to have been born in 241 Hirah (820 CE) according to al-Qirtas by Sayyid Ali bin Hasan.

Al-Imam Ahmad bin Isa is called Al-Muhajir (emigrant) because he left Basra, Iraq during the Abbassid Caliphate that was headquartered in Baghdad in the year 317H (896 CE). He first went to Madinah and Mecca, and then from Mecca to Yemen at around 319H.

He migrated at a time when there was much internal strife, bloodshed and confusion in Iraq, where a large number of the descendants of Muhammad were persecuted for political reasons by the ruling Abbasid.

He passed away in 345H (924 M) at Husayyisah, a town between Tarim and Seiyun, Hadramaut. His shrine stands on a hill and is among the first visitors to Hadramaut pay their respects to when visiting the area.

-continuation being edited-

IN MALAY

Beliau adalah Al-Imam Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shodiq, dan terus bersambung nasabnya hingga Rasulullah SAW. Beliau adalah seorang yang tinggi di dalam keutamaan, kebaikan, kemuliaan, akhlak dan budi pekertinya. Beliau juga seorang yang sangat dermawan dan pemurah.

Beliau berasal dari negara Irak, tepatnya di kota Basrah. Ketika beliau mencapai kesempurnaan di dalam ketaatan dan ibadah kepada Allah, bersinarlah mata batinnya dan memancarlah cahaya kewaliannya, sehingga tersingkaplah padanya hakekat kehidupan dunia dan akherat, mana hal-hal yang bersifat baik dan buruk.

Beliau di Irak adalah seorang yang mempunyai kedudukan yang tinggi dan kehidupan yang makmur. Akan tetapi ketika beliau mulai melihat tanda-tanda menyebarnya racun hawa nafsu disana, beliau lebih mementingkan keselamatan agamanya dan kelezatan untuk tetap beribadah menghadap Allah SWT. Beliau mulai menjauhi itu semua dan membulatkan tekadnya untuk berhijrah, dengan niat mengikuti perintah Allah, “Bersegeralah kalian lari kepada Allah…”

Adapun sebab-sebab kenapa beliau memutuskan untuk berhijrah dan menyelamatkan agamanya dan keluarganya, dikarenakan tersebarnya para ahlul bid’ah dan munculnya gangguan kepada para Alawiyyin, serta begitu sengitnya intimidasi yang datang kepada mereka. Pada saat itu muncul sekumpulan manusia-manusia bengis yang suka membunuh dan menganiaya. Mereka menguasai kota Basrah dan daerah-daerah sekitarnya. Mereka membunuh dengan sadis para kaum muslimin. Mereka juga mencela kaum perempuan muslimin dan menghargainya dengan harga 2 dirham. Mereka pernah membunuh sekitar 300.000 jiwa dalam waktu satu hari. Ash-Shuly menceritakan tentang hal ini bahwa jumlah total kaum muslimin yang terbunuh pada saat itu adalah sebanyak 1.500.000 jiwa.

Pemimpin besar mereka adalah seorang yang pandir dengan mengaku bahwa dirinya adalah Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Ali bin Isa bin Zainal Abidin, padahal nasab itu tidak ada. Ia suka mencaci Ustman, Ali, Thalhah, Zubair, Aisyah dan Muawiyah. Ini termasuk salah satu golongan dalam Khawarij.

Karena sebab-sebab itu, Al-Imam Ahmad memutuskan untuk berhijrah. Kemudian pada tahun 317 H, berhijrahlah beliau bersama keluarga dan kerabatnya dari Basrah menuju ke Madinah. Termasuk di dalam rombongan tersebut adalah putra beliau yang bernama Ubaidillah dan anak-anaknya, yaitu Alwi (kakek keluarga Ba’alawy), Bashri (kakek keluarga Bashri), dan Jadid (kakek keluarga Jadid). Mereka semua adalah orang-orang sunni, ulama yang mengamalkan ilmunya, orang-orang sufi dan sholeh. Termasuk juga yang ikut dalam rombongan beliau adalah para budak dan pembantu beliau, serta termasuk didalamnya adalah kakek dari keluarga Al-Ahdal. Dan juga ikut diantaranya adalah kakek keluarga Bani Qadim (Bani Ahdal dan Qadim adalah termasuk keturunan dari paman-paman beliau).

Pada tahun ke-2 hijrahnya beliau, beliau menunaikan ibadah haji beserta orang-orang yang ikut hijrah bersamanya. Kemudian setelah itu, beliau melanjutkan perjalanan hijrahnya menuju ke Hadramaut. Masuklah beliau ke daerah Hajrain dan menetap disana untuk beberapa lama. Setelah itu beliau melanjutkan ke desa Jusyair. Tak lama disana, beliau lalu melanjutkan kembali perjalanannya dan akhirnya sampailah di daerah Husaisah (nama desa yang berlembah dekat Tarim). Akhirnya beliau memutuskan untuk menetap disana.

Semenjak beliau menetap disana, mulai terkenallah daerah tersebut. Disana beliau mulai menyebarkan-luaskan As-Sunnah. Banyak orang disana yang insyaf dan kembali kepada As-Sunnah berkat beliau. Beliau berhasil menyelamatkan keturunannya dari fitnah jaman.

Masuknya beliau ke Hadramaut dan menetap disana banyak mendatangkan jasa besar. Sehingga berkata seorang ulama besar, Al-Imam Fadhl bin Abdullah bin Fadhl, “Keluar dari mulutku ungkapan segala puji kepada Allah. Barangsiapa yang tidak menaruh rasa husnudz dzon kepada keluarga Ba’alawy, maka tidak ada kebaikan padanya.” Hadramaut menjadi mulia berkat keberadaan beliau dan keturunannya disana. Sulthanah binti Ali Az-Zabiidy (semoga Allah merahmatinya) telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW, dimana di mimpi tersebut Rasulullah SAW masuk ke dalam kediaman salah seorang Saadah Ba’alawy, sambil berkata, “Ini rumah orang-orang tercinta. Ini rumah orang-orang tercinta.” http://baalawi.com/articles/biographies/200-al-habib-ahmad-al-muhajir.html

Al-Imam Ubaidillah – Ahmad Al-Muhajir – Isa Ar-Rumi – Muhammad An-Naqib – Ali Al-’Uraidhi – Ja’far Ash-Shodiq – Muhammad Al-Baqir – Ali Zainal Abidin – Husain – Fatimah Az-Zahro – Muhammad SAW]

Beliau adalah Al-Imam Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-’Uraidhi bin Ja’far Ash-Shodiq, dan terus bersambung nasabnya hingga Rasulullah SAW. Beliau seorang imam yang agung dan dermawan, alim dan berakhlak mulia, penuh dengan sifat-sifat kebaikan dan kemuliaan.

Beliau juga seorang yang sangat tawadhu (rendah diri). Karena begitu tawadhunya, beliau tidak menamakan dirinya dengan nama Abdullah, akan tetapi di-tasghir1-kan menjadi Ubaidillah, semata-mata untuk mengagungkan Allah dan berendah diri di hadapan-Nya.

Beliau adalah seorang yang Allah memberikan keistimewaan sifat-sifat yang terpuji pada dirinya. Berkata AS-Sayyid Ali bin Abubakar mengenai diri beliau,

Abdullah, orang yang menjaga dirinya dalam agama, paling terkemuka dalam kedermawanan dan keagungan ilmunya. Datuk para keturunan mulia, sumber kedermawanan, dan lautan ilmu, itulah tuan kami yang mulia.

Beliau mengambil ilmu dari ayahnya. Selain itu, beliau juga mengambil ilmu dari para ulama di jamannya. Di kota Makkah, beliau berguru kepada Asy-Syeikh Abu Thalib Al-Makky. Dibawah asuhan gurunya, beliau berhasil menamatkan pelajaran dari kitab gurunya tersebut yang berjudul Guut Al-Guluub.

Tampak pada diri beliau berbagai macam karomah yang dikaruniakan kepada dirinya. Beliau, Al-Imam Ubaidillah, jika meletakkan tangannya pada orang yang sakit, lalu beliau meniupnya dan mengusapkan di tubuhnya, maka sembuhlah si sakit itu.

Mengenai kedermawanannya, beliau jika menggiling kurma miliknya dan meletakkannya di tempat penggilingan, maka kurma-kurma itu semuanya beliau sedekahkan, meskipun jumlahnya banyak.

Beliau mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya, baik itu di dalam kezuhudannya, ilmunya ataupun ibadahnya. Setelah ayahnya wafat, beliau pindah ke daerah Saml, dan memberikan tanah miliknya ke budaknya yang telah dimerdekakannya yang bernama Ja’far bin Mukhaddam. Tinggallah beliau di kota Saml. Beliau menikah dengan wanita dari daerah tersebut dan dilahirkannya salah seorang anaknya yang bernama Jadid. Sampai akhirnya beliau menutup mata untuk terakhir kalinya di kota tersebut pada tahun 383 H.

Radhiyallohu anhu wa ardhah…

[Disarikan dari Syarh Al-Ainiyyah, Nadzm Sayyidina Al-Habib Al-Qutub Abdullah bin Alwi Alhaddad Ba'alawy, karya Al-Allamah Al-Habib Ahmad bin Zain Alhabsyi Ba'alawy] http://wwwahamid.blogspot.com/2011/07/al-imam-ubaidillah-bin-ahmad-al-muhajir.html

Foto makam Imam Ahmad Al-Muhajir bin Isa yang terletak di kota Husaiseh, Hadhramaut. Bawah adalah kubah Shohibus Syi'ib Habib Ahmad bin Muhammad Al-Habsyi. Ringkasan:Beliau dilahirkan di Bashrah dan wafat di Hadhramaut tahun 345. Beliau dijuluki Al-Muhajir karena pada tahun 317 berhijrah dari Irak ke Hadhramaut. ( Ket. dan Foto bersumber dari : http://www.asyraaf.net/aktiviti/galeri/displayimage.php?album=5&pos=2 http://www.asyraaf.net/aktiviti/galeri/displayimage.php?album=5&pos=3

[sunting] Sumber-sumber

  1. http://baalawi.com/articles/biographies/200-al-habib-ahmad-al-muhajir.html -
  2. http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_al-Muhajir -
  3. http://wwwahamid.blogspot.com/2011/07/al-imam-ubaidillah-bin-ahmad-al-muhajir.html -
  4. http://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_al-Muhajir -
  5. http://freepages.family.rootsweb.ancestry.com/~naqobatulasyrof/main/des/d10.htm#g10 -
  6. http://pecintahabibana.wordpress.com/2013/02/10/biografi-al-imam-al-muhajir-ahmad-bin-isa-al-rumi/ -
  7. https://freepages.rootsweb.com/~naqobatulasyrof/family/main/ped/16.htm -

Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Peralatan pribadi
Bahasa lain