4. Ngabehi Raksatjandra (Reisz, Geschiedenis van Buitenzorg, p. 11)

Dari Rodovid ID

Orang:1066550
Langsung ke: panduan arah, cari
Marga (saat dilahirkan) Wiratanudatar
Jenis Kelamin Pria
Nama lengkap (saat dilahirkan) 4. Ngabehi Raksatjandra (Reisz, Geschiedenis van Buitenzorg, p. 11)
Orang Tua

2. RA. Wiradinata [Wiratanudatar] b. 1680c

[1]

Momen penting

7 April 1752 gelar: Hoofd de negorij Bogor (Walikota)

Catatan-catatan

Catatan Admin : Endang Suhendar alias Idang

ASAL-OESOEL NAMA BOGOR

"Kutipan dari buku "PRIANGAN", F. De Haan, hal. 140"


"Eene acte van 7 April 1752 (Van Girssen) vermeldt Raden Nata Drieja „hoofd van de negorij Campong Baroe en Nga biraxa (lees: Ngabehi Raksa) Tjandra, hoofd van de negorij Bogor, nevens Wangsa Tjandra, mandor van eerstgenoemde negorij”. (Dalam akte Van Girssen tertanggal 7 April 1752 disebutkan bahwa Raden Nata Drieja sebagai "kepala Kampung Baru" dan Ngabehi Raksa Tjandra, Kepala kampung/negeri Bogor, sementara Wangsa Tjandra, adalah mantan mandor kampung (Bogor)").


Catatan diatas, dikutip dari buku karangan Frederik De Haan, 1910 yang berjudul "PRIANGAN De Preanger Regentschappen Onder Het Nederlandsch Bestuur tot 1811". Sedangkan F. De Haan juga mengutip dari referensi pengarang lainnya seperti Freijers, Erfbrief, Riesz, dll). Dari catatan tersebut dapat dianalisa bahwa Kampung Bogor terbentuk setelah Kampung Baru (Buitenzorg) dibuka oleh Tanoedjiwa (1689-1705), dan Van Imhoff menyatukan perkampungan (sembilan perdikan) yang ada di “wilayah Pakuan” dan wilayah Istana Peristirahatan Gubernur dalam satu kesatuan administratif yang diberinya nama Buitenzorg, yang berarti “beyond care” atau “outside care”. Penyatuan sembilan perdikan dan Istana Peristirahatan Gubernur Jendral dalam satu wilayah itu terjadi pada tahun 1746. Nama Buitenzorg resmi dipakai sejak saat itu. Meski demikian, dalam sebuah catatan administratif resmi bertanggal 7 April 1752 (sepeninggal van Imhoff – 1750), muncul nama Bogor yang menunjuk kepada wilayah Buitenzorg di luar istana.

Pada 7 April 1752 ketika Ngabehi Raksatjandra menjadi kepala kampung BOGOR, Kampung Baru pusat kotanya masih berada didaerah Parung Angsana (Tanah Baru sekarang), sedangkan Kampung Bogor pada tahun 1752 terletak di seberang Kampung Baranangsiang yang berdiri sejak 1704 (Danasasmita, 1983:87) berdekatan dengan Pasar Bogor.

Masalah nomenklatur "Bogor" berasal dari kata "Bokor" Kawung (Aren/Enau) cukup beralasan, mengingat kampung Bogor yang letaknya di seberang Kampung Baranangsiang, lokasi sekarang adalah area kebun raya Bogor sekitar sungai Ciliwung, dimana dulunya di lokasi ini banyak tumbuh pohon Kawung atau Enau atau Aren. Tanaman Aren/Enau lebih menyukai tempat dengan ketinggian 500-1.200 m (Lutony, 1993) dan bila dibudidayakan pada tempat-tempat dengan ketinggian 500-700 m dpl. akan memberikan hasil yang memuaskan (Soeseno, 1992). Kondisi tanah yang cukup sarang atau bisa meneruskan kelebihan air, seperti tanah yang gembur, tanah vulkanis di lereng gunung, dan tanah yang berpasir disekitar tepian sungai merupakan lahan yang ideal untuk pertumbuhan aren. Suhu lingkungan yang terbaik rata-rata 25 derajat Celcius dengan curah hujan setiap tahun rata-rata 1.200 mm

Sementara itu, penamaan "Buitenzorg" hanya digunakan pada daerah inti sekitar Istana (Peristirahatan Gubernur Van Imhof), akan tetapi dengan penyatuan 9 distrik di bawah Buitenzorg akhirnya dapat diketahui perbedaannya dengan penamaan "Bogor" yang hanya di sebut "negorij / negeri / kota" dengan kata lain Bogor disini adalah "Kota Bogor", dan Buitenzorg adalah "Kabupaten Bogor".

Siapakah Ngabehi Raksatjandra dan Raden Nata Diredja?

Menurut Reisz dalam bukunya "Geschiedenis van Buitenzorg, 1864, 1884" disebutkan bahwa RA. Wiradinata mempunyai 5 orang anak yaitu :

  1. Rd. Wiradiredja
  2. Rd. Natadiredja
  3. Nyi Rd. Gandanagara
  4. Ngabehi Raksatjandra
  5. Rd. Wangsatjandra.

Sedangkan De Haan menyanggahnya, dianggap salah dan tidak berdasar. Dia hanya menyebut 3 nama, yaitu:

  1. Rd. Wiradiredja
  2. Rd. Pandji (berubah nama menjadi Rd. Natadiredja, setelah diangkat menjadi patih ayahnya RA. Wiradinata)
  3. Nyi Rd. Gandanagara (yang menikah dengan RT. Nanatagara putra Dalem Aria Wiratanu III alias Dalem dicondre)

Terlepas dari yang mana yang paling benar, yang pasti adalah RA. Wiradinata pada saat diangkat menjadi Regent Kampung Baru (Bogor), pihak VOC memberikan syarat dan kriteria, antara lain :

  1. Keturunan Ningrat;
  2. Membayar biaya konsesi;
  3. Memiliki pekerja/penduduk;
  4. Berwibawa atau disegani rakyatnya.
  5. kriteria lainnya sesuai kebutuhan

Pekerja/penduduk yang dikerahkan oleh RA. Wiradinata untuk membuka lahan pertanian di Kampung Baru (Bogor), tiada lain adalah saudara kandung, saudara dekat, kerabat dekat, kerabat jauh dan tetangga. Oleh karena hal ini, Ngabehi Reksatjandra diangkat jadi Kepala Kampung Bogor kemungkinan masih ada keterikatan saudara, bisa saudara se ayah, saudara tiri, keponakan, sepupu, atau mungkin kerabat dekat.

[sunting] Sumber-sumber

  1. https://digital.staatsbibliothek-berlin.de/werkansicht?PPN=PPN689233760&PHYSID=PHYS_0017&DMDID=&view=fulltext-endless -


Dari kakek nenek sampai cucu-cucu

Kakek-nenek
4. Pangeran Wiramanggala (H Rd Aria Wira Tanu Datar II / Mbah Dalem Tarikolot Cianjur)
lahir: 1643c
gelar: Bupati Cianjur Ke II (1691 – 1707), Dalem mandiri, tapi kemudian diakui regent oleh VOC
Kakek-nenek
Orang Tua
1. Dalem Ariya Wiratanu III / Dalem Cicondre / Raden Astramanggala
lahir: 1674c
gelar: Bupati Cianjur III (1707- 1726), Mengajukan gelar Pangeran Aria Adipati Amangkurat di Datar ke VOC
2. RA. Wiradinata
lahir: 1680c
gelar: 1749 - 1758, Bupati Bogor ke 6
Orang Tua
 
== 3 ==
1. RT. Wiradiredja
lahir: 1708c
gelar: 1758 - 1761, Bupati Bogor ke 7
2. RT. Pandji / Natadiredja
gelar: 19 Desember 1749, Patih Kampoeng Baroe (Buitenzorg)
4. Ngabehi Raksatjandra (Reisz, Geschiedenis van Buitenzorg, p. 11)
gelar: 7 April 1752, Hoofd de negorij Bogor (Walikota)
== 3 ==

Peralatan pribadi